26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Bawaslu Kaji Substansi Laporan

Anggota Bawaslu Sumut, Herdi Munthe.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatera Utara mengaku sudah mengetahui perihal laporan dugaan pelanggaran kode etik ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), yang disampaikan Tim Advokasi dan Bantuan Hukum Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Eramas) pada Senin (21/5) kemarin. Pun demikian, Bawaslu Sumut terlebih dahulu akan mempelajari substansi laporan dimaksud.

“Iya, kami baca di media online seperti itu. Kita belum tahu apa substansi laporan tersebut,” kata Anggota Bawaslu Sumut, Herdi Munthe saat dikonfirmasi Sumut Pos, Rabu (23/5).

Dijelaskan dia, pada prinsipnya Bawaslu akan menelaah lebih lanjut dan seksama isi laporan dugaan kode etik yang disangkakan pihak pasangan calon nomor urut satu tersebut. “Iya betul. Karena kami belum tau apa substansi laporannya,” ujar Herdi lagi.

Pria berlatarbelakang pengacara ini pun bilang, pihaknya belum memahami betul tuntutan pendemo dari organisasi masyarakat Islam atas surat edaran yang dikeluarkan Bawaslu sebelumnya. Dimana meminta agar surat dimaksud segera dicabut, sebab menjadi gejolak sosial dan keresahan di tengah masyarakat.

“Surat mana yang minta dicabut?” tanya dia melalui aplikasi WhatsApp. Sayang, saat dijawab Sumut Pos kemungkinan surat edaran pertama yang dimaksud oleh massa ormas Islam agar segera dicabut, Herdi tidak mau menjelaskan lebih lanjut.

Diketahui, adapun surat edaran pertama Bawaslu yang beredar via media sosial facebook bernomor B-1601/K.Bawaslu-Prov.SU/PM.00.01/05/2018. Surat yang diklaim kesepakatan antarstakeholder tersebut, salah satunya menerangkan imbauan kepada pasangan calon, tim pemenangan dan relawan tidak boleh bersedekah, berinfak, ceramah di rumah ibadah. Akibatnya, surat itu pun menuai kontroversi dan polemik ditengah masyarakat. Bahkan sejumlah ormas Islam Sumut bereaksi keras menentang surat itu dengan melakukan aksi unjuk rasa ke kantor Bawaslu Sumut, Senin (21/5).

Menyikapi hal ini, Ketua Departemen Dalam Negeri DPP Partai Demokrat, Abdullah Rasyid justru menilai surat kedua Bawaslu bernomor B-1805/K.Bawaslu-Prov.SU/PM.00.01/05/2018 perihal imbauan pada surat edaran pertama tak jauh berbeda isinya. Dia mengaku heran dengan landasan berpikir Bawaslu yang menerbitkan surat edaran tersebut. “Bawaslu Sumut sudah membuat batasan terhadap sebagian pihak beragama pada bulan suci Ramadan,” katanya.

Anggota Bawaslu Sumut, Herdi Munthe.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatera Utara mengaku sudah mengetahui perihal laporan dugaan pelanggaran kode etik ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), yang disampaikan Tim Advokasi dan Bantuan Hukum Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Eramas) pada Senin (21/5) kemarin. Pun demikian, Bawaslu Sumut terlebih dahulu akan mempelajari substansi laporan dimaksud.

“Iya, kami baca di media online seperti itu. Kita belum tahu apa substansi laporan tersebut,” kata Anggota Bawaslu Sumut, Herdi Munthe saat dikonfirmasi Sumut Pos, Rabu (23/5).

Dijelaskan dia, pada prinsipnya Bawaslu akan menelaah lebih lanjut dan seksama isi laporan dugaan kode etik yang disangkakan pihak pasangan calon nomor urut satu tersebut. “Iya betul. Karena kami belum tau apa substansi laporannya,” ujar Herdi lagi.

Pria berlatarbelakang pengacara ini pun bilang, pihaknya belum memahami betul tuntutan pendemo dari organisasi masyarakat Islam atas surat edaran yang dikeluarkan Bawaslu sebelumnya. Dimana meminta agar surat dimaksud segera dicabut, sebab menjadi gejolak sosial dan keresahan di tengah masyarakat.

“Surat mana yang minta dicabut?” tanya dia melalui aplikasi WhatsApp. Sayang, saat dijawab Sumut Pos kemungkinan surat edaran pertama yang dimaksud oleh massa ormas Islam agar segera dicabut, Herdi tidak mau menjelaskan lebih lanjut.

Diketahui, adapun surat edaran pertama Bawaslu yang beredar via media sosial facebook bernomor B-1601/K.Bawaslu-Prov.SU/PM.00.01/05/2018. Surat yang diklaim kesepakatan antarstakeholder tersebut, salah satunya menerangkan imbauan kepada pasangan calon, tim pemenangan dan relawan tidak boleh bersedekah, berinfak, ceramah di rumah ibadah. Akibatnya, surat itu pun menuai kontroversi dan polemik ditengah masyarakat. Bahkan sejumlah ormas Islam Sumut bereaksi keras menentang surat itu dengan melakukan aksi unjuk rasa ke kantor Bawaslu Sumut, Senin (21/5).

Menyikapi hal ini, Ketua Departemen Dalam Negeri DPP Partai Demokrat, Abdullah Rasyid justru menilai surat kedua Bawaslu bernomor B-1805/K.Bawaslu-Prov.SU/PM.00.01/05/2018 perihal imbauan pada surat edaran pertama tak jauh berbeda isinya. Dia mengaku heran dengan landasan berpikir Bawaslu yang menerbitkan surat edaran tersebut. “Bawaslu Sumut sudah membuat batasan terhadap sebagian pihak beragama pada bulan suci Ramadan,” katanya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/