SUMUTPOS.CO – SEBULAN berlalu, proyek pengaspalan Jalan Tigapanah-Kabanjahe masih “jalan di tempat. Warga ngotot minta ganti rugi lahan Rp1,5 juta/meter, sedang Kementerian PU melalui Direktorat Jendral Bina Marga Balai Besar Medan mengaku tak memiliki anggaran. Alhasil, kini jalan tersebut dibiarkan terbengkalai.
Camat Tigapanah Data Martina yang dikonfirmasi Sumut Pos, Rabu (29/3) siang, mengaku belum menemukan solusi apa pun atas persoalan ini. “Masalahnya masih sama soal pembebasan lahan, warga tetap minta ganti rugi Rp1, 5 juta/meter. Sementara anggaran untuk ganti rugi tersebut tidak ada,” katanya mengawali pembicaraan.
Diakui Data, pembangunan saluran drainase pembuangan limbah ke sungai Laudah memang harus melewati sebagian lahan (ladang) milik warga sekitar. Di sinilah masalahnya, warga tak mengijinkan saluran drainase tersebut dibangun di atas lahannya tanpa ganti rugi. “Beberapa waktu lalu, kita sudah melakukan mediasi dengan warga pemilik lahan, tapi tak membuahkan hasil. Warga tetap ngotot, sedang uang untuk ganti rugi tak ada,” ungkapnya.
Meski masih menemui jalan buntu, namun Data mengaku pihaknya tetap berupaya dengan melakukan pendekatan pada warga sekitar. “Kita sudah berusaha melakukan pendekatan dan sosialisasi. Kita berharap terbukalah hati mereka, karena pembangunan jalan itu adalah untuk kepentingan umum,” harapnya.
Lalu bagaimana jika warga tetap berkeras, apakah pembangunan jalan tersebut dibatalkan? Ditanya begitu, Data menegaskan pengaspalan jalan akan tetap dilakukan. “Jalan ini akan tetap dibangun, saat ini kita masih terus berupaya,” tandasnya.
Hal senada juga dikatakan Samudera Pinem, mewakili pihak Direktorat Jendral Bina Marga Balai Besar Medan. Dia mengaku, pengaspalan terpaksa dihentikan karena terhambat masalah pembebasan lahan. Diakui Pinem, sebenarnya pihaknya bisa saja melanjutkan pengaspalan, namun hal itu dikawatirkan akan percuma jika tak dilengkapi adanya drainase pembuangan air. Karena sesuai dengan perencanaan, jalan tersebut akan ditinggikan 30 cm. Alhasil, jika tak ada drainase pembuangan air di kedua sisi jalan. Dipastikan saat hujan turun, air akan tergenang di rumah warga yang berdiri di pinggir jalan.
Hal itu pasti terjadi karena jalan akan lebih tinggi dari rumah warga. Hal ini makin rumit karena saluran drainase di kedua sisi jalan tak bisa diperlebar karena bakal “memakan” tanah milik warga. Untuk mengatasi masalah itu, pembangunan saluran pembuangan air adalah hal yang wajib. “Kami masih menunggu kebijakan dari Pemkab Karo untuk mengatasi masalah ini,” tandas Pinem.
Seperti diketahui, sebulan lalu pihak Kementerian PU sudah menimbun jalan kurang lebih sepajang 20 meter yang rusak parah di Km 80. Saluran drainase di kedua sisi jalan juga sudah dikorek. Tapi karena terkendala masalah ganti rugi, pihak kontraktor terpaksa menghentikan pekerjaannya. (deo/han)