27 C
Medan
Thursday, December 26, 2024
spot_img

Gaji Honorer Berharap BOS

Erry Nuradi
Erry Nuradi

MEDAN, SUMUTPOS.CO  – Peralihan kewenangan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dari pemerintah kabupaten/kota (pemkab/pemko) ke pemerintah provinsi (pemprov), ternyata membuat ‘gamang’ Pemprov Sumut. Pasalnya, terdapat sejumlah permasalahan yang terbentur oleh aturan hukum, salah satunya persoalan gaji tenaga honorer.

Gubernur Sumut H T Erry Nuradi mengaku, hingga saat ini gaji tenaga honor yang dialihkan dari pemkab/pemko ke pemprov menuai masalahnya. Sebab, jika selama ini dibayarkan menggunakan dana BOS sewaktu di bawah naungan pemkab/pemko, maka ketika diambil alih pemprov tidak bisa.

“Selama ini tenaga honor digaji oleh pemkab/pemko. Kita ketahui ada aturan yang belum boleh membayar gaji honor itu, sehingga harus juga dicari solusinya,” kata Erry yang ditemui usai menghadiri peresmian gedung sekolah multi etnis di Jalan Sunggal, Medan, akhir pekan lalu

Erry mengaku, menunggu petunjuk dari pemeintah pusat apakah bisa membayar gaji dengan dana BOS. Sebab, penggunaan dana BOS untuk membayar gaji tenaga honor baru tingkat kabupaten/kota, sedangkan provinsi tidak.

Diutarakannya, kalau aturan terkait dana BOS bisa dirubah, maka dananya bisa digunakan untuk membayar tenaga honor. “Tentunya harus ada aturan atau payung hukumnya, karena kita bekerja berdasarkan itu. Baik itu dari menteri keuangan, mendikbud, dan mendagri,” tambahnya.

Erry mengatakan, persoalan lainnya yang dihadapi adalah masih kurangnya gaji PNS (sekarang disebut aparatur sipil negara) yang belum dibayarkan. Dan permasalah ini telah disampaikan kepada menteri keuangan.

“Ini baru yang negeri, belum lagi yang swasta, dan semuanya berada di bawah naungan pemerintah provinsi. Terkait hal ini, sudah disampaikan kepada menteri keuangan bahwa ada beberapa permasalahan pada masa transisi yakni gaji PNS yang masuk ke provinsi masih kurang jumlahnya,” kata Erry.

Dijelaskan Erry, masih kurangnya gaji yang belum dibayarkan karena selama ini gaji mereka ditanggung oleh pemkab/pemko. Gaji tersebut diperoleh dari dana alokasi umum (DAU). “DAU kabupaten/kota sudah dikurangi, sementara gajinya sudah dipindah ke provinsi. Sehingga, ada selisih yang harus segera ditindaklanjuti atau dituntaskan,” bilang Erry.

Namun demikian, sambungnya, proses penggajian untuk ASN (aparatur sipil negara) sudah hampir selesai. Dari penambahan 18 ribu ASN, tinggal 300 ASN yang sedang diproses. Penggajian sudah ditransfer ke rekening sekolah masing-masing.

Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Sumut, Arsyad Lubis mengatakan, pengalihan kewenangan guru honorer SMA/SMK di Sumut saat ini cukup sulit. Lantaran sebenarnya ada tiga jenis guru honorer yakni guru honorer yang digaji dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Dearah) yang disebut BOSDA (Bantuan Operasional Sekolah Daerah), ada yang dari uang komite sekolah dan guru honorer silang sekolah.”Jika dirangkum semua, jumlah semuanya sekitar 12 ribu orang. Dari jumlah ini paling sedikit guru honorer dari BOSDA,” ungkap Arsyad.

Terkait guru honorer BOSDA ini, lanjut Arsyad, sebenarnya dalam rapat pengalihan kewenangan SMA/SMK di Jakarta beberapa waktu lalu, sudah diminta kepada kabupaten/kota untuk tetap memberikan gaji hingga proses pendataan dan pengalihan selesai dilakukan ke provinsi.

Kepala Seksi Pendidikan Tinggi Disdik Sumut, Saut Aritonang menambahkan, dari sekitar 12 ribu guru honorer SMA/SMK di Sumut, diperkirakan guru honorer BOSDA berjumlah 5 ribu orang. Kepada guru honorer ini, pemerintah daerah memberikan gaji yang bervariasi.

“Dari informasi yang kami pernah dengar, guru honorer BOSDA ini mendapatkan gaji mulai dari Rp500 ribu hingga paling tinggi Rp800 ribu. Ada beberapa kabupaten/kota yang tidak memiliki BOSDA, termasuk dari Medan kami belum ada mendengar,” tuturnya.

