Apakah setiap orang yang ikut tex amnesty berarti selama ini mereka menggelapkan pajak?
Banyak yang menyangka begitu. Tapi belum tentu.
Saya, misalnya. Sudah merasa membayar pajak dengan semestinya. Bahkan perusahaan saya pernah dapat penghargaan pajak.
Saya juga sudah melaporkan daftar kekayaan sejak diangkat menjadi Dirut PLN dulu. Lalu lapor lagi saat diangkat menjadi menteri BUMN.
Tapi saya tetap bertekad untuk ikut tax amnesty. Saya sendiri belum tahu yang mana yang akan saya mintakan pengampunan. Team sayalah yang akan mengurus. Yakni mereka yang selama ini mengurus administrasi perpajakan saya. Saya minta mereka mengkajinya. Siapa tahu ada pembayaran pajak yang kurang sempurna. Kesempatan tax amnesty itu harus saya manfaatkan. Ibarat mengucapkan istighfar untuk dosa yang tidak disadari.
Saya memang tidak pernah menangani sendiri administrasi perpajakan saya. Itu akan memakan banyak waktu. Bahkan kalau saya tangani sendiri bisa-bisa malah salah. Saya tidak hafal peraturan perpajakan yang begitu banyak. Maka soal pajak saya serahkan saja kepada team anak buah saya yang ahli. Yang mengerti perhitungan-perhitungan pajak yang sangat tipikal itu.
Setidaknya, kalau saya ikut tax amnesty, saya bisa merasa lebih tenang ke depan. Tidak akan ditanya-tanya soal pajak. Kalau hanya ditanya-tanya sih pasti bisa jawab. Tapi repotnya itu lho. Harus bongkar-bongkar dokumen. Belum lagi kalau ada satu dua lembar dokumen yang ketlisut. Lalu dikira menyembunyikan. Lalu dikira menggelapkan. Lalu jadi isyu politik. Dan isyu hukum. Capek, deh.
Kalau ikut tax amnesty, sudah ada jaminan: tidak ditanya-tanya lagi.
Bahkan saya punya pikiran baru. Ada baiknya semua pejabat dan mantan pejabat ikut tax amnesty. Bupati, walikota, DPR, kalau perlu semua mantan presiden dan mantan Wapres, bahkan Presiden dan Wapres yang masih menjabat sekalu pun ikut tax amnesty.
Termasuk para pimpinan partai, para ketua umum dan para politisi pada umumnya.
Bahkan saya pikir para professional pun harus ikut serta: pengacara, dokter, akuntan, hakim, jaksa, polisi, ustadz-ustadz dan kyai ternama, pendeta-pendeta dan juga artis.
Bersih-bersih bersama. Mumpung ada kesempatan pintu taubatnya dibuka.
Kalau taubat massal itu bisa terjadi maka tax amnesty bisa menjadi gerakan yang serentak. Taubatan nasuha di bidang pajak.
Kesan kebersamaannya juga bagus.
Bukankah para politisi akan cenderung gampang berubah posisi. Satu saat jadi kawan saat yang lain bisa jadi musuh. Yang tidak punya lawan pun bisa punya musuh kalau yang tidak punya musuh itu berkawan dengan lawannya kawan.
Kian banyak yang ikut tax amnesty juga kian menyehatkan pejabat pajak. Kesempatan mereka untuk cari-cari sasaran siapa yang bisa ‘digarap’ kian tertutup.
Saya melihat tax amnesty ini merupakan pertobatan yang penting. Kepada Allah kita biasa diajarkan harus terus minta ampun, membaca astaghfirullah, meskipun kita tidak tahu apakah baru berbuat dosa atau tidak.
Sejak dulu saya tidak hanya melihat berapa hasil dari uang tebusan pengampunan pajak ini. Itu hanya salah satu saja dari sekian banyak hasil penting yang diharapkan. Hasil lain: kian besarnya basis pajak.
Maka saya teriak WOW! ketika membaca berita bahwa pengusaha besar seperti Murdaya Poo, teman baik saya, sudah menyatakan diri ikut tax amnesty. Juga teman saya yang lain seperti Chairul Tanjung.