26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Mafia Tanah Kuasai Eks Kebun Helvetia PTPN II

.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rumah dinas asisten eks Perkebunan Helvetia PTPN II yang berada di Jalan Veteran, Desa Manunggal, Kecamatan Labuhandeli telah dikuasai mafia tanah.

Pasalnya, rumah yang sebelumnya juga klinik PTPN II dengan luas tanah 40 meter dan panjang 80 meter merupakan milik negara, telah beralih fungsi milik pribadi dengan dikeluarkan surat keterangan tanah (SKT) Desa Manunggal tahun 2003.

Ketua Himpunan Penggarap Pengusahaan Lahan Kosong Negara (HPPLKN), Syaifal Bahri, Minggu (10/2), mengatakan, tanah seluas 193,94 hektare Kebun Helvetia PTPN II berdasarkan SK BPN RI No. 42 Tahun 2002 adalah tanah negara yang kebijakannya diserahkan kepada Gubernur Sumatera Utara dan Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996 tentang rumah dan tanaman menjadi milik pemerintah.

Artinya, rumah dinas eks asisten PTPN II masuk dalam SK BPN RI No 42 Tahun 2002 kini statusnya telah dikuasai mafia. Ia menilai, mafia telah merampas dan menguasai tanah negara dengan memakai tangan mantan Kades Manunggal dan pejabat di Perkebunan Helvetia.

Selain itu, mafia telah menggangu ketentraman masyarakat yang mendiami lahan negara. Preman bayaran telah merusak spanduk bertuliskan aspirasi masyarakat di rumah dinas eks PTPN II yang dipajang oleh masyarakat. Bila peran mafian dibiarkan, maka menimbulkan gejolak yang mengganggu kamtibmas di Labuhandeli.

“Aset itu sudah jelas milik negara, kenapa bisa beralih fungsi. Mafia secara licik ingin menguasai lahan itu untuk kepentingan bisnis. Kita sudah cari tahu, ternyata mafia yang ingin merampas tanah negara merupakan pemilik hotel ternama di Medan. Dia (mafia) telah membayar preman untuk buat keonaran disini,” beber Syaifal.

Aktivis petani ini juga menyayangkan sikap mantan Kades Manunggal yang kini juga calon legislatif, telah mengeluarkan SKT bodong. Selain itu juga, peralihan aset negara turut melibatkan beberapa pejabat di PTPN II. Untuk itu, pihaknya mendesak penegak hukum untuk membongkar sindikat mafia tanah yang telah merampas eks BUMN tersebut.

“Kita punya bukti kuat SKT bodong yang dikeluarkan mantan kades. Kita juga siap tunjukkan itu kepada Bapak Kapolda, apalagi sekarang mafia sudah memakai tangan preman sudah meresahkan, kepada Bapak Kapolda untuk segera bertindak. Kami rakyat kecil tetap mendukung Bapak Kapolda untuk memberantas mafia tanah,” ucap Syaifal.

Selama ini, kata pria berusia 53 tahun ini, lahan negara yang digarap oleh masyarakat memiliki kekuatan hukum, diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang pembagian tanah negara untuk rakyat dan maklumat Presiden Abdulrahman Wahid untuk memberikan kepada rakyat untuk mengelola tanah negara.

“Kami hadir di lahan ini memiliki dasar hukum, jadi tidak ada kapasitas mafia merampas tanah negara. Kita tahu, sudah beberapa mafia tanah terseret hukum, kami ingin Bapak Kapolda tangkap seluruh mafia tanah di Sumatera Utara khususnya di Labuhandeli,” ungkap Syaifal.

Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan, menegaskan, peralihan aset negara untuk pererorangan adalah pelanggaran hukum. Untuk itu, kepada penegak hukum harus menindaklanjuti dan mengusut perampasan hak negara oleh mafia.

“Ini sudah jelas peralihan fungsi melanggar hukum, adanya informasi di media masaa, polisi sudah bertindak untuk mengusut ini,” ungkap Sutrisno.

Apalagi kasus perampasan aset negara oleh mafia tanah itu, kata Ketua Komisi D DPRD Sumut ini, telah menimbulkan ancaman dan intimidasi kepada masyarakat. (fac/ila)

tidak ada alasan penegak hukum untuk bungkam. Oleh karena itu, masyarakat harus melaporkan ancaman yang diterima kepada pihak berwajib.

“Kita negara hukum, jangan segampang itu mafia mengintimidasi masyarakat pakai preman. Kita minta penegak hukum harus tegas. Kita minta kepada masyarakat atas intimidasi dan ancaman serta bukti tentang SKT bodong, dapat melaporkan juga ke Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut,” pugkas Sutrisno. (fac/ila)

.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rumah dinas asisten eks Perkebunan Helvetia PTPN II yang berada di Jalan Veteran, Desa Manunggal, Kecamatan Labuhandeli telah dikuasai mafia tanah.

Pasalnya, rumah yang sebelumnya juga klinik PTPN II dengan luas tanah 40 meter dan panjang 80 meter merupakan milik negara, telah beralih fungsi milik pribadi dengan dikeluarkan surat keterangan tanah (SKT) Desa Manunggal tahun 2003.

Ketua Himpunan Penggarap Pengusahaan Lahan Kosong Negara (HPPLKN), Syaifal Bahri, Minggu (10/2), mengatakan, tanah seluas 193,94 hektare Kebun Helvetia PTPN II berdasarkan SK BPN RI No. 42 Tahun 2002 adalah tanah negara yang kebijakannya diserahkan kepada Gubernur Sumatera Utara dan Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996 tentang rumah dan tanaman menjadi milik pemerintah.

Artinya, rumah dinas eks asisten PTPN II masuk dalam SK BPN RI No 42 Tahun 2002 kini statusnya telah dikuasai mafia. Ia menilai, mafia telah merampas dan menguasai tanah negara dengan memakai tangan mantan Kades Manunggal dan pejabat di Perkebunan Helvetia.

Selain itu, mafia telah menggangu ketentraman masyarakat yang mendiami lahan negara. Preman bayaran telah merusak spanduk bertuliskan aspirasi masyarakat di rumah dinas eks PTPN II yang dipajang oleh masyarakat. Bila peran mafian dibiarkan, maka menimbulkan gejolak yang mengganggu kamtibmas di Labuhandeli.

“Aset itu sudah jelas milik negara, kenapa bisa beralih fungsi. Mafia secara licik ingin menguasai lahan itu untuk kepentingan bisnis. Kita sudah cari tahu, ternyata mafia yang ingin merampas tanah negara merupakan pemilik hotel ternama di Medan. Dia (mafia) telah membayar preman untuk buat keonaran disini,” beber Syaifal.

Aktivis petani ini juga menyayangkan sikap mantan Kades Manunggal yang kini juga calon legislatif, telah mengeluarkan SKT bodong. Selain itu juga, peralihan aset negara turut melibatkan beberapa pejabat di PTPN II. Untuk itu, pihaknya mendesak penegak hukum untuk membongkar sindikat mafia tanah yang telah merampas eks BUMN tersebut.

“Kita punya bukti kuat SKT bodong yang dikeluarkan mantan kades. Kita juga siap tunjukkan itu kepada Bapak Kapolda, apalagi sekarang mafia sudah memakai tangan preman sudah meresahkan, kepada Bapak Kapolda untuk segera bertindak. Kami rakyat kecil tetap mendukung Bapak Kapolda untuk memberantas mafia tanah,” ucap Syaifal.

Selama ini, kata pria berusia 53 tahun ini, lahan negara yang digarap oleh masyarakat memiliki kekuatan hukum, diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang pembagian tanah negara untuk rakyat dan maklumat Presiden Abdulrahman Wahid untuk memberikan kepada rakyat untuk mengelola tanah negara.

“Kami hadir di lahan ini memiliki dasar hukum, jadi tