30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Klasifikasi Produk Halal dan Nonhalal Dipertegas

TANPA IZIN EDAR: Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Bandarlampung menyita ratusan produk impor tanpa izin edar (TIE) dalam inspeksi mendadak (sidak) di sejumlah supermarket belum lama ini

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Produk makanan halal dan nonhalal yang beredar di pusat perbelanjaan atau swalayan di Kota Medan, selama ini dijual secara  bercampur. Namun, ke depannya, melalui Peraturan Daerah Kota Medan tentang Produk Halal dan Higienis, akan diatur secara komprehensif dan pengawasannya akan lebih ditingkatkan.

Ketua Pansus Ranperda Produk Halal dan Higienis DPRD Medan, Rajuddin Sagala mengatakan, perda dimaksud akan melindungi semua pihak, tidak hanya umat Islam di Kota Medan. “Selama ini yang kita amati, makanan maupun minuman yang beredar di plaza-plaza masih bercampur antara halal dan nonhalal. Jadi dengan adanya perda ini nanti, semua pihak menjadi terlindungi. Terutama bagi umat Muslim Kota Medan,” katanya kepada wartawan, di gedung dewan, Selasa (17/1).

Dia menjelaskan, dalam payung hukum yang mulai dibahas minggu depan itu, pengklasifikasian produk halal dan nonhalal ini akan dipertegas. Nantinya, di setiap plaza atau pusat perbelanjaan, akan dibuat tempat khusus makanan halal dan makanan nonhalal serta produk-produk lainnya.

“Jadi untuk produk yang nonhalal pun, kami rasa dagangannya akan semakin laris. Karena pembeli sudah langsung tahu di mana letaknya. Begitupun bagi umat Muslim, tidak terkecoh lagi dengan produk-produk yang nonhalal,” ungkap politisi PKS itu.

Pihaknya tidak menampik bahwa pusat perbelanjaan seperti Thamrin Plaza, Palladium dan Ringroad City Walk (RCW), masih terdapat produk makanan tanpa label halal. “Meskipun itu makanan kaleng, ada kita lihat seperti di RCW bergabung dengan makanan halal. Jadi ini yang paling penting akan kita klasifikasikan. Sehingga calon pembeli langsung tahu, mana produk yang cocok dia konsumsi,” tuturnya.

Selanjutnya, lanjut Rajuddin, dalam payung hukum ini juga akan memprioritaskan tempat-tempat pemotongan daging hewan. Yakni, harus mendapatkan sertifikat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan. “Kita berharap ke depan, jangan lagi pemotongan daging kambing, sapi, ayam dan bebek tidak dipotong sesuai syariat. Sehingga masyarakat juga yakin ketika membeli daging-daging itu di pasar tradisional,” katanya.

Anggota Komisi A DPRD Medan ini menambahkan, selain pentingnya sertifikat MUI terhadap pemotongan daging tersebut, di pasar tradisional juga nantinya akan dibuat zona antara daging halal dan nonhalal. “Termasuk untuk tukang potongnya, kita sarankan akan mendapat pemahaman dari MUI bagaimana memotong sesuai kaidah. Jadi kalau ada masyarakat yang ingin potong langsung di sana, sudah tidak ragu lagi tukang potongnya,” sebut dia.

Dengan demikian, masyarakat akan semakin yakin ketika berbelanja di pasar tersebut. “Dan juga akan memajukan pasar-pasar tradisional kita. Kami juga akan berkoordinasi dengan PD Rumah Potong Hewan, MUI dalam hal ini. Perda yang ada akan disesuaikan dengan program-program lintas sektoral dan mendapat masukan serta kritikan,” katanya.

Dalam perda itu nantinya juga akan diatur sanksi terhadap pelaku-pelaku yang terkait. “Mulai dari sanksi teguran, tertulis hingga pelatihan. Jika itu pun masih dilanggar, maka ada sanksi hukum,” katanya.

Bahkan, s aturan itu akan mengikat pimpinan sampai petugas lapangan ataupun karyawan. “Jadi seperti itulah fokusnya. Dan nanti tetap kita tampung saran-saran dari berbagai pihak, seperti Balai POM, Dinkes, Kemenag dan lain sebagainya,” tambah dia.

Diketahui, Fraksi PKS DPRD Medan menjadi leading sector dalam percepatan ranperda ini. Wakil Ketua Fraksi PKS Asmui Lubis menuturkan, payung hukum ini sudah sangat dinanti oleh masyarakat Kota Medan. “Dalam reses saya juga keluhan seperti ini pernah terungkap. Tak terlepas dari keberagaman agama yang ada di Kota Medan, hal ini perlu diatur sedemikian sesuai peraturan perundangan dan kaidah hukum Islam,” katanya.

Dia sependapat bahwa perda ini akan menguntungkan semua pihak. “Kita harap masukan dari ormas Islam yang sudah menggalang ini, dengan membuat seminar tidak sia-sia. Apalagi ini juga merupakan gawean dari MUI Kota Medan. Dan sudah disampaikan cukup lama. Perda ini juga sudah lama dan dinanti warga Medan,” pungkasnya. (prn/ila)

TANPA IZIN EDAR: Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Bandarlampung menyita ratusan produk impor tanpa izin edar (TIE) dalam inspeksi mendadak (sidak) di sejumlah supermarket belum lama ini

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Produk makanan halal dan nonhalal yang beredar di pusat perbelanjaan atau swalayan di Kota Medan, selama ini dijual secara  bercampur. Namun, ke depannya, melalui Peraturan Daerah Kota Medan tentang Produk Halal dan Higienis, akan diatur secara komprehensif dan pengawasannya akan lebih ditingkatkan.

Ketua Pansus Ranperda Produk Halal dan Higienis DPRD Medan, Rajuddin Sagala mengatakan, perda dimaksud akan melindungi semua pihak, tidak hanya umat Islam di Kota Medan. “Selama ini yang kita amati, makanan maupun minuman yang beredar di plaza-plaza masih bercampur antara halal dan nonhalal. Jadi dengan adanya perda ini nanti, semua pihak menjadi terlindungi. Terutama bagi umat Muslim Kota Medan,” katanya kepada wartawan, di gedung dewan, Selasa (17/1).

Dia menjelaskan, dalam payung hukum yang mulai dibahas minggu depan itu, pengklasifikasian produk halal dan nonhalal ini akan dipertegas. Nantinya, di setiap plaza atau pusat perbelanjaan, akan dibuat tempat khusus makanan halal dan makanan nonhalal serta produk-produk lainnya.

“Jadi untuk produk yang nonhalal pun, kami rasa dagangannya akan semakin laris. Karena pembeli sudah langsung tahu di mana letaknya. Begitupun bagi umat Muslim, tidak terkecoh lagi dengan produk-produk yang nonhalal,” ungkap politisi PKS itu.

Pihaknya tidak menampik bahwa pusat perbelanjaan seperti Thamrin Plaza, Palladium dan Ringroad City Walk (RCW), masih terdapat produk makanan tanpa label halal. “Meskipun itu makanan kaleng, ada kita lihat seperti di RCW bergabung dengan makanan halal. Jadi ini yang paling penting akan kita klasifikasikan. Sehingga calon pembeli langsung tahu, mana produk yang cocok dia konsumsi,” tuturnya.

Selanjutnya, lanjut Rajuddin, dalam payung hukum ini juga akan memprioritaskan tempat-tempat pemotongan daging hewan. Yakni, harus mendapatkan sertifikat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan. “Kita berharap ke depan, jangan lagi pemotongan daging kambing, sapi, ayam dan bebek tidak dipotong sesuai syariat. Sehingga masyarakat juga yakin ketika membeli daging-daging itu di pasar tradisional,” katanya.

Anggota Komisi A DPRD Medan ini menambahkan, selain pentingnya sertifikat MUI terhadap pemotongan daging tersebut, di pasar tradisional juga nantinya akan dibuat zona antara daging halal dan nonhalal. “Termasuk untuk tukang potongnya, kita sarankan akan mendapat pemahaman dari MUI bagaimana memotong sesuai kaidah. Jadi kalau ada masyarakat yang ingin potong langsung di sana, sudah tidak ragu lagi tukang potongnya,” sebut dia.

Dengan demikian, masyarakat akan semakin yakin ketika berbelanja di pasar tersebut. “Dan juga akan memajukan pasar-pasar tradisional kita. Kami juga akan berkoordinasi dengan PD Rumah Potong Hewan, MUI dalam hal ini. Perda yang ada akan disesuaikan dengan program-program lintas sektoral dan mendapat masukan serta kritikan,” katanya.

Dalam perda itu nantinya juga akan diatur sanksi terhadap pelaku-pelaku yang terkait. “Mulai dari sanksi teguran, tertulis hingga pelatihan. Jika itu pun masih dilanggar, maka ada sanksi hukum,” katanya.

Bahkan, s aturan itu akan mengikat pimpinan sampai petugas lapangan ataupun karyawan. “Jadi seperti itulah fokusnya. Dan nanti tetap kita tampung saran-saran dari berbagai pihak, seperti Balai POM, Dinkes, Kemenag dan lain sebagainya,” tambah dia.

Diketahui, Fraksi PKS DPRD Medan menjadi leading sector dalam percepatan ranperda ini. Wakil Ketua Fraksi PKS Asmui Lubis menuturkan, payung hukum ini sudah sangat dinanti oleh masyarakat Kota Medan. “Dalam reses saya juga keluhan seperti ini pernah terungkap. Tak terlepas dari keberagaman agama yang ada di Kota Medan, hal ini perlu diatur sedemikian sesuai peraturan perundangan dan kaidah hukum Islam,” katanya.

Dia sependapat bahwa perda ini akan menguntungkan semua pihak. “Kita harap masukan dari ormas Islam yang sudah menggalang ini, dengan membuat seminar tidak sia-sia. Apalagi ini juga merupakan gawean dari MUI Kota Medan. Dan sudah disampaikan cukup lama. Perda ini juga sudah lama dan dinanti warga Medan,” pungkasnya. (prn/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/