26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Terdakwa Tersenyum Divonis Ringan

Foto: BAGUS S PUTRA/SUMUT POS
VONIS: Tiga terdakwa Tiandi Lukman, Hendro Gunawan, dan Rudi Nasution saat menjalani sidang di PN Medan dengan agenda vonis.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, memvonis ringan terhadap terdakwa Tiandi Lukman dengan hukuman selama 32 bulan penjara. Terdakwa yang merupakan pemilik PT Jasa Sumatera Travelindo, terbukti bersalah melakukan tindak pidana perpajakan atau penggelapan pajak.

Selain itu, Lukman juga divonis untuk membayar denda Rp20 miliar lebih, subsidair satu tahun 6 bulan kurungan. Atas vonis itu, terdakwa tampak senang dan tersenyum. Sidang ini berlangsung dari sore hingga malam pada Rabu (22/11).

“Menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa Tiandi Lukman selama dua tahun delapan bulan penjara, dan membayar denda Rp20 miliar lebih, subsidair satu tahun enam bulan kurungan,” tutur majelis hakim yang diketuai Marsudin Nainggolan di Ruang Cakra I PN Medan.

Selain Tiandi, hakim Marsudin yang menjabat sebagai Ketua PN Medan itu, juga menghukum terdakwa Hendro Gunawan alias Aheng, selaku Manajer Kantor Konsultan Pajak Adi Dharma Medan, dan Rudi Nasution selaku Direktur PT Putri Windu Semesta.

Terdakwa Hendro divonis selama 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp20 miliar lebih subsidair satu tahun kurungan, dan Rudi dihukum selama satu tahun 2 bulan penjara tanpa denda. “Perbuatan ketiga terdakwa terbukti melanggar Pasal 39 ayat (1) jo Pasal 43 ayat (1) UU RI No 6 Tahun 1983, sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 16 Tahun 2000 jo UU Nomor 28 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo Pasal 64 ayat (1) jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana,” jelasnya.

Setelah membacakan amar putusan, majelis hakim menanyakan sikap kepada para terdakwa yang didampingi penasehat hukum maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendri Sipahutar. Terdakwa Rudi menerimanya, sedangkan Tiandi dan Hendro menyatakan pikir-pikir.

Hal senada juga disampaikan JPU. “Kita masih pikir-pikir dan akan dikonsultasikan ke pimpinan,” kata Hendri.

Putusan ini lebih rendah dari tuntutan JPU yang menuntut terdakwa Tiandi dan Hendro masing-masing selama 4 tahun penjara, dan membayar denda 2 kali lipat dari Rp40 miliar lebih, yakni Rp81 miliar. Sementara terdakwa Rudi dituntut selama satu tahun 2 bulan penjara dan denda 2 kali lipat dari Rp7 miliar lebih, yakni Rp15 miliar. Dalam kasus ini, satu terdakwa lain, yakni Busra Ridwan alias Busro alias Bustomi, selaku Direktur PT Batanghari Oilindo Palm juga telah diadili.

Dalam dakwaan JPU, pada 2007, terdakwa Tiandi bersama Aheng mendirikan beberapa perusahaan dan membuat faktur pajak berdasarkan transaksi jual beli fiktif yang bertujuan untuk mendapat keuntungan. Mereka menawarkan kepada Busra sebagai direktur pada sebuah perusahaan perdagangan minyak sawit. Dan Busra menyetujuinya. “Atas transaksi faktur pajak fiktif itu, PT Batanghari Oilindo Palm berpotensi menimbulkan kerugian negara sebesar Rp8.572.906.218,” cetus Hendri.

Selanjutnya, Tiandi bersama Hendro juga membuat transaksi fiktif pada PT Permata Witmas Hijau. Transaksi fiktif itu membuat PT Permata Witmas Hijau berpotensi menimbulkan kerugian pendapatan negara sebesar Rp8.198.748.111. “Terdakwa Tiandi bersama Hendro juga membuat transaksi fiktif pada PT Cipta Karya Insani yang berpotensi menimbulkan kerugian pendapatan negara sebesar Rp7.712.596.338, PT Al Ansar Binasawindo Plantation sebesar Rp8.230.964.674, dan PT Putri Windu Semesta sebesar Rp7.958.502.580,” pungkas Hendri. (gus/saz)

 

 

Foto: BAGUS S PUTRA/SUMUT POS
VONIS: Tiga terdakwa Tiandi Lukman, Hendro Gunawan, dan Rudi Nasution saat menjalani sidang di PN Medan dengan agenda vonis.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, memvonis ringan terhadap terdakwa Tiandi Lukman dengan hukuman selama 32 bulan penjara. Terdakwa yang merupakan pemilik PT Jasa Sumatera Travelindo, terbukti bersalah melakukan tindak pidana perpajakan atau penggelapan pajak.

Selain itu, Lukman juga divonis untuk membayar denda Rp20 miliar lebih, subsidair satu tahun 6 bulan kurungan. Atas vonis itu, terdakwa tampak senang dan tersenyum. Sidang ini berlangsung dari sore hingga malam pada Rabu (22/11).

“Menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa Tiandi Lukman selama dua tahun delapan bulan penjara, dan membayar denda Rp20 miliar lebih, subsidair satu tahun enam bulan kurungan,” tutur majelis hakim yang diketuai Marsudin Nainggolan di Ruang Cakra I PN Medan.

Selain Tiandi, hakim Marsudin yang menjabat sebagai Ketua PN Medan itu, juga menghukum terdakwa Hendro Gunawan alias Aheng, selaku Manajer Kantor Konsultan Pajak Adi Dharma Medan, dan Rudi Nasution selaku Direktur PT Putri Windu Semesta.

Terdakwa Hendro divonis selama 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp20 miliar lebih subsidair satu tahun kurungan, dan Rudi dihukum selama satu tahun 2 bulan penjara tanpa denda. “Perbuatan ketiga terdakwa terbukti melanggar Pasal 39 ayat (1) jo Pasal 43 ayat (1) UU RI No 6 Tahun 1983, sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 16 Tahun 2000 jo UU Nomor 28 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo Pasal 64 ayat (1) jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana,” jelasnya.

Setelah membacakan amar putusan, majelis hakim menanyakan sikap kepada para terdakwa yang didampingi penasehat hukum maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendri Sipahutar. Terdakwa Rudi menerimanya, sedangkan Tiandi dan Hendro menyatakan pikir-pikir.

Hal senada juga disampaikan JPU. “Kita masih pikir-pikir dan akan dikonsultasikan ke pimpinan,” kata Hendri.

Putusan ini lebih rendah dari tuntutan JPU yang menuntut terdakwa Tiandi dan Hendro masing-masing selama 4 tahun penjara, dan membayar denda 2 kali lipat dari Rp40 miliar lebih, yakni Rp81 miliar. Sementara terdakwa Rudi dituntut selama satu tahun 2 bulan penjara dan denda 2 kali lipat dari Rp7 miliar lebih, yakni Rp15 miliar. Dalam kasus ini, satu terdakwa lain, yakni Busra Ridwan alias Busro alias Bustomi, selaku Direktur PT Batanghari Oilindo Palm juga telah diadili.

Dalam dakwaan JPU, pada 2007, terdakwa Tiandi bersama Aheng mendirikan beberapa perusahaan dan membuat faktur pajak berdasarkan transaksi jual beli fiktif yang bertujuan untuk mendapat keuntungan. Mereka menawarkan kepada Busra sebagai direktur pada sebuah perusahaan perdagangan minyak sawit. Dan Busra menyetujuinya. “Atas transaksi faktur pajak fiktif itu, PT Batanghari Oilindo Palm berpotensi menimbulkan kerugian negara sebesar Rp8.572.906.218,” cetus Hendri.

Selanjutnya, Tiandi bersama Hendro juga membuat transaksi fiktif pada PT Permata Witmas Hijau. Transaksi fiktif itu membuat PT Permata Witmas Hijau berpotensi menimbulkan kerugian pendapatan negara sebesar Rp8.198.748.111. “Terdakwa Tiandi bersama Hendro juga membuat transaksi fiktif pada PT Cipta Karya Insani yang berpotensi menimbulkan kerugian pendapatan negara sebesar Rp7.712.596.338, PT Al Ansar Binasawindo Plantation sebesar Rp8.230.964.674, dan PT Putri Windu Semesta sebesar Rp7.958.502.580,” pungkas Hendri. (gus/saz)

 

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/