Kata Saut, permasalahan guru honorer ini terjadi karena berdasarkan edaran BKN (Badan Kepegawaian Negara), jumlah ASN yang dialihkan sudah mencukupi dan memenuhi jumlah guru di Sumut. “Meski saat ini ada sekolah yang harus pakai guru honorer, namun di sisi lain ada sekolah di perkotaan yang jumlah guru ASN berlebih. Ini yang distribusinya akan kita ratakan,” pungkasnya. (ris/ila)

 

Erry Nuradi
Erry Nuradi

MEDAN, SUMUTPOS.CO  – Peralihan kewenangan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dari pemerintah kabupaten/kota (pemkab/pemko) ke pemerintah provinsi (pemprov), ternyata membuat ‘gamang’ Pemprov Sumut. Pasalnya, terdapat sejumlah permasalahan yang terbentur oleh aturan hukum, salah satunya persoalan gaji tenaga honorer.

Gubernur Sumut H T Erry Nuradi mengaku, hingga saat ini gaji tenaga honor yang dialihkan dari pemkab/pemko ke pemprov menuai masalahnya. Sebab, jika selama ini dibayarkan menggunakan dana BOS sewaktu di bawah naungan pemkab/pemko, maka ketika diambil alih pemprov tidak bisa.

“Selama ini tenaga honor digaji oleh pemkab/pemko. Kita ketahui ada aturan yang belum boleh membayar gaji honor itu, sehingga harus juga dicari solusinya,” kata Erry yang ditemui usai menghadiri peresmian gedung sekolah multi etnis di Jalan Sunggal, Medan, akhir pekan lalu

Erry mengaku, menunggu petunjuk dari pemeintah pusat apakah bisa membayar gaji dengan dana BOS. Sebab, penggunaan dana BOS untuk membayar gaji tenaga honor baru tingkat kabupaten/kota, sedangkan provinsi tidak.

Diutarakannya, kalau aturan terkait dana BOS bisa dirubah, maka dananya bisa digunakan untuk membayar tenaga honor. “Tentunya harus ada aturan atau payung hukumnya, karena kita bekerja berdasarkan itu. Baik itu dari menteri keuangan, mendikbud, dan mendagri,” tambahnya.

Erry mengatakan, persoalan lainnya yang dihadapi adalah masih kurangnya gaji PNS (sekarang disebut aparatur sipil negara) yang belum dibayarkan. Dan permasalah ini telah disampaikan kepada menteri keuangan.

“Ini baru yang negeri, belum lagi yang swasta, dan semuanya berada di bawah naungan pemerintah provinsi. Terkait hal ini, sudah disampaikan kepada menteri keuangan bahwa ada beberapa permasalahan pada masa transisi yakni gaji PNS yang masuk ke provinsi masih kurang jumlahnya,” kata Erry.

Dijelaskan Erry, masih kurangnya gaji yang belum dibayarkan karena selama ini gaji mereka ditanggung oleh pemkab/pemko. Gaji tersebut diperoleh dari dana alokasi umum (DAU). “DAU kabupaten/kota sudah dikurangi, sementara gajinya sudah dipindah ke provinsi. Sehingga, ada selisih yang harus segera ditindaklanjuti atau dituntaskan,” bilang Erry.

Namun demikian, sambungnya, proses penggajian untuk ASN (aparatur sipil negara) sudah hampir selesai. Dari penambahan 18 ribu ASN, tinggal 300 ASN yang sedang diproses. Penggajian sudah ditransfer ke rekening sekolah masing-masing.

Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Sumut, Arsyad Lubis mengatakan, pengalihan kewenangan guru honorer SMA/SMK di Sumut saat ini cukup sulit. Lantaran sebenarnya ada tiga jenis guru honorer yakni guru honorer yang digaji dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Dearah) yang disebut BOSDA (Bantuan Operasional Sekolah Daerah), ada yang dari uang komite sekolah dan guru honorer silang sekolah.”Jika dirangkum semua, jumlah semuanya sekitar 12 ribu orang. Dari jumlah ini paling sedikit guru honorer dari BOSDA,” ungkap Arsyad.

Terkait guru honorer BOSDA ini, lanjut Arsyad, sebenarnya dalam rapat pengalihan kewenangan SMA/SMK di Jakarta beberapa waktu lalu, sudah diminta kepada kabupaten/kota untuk tetap memberikan gaji hingga proses pendataan dan pengalihan selesai dilakukan ke provinsi.

Kepala Seksi Pendidikan Tinggi Disdik Sumut, Saut Aritonang menambahkan, dari sekitar 12 ribu guru honorer SMA/SMK di Sumut, diperkirakan guru honorer BOSDA berjumlah 5 ribu orang. Kepada guru honorer ini, pemerintah daerah memberikan gaji yang bervariasi.

“Dari informasi yang kami pernah dengar, guru honorer BOSDA ini mendapatkan gaji mulai dari Rp500 ribu hingga paling tinggi Rp800 ribu. Ada beberapa kabupaten/kota yang tidak memiliki BOSDA, termasuk dari Medan kami belum ada mendengar,” tuturnya.

Kata Saut, permasalahan guru honorer ini terjadi karena berdasarkan edaran BKN (Badan Kepegawaian Negara), jumlah ASN yang dialihkan sudah mencukupi dan memenuhi jumlah guru di Sumut. “Meski saat ini ada sekolah yang harus pakai guru honorer, namun di sisi lain ada sekolah di perkotaan yang jumlah guru ASN berlebih. Ini yang distribusinya akan kita ratakan,” pungkasnya. (ris/ila)

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/