26 C
Medan
Monday, December 30, 2024
spot_img

Sedih, Tak Sempat Belikan Alquran

Dika Ferdian (kanan) semasa hidup. Jenazah Dika bersama ayah dan saudaranya yang merupakan korban KM Sinar Bangun, belum juga ditemukan.

SUMUTPOS.CO – Wajah Riyan Affandi tampak masih kuyu. Dia kehilangan semangat hidup setelah ayah, ibu, serta lima anggota keluarganya berjumlah 7 orang, menjadi korban tragedi tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba, jurusan Simanindo (Samosir)-Tigaras (Simalungun) pada Senin lalu (18/6) sekitar pukul 17.30 WIB.

Saat ditemui Sumut Pos di kediamannya, Jalan Gunung Bendahara, Lingkungan I, Kelurahan Pujidadi, Binjai Selatan, Minggu (1/7), sulung dari lima bersaudara itu mengenakan kemeja biru dipadu celana panjang jeans hitam.

Sambil mengenang adik bungsunya, Dika Ferdian yang duduk di Sekolah dasar kelas 4, air mata Riyan tak terbendung. Dia mengenang saat berkomunikasi melalui telepon selular dengan Dika. Fandi yang lebih sering menetap di Sibolga itu kerap ditanya oleh Dika tentang kapan pulang ke Kota Rambutan.”Bang Fandi kapan pulang kemari (Binjai), adik kangenlah,” ujar Fandi menirukan ucapan Dika.

Komunikasi tersebut dilakukan sebelum puasa pertama. “Pas sebelum puasa saya akhirnya pulang, sekitar 20 hari sebelum puasa. Jumpa sama keluarga. Dua malam saja kemudian pulang lagi ke Sibolga,” kenangnya.

Fandi ingat saat Dika meminta dibelikan AlQuran yang pakai terjemahannya. Saat itu, Riyan di Sibolga. Sayangnya, permintaan Dika tak terpenuhi Fandi. “Itulah sedihnya, enggak sempat terbelikan,” kenangnya sedih.

Fandi juga meyakini, perangkat Remotely Operated Vehicle (ROV) yang menyalami Danau Toba hingga sukses mengidentifikasi sejumlah sepedamotor, hingga seorang jasad bocah terbujur kaku mengenakan jaket merah itu adalah bungsunya, Dika Ferdian.

Pasca kejadian, dia langsung berangkat ke Posko Pelabuhan Tigaras, saat jasad ibundanya Fahriyanti ditemukan, Fandi sudah berada di posko utama tersebut.

“Secara kasat mata, saya yakin itu (memang) adik saya. Persis sekali itu dia adik (Dika) saya yang paling kecil,” ujarnya.

Dia mengaku, keluarga sederhana mereka memang kerap berwisata setiap libur hari besar. Bagi dia, sang ayah, Burhanuddin kerap mengajak anak-anaknya liburan.

Fandi selamat dari kejadian nahas tersebut lantaran 3 bulan belakangan sebelum terjadi, bekerja sebagai tukang stiker di Sibolga. Kali terakhir berkomunikasi dengan keluarga, ingat Fandi, pada hari Raya Idul Fitri 1439 Hijriah pertama, Jum’at 15 Juni 2018.

Dika Ferdian (kanan) semasa hidup. Jenazah Dika bersama ayah dan saudaranya yang merupakan korban KM Sinar Bangun, belum juga ditemukan.

SUMUTPOS.CO – Wajah Riyan Affandi tampak masih kuyu. Dia kehilangan semangat hidup setelah ayah, ibu, serta lima anggota keluarganya berjumlah 7 orang, menjadi korban tragedi tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba, jurusan Simanindo (Samosir)-Tigaras (Simalungun) pada Senin lalu (18/6) sekitar pukul 17.30 WIB.

Saat ditemui Sumut Pos di kediamannya, Jalan Gunung Bendahara, Lingkungan I, Kelurahan Pujidadi, Binjai Selatan, Minggu (1/7), sulung dari lima bersaudara itu mengenakan kemeja biru dipadu celana panjang jeans hitam.

Sambil mengenang adik bungsunya, Dika Ferdian yang duduk di Sekolah dasar kelas 4, air mata Riyan tak terbendung. Dia mengenang saat berkomunikasi melalui telepon selular dengan Dika. Fandi yang lebih sering menetap di Sibolga itu kerap ditanya oleh Dika tentang kapan pulang ke Kota Rambutan.”Bang Fandi kapan pulang kemari (Binjai), adik kangenlah,” ujar Fandi menirukan ucapan Dika.

Komunikasi tersebut dilakukan sebelum puasa pertama. “Pas sebelum puasa saya akhirnya pulang, sekitar 20 hari sebelum puasa. Jumpa sama keluarga. Dua malam saja kemudian pulang lagi ke Sibolga,” kenangnya.

Fandi ingat saat Dika meminta dibelikan AlQuran yang pakai terjemahannya. Saat itu, Riyan di Sibolga. Sayangnya, permintaan Dika tak terpenuhi Fandi. “Itulah sedihnya, enggak sempat terbelikan,” kenangnya sedih.

Fandi juga meyakini, perangkat Remotely Operated Vehicle (ROV) yang menyalami Danau Toba hingga sukses mengidentifikasi sejumlah sepedamotor, hingga seorang jasad bocah terbujur kaku mengenakan jaket merah itu adalah bungsunya, Dika Ferdian.

Pasca kejadian, dia langsung berangkat ke Posko Pelabuhan Tigaras, saat jasad ibundanya Fahriyanti ditemukan, Fandi sudah berada di posko utama tersebut.

“Secara kasat mata, saya yakin itu (memang) adik saya. Persis sekali itu dia adik (Dika) saya yang paling kecil,” ujarnya.

Dia mengaku, keluarga sederhana mereka memang kerap berwisata setiap libur hari besar. Bagi dia, sang ayah, Burhanuddin kerap mengajak anak-anaknya liburan.

Fandi selamat dari kejadian nahas tersebut lantaran 3 bulan belakangan sebelum terjadi, bekerja sebagai tukang stiker di Sibolga. Kali terakhir berkomunikasi dengan keluarga, ingat Fandi, pada hari Raya Idul Fitri 1439 Hijriah pertama, Jum’at 15 Juni 2018.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/