SUMUTPOS.CO – Laba PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN yang turun dalam lima tahun terakhir mendapat sorotan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama, buka suara terkait penurunan laba perusahaan yang terjadi dari US$ 845 juta pada 2013 menjadi sebesar US$ 143 juta di akhir tahun lalu.
Ia menjelaskan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maka menjadi tugas manajemen untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam menyediakan harga gas domestik yang terjangkau bagi industri maupun masyarakat. Salah satu contohnya adalah PGN tidak menaikkan harga pokok penjualan (HPP) gas ke pelanggan, meskipun harga beli gas domestik dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) terus naik.
Dikutip dari data PGN, HPP gas domestik mengalami kenaikan rata-rata sebesar 8 persen pada periode 2013 sampai 2017. Mulai dari US$ 1,58 per MMBTU menjadi US$ 2,17 per MMBTU.
“Beban HPP merupakan porsi terbesar dalam komponen pembentukan harga jual gas bumi, sekitar 60 persen kontribusinya. Namun, naiknya harga beli gas domestik dari produsen atau KKKS tidak diikuti dengan penyesuaian harga jual gas bumi ke pelanggan,” kata Rachmat, Rabu (28/3/2018).
Salah satu contoh harga beli gas yang melonjak sesuai instruksi regulator adalah harga gas dari Conocophilips untuk memenuhi kebutuhan industri di Batam, dari semula US$ 2,6 per MMBTU menjadi US$ 3,5 per MMBTU. PGN tetap membeli gas tersebut meskipun harus menanggung beban sebesar US$ 7,5 juta per tahun.
Sebagai catatan, PGN terakhir kali menyesuaikan harga jual gas bumi pada medio 2012-2013 lalu. Setelah itu, manajemen tidak menaikkan harga gas demi mendukung kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
SUMUTPOS.CO – Laba PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN yang turun dalam lima tahun terakhir mendapat sorotan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama, buka suara terkait penurunan laba perusahaan yang terjadi dari US$ 845 juta pada 2013 menjadi sebesar US$ 143 juta di akhir tahun lalu.
Ia menjelaskan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maka menjadi tugas manajemen untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam menyediakan harga gas domestik yang terjangkau bagi industri maupun masyarakat. Salah satu contohnya adalah PGN tidak menaikkan harga pokok penjualan (HPP) gas ke pelanggan, meskipun harga beli gas domestik dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) terus naik.
Dikutip dari data PGN, HPP gas domestik mengalami kenaikan rata-rata sebesar 8 persen pada periode 2013 sampai 2017. Mulai dari US$ 1,58 per MMBTU menjadi US$ 2,17 per MMBTU.
“Beban HPP merupakan porsi terbesar dalam komponen pembentukan harga jual gas bumi, sekitar 60 persen kontribusinya. Namun, naiknya harga beli gas domestik dari produsen atau KKKS tidak diikuti dengan penyesuaian harga jual gas bumi ke pelanggan,” kata Rachmat, Rabu (28/3/2018).
Salah satu contoh harga beli gas yang melonjak sesuai instruksi regulator adalah harga gas dari Conocophilips untuk memenuhi kebutuhan industri di Batam, dari semula US$ 2,6 per MMBTU menjadi US$ 3,5 per MMBTU. PGN tetap membeli gas tersebut meskipun harus menanggung beban sebesar US$ 7,5 juta per tahun.
Sebagai catatan, PGN terakhir kali menyesuaikan harga jual gas bumi pada medio 2012-2013 lalu. Setelah itu, manajemen tidak menaikkan harga gas demi mendukung kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.