SUMUTPOS.CO – Prestasi terus diukir untuk mengasah kemampuan diri, dan menjadikan prestasi sebagai bagian motivasi diri agar terus belajar-belajar dan belajar.
Begitulah, Suprayitno, guru matematika SMA Negeri 3 Medan merupakan satu dari sekian banyak guru berprestasi di Kota Medan. Selama 26 tahun menjadi guru impiannya tetap ingin mengukir prestasi.
Baginya, untuk menjadi guru berprestasi bukan hal yang mudah. Harus ada ide, pemikiran atau inovasi terbaru yang diaplikasikan ke dalam mengajar. Selain itu, harusnya mampu mempertanggungjawabkan dan mempresentasikan terobosan yang dilahirkan serta mengusai bahasa Inggris.
Pengalamannya mengikuti ajang kabupaten/kota dan bersaing dengan sekitar 20 guru SMA se-kota Medan. Setelah melalui proses atau berbagai tahapan, akhirnya keluar sebagai juara 1 guru berprestasi SMA tingkat Kota Medan. Bermodal juara itulah mendapatkan tiket untuk maju mengikuti seleksi tingkat provinsi dan berhasil juara 1 kembali.
“Akhirnya saya hanya mendapatkan juara 15 di tingkat nasional. Meski kalah, ada pelajaran penting yang bisa dipetik. Bahwasannya, untuk mengikuti ajang guru berprestasi tingkat nasional butuh persiapan yang tidak sebentar. Sebagai contoh, guru perwakilan dari Jawa Tengah yang dikirim pada saat itu merupakan guru berprestasi dua tahun sebelumnya yaitu tahun 2013. Guru tersebut digembleng dan diberi pelatihan oleh pemerintah daerah setempat melalui dinas pendidikan selama dua tahun. Jadi, benar-benar dipersiapkan secara matang dan tidak serta merta guru berprestasi dikirim ke Jakarta untuk berjuang mengharumkan daerah asalnya,” ceritanya.
Dia mengaku miris, ajang guru berprestasi tingkat kab/kota dinilai minim partisipasi atau kurang tertarik. Oleh karenanya, ini harus menjadi perhatian pemerintah daerah maupun stakholder yang berkaitan. Selain itu, ini tak terlepas dari dampak hasil yang diraih menjadi guru berpretasi tersebut. Satu hal yang perlu dijadikan bagian untuk mengikuti seleksi guru berprestasi tingkat nasional yakni membuat karya tulis.
“Karya tulis yang saya angkat tentang pembelajaran matematika yang diterapkan di sekolah. Saya menggunakan alat peraga Klinometer (Trigonometri) yang dimodifikasi agar biayanya dapat terjangkau oleh siswa dari semua kalangan. Untuk membuat alat itu hanya perlu biaya Rp10.000. Alatnya terbuat dari pipa paralon sisa bekas pakai, busur, dan lain sebagainya,” paparnya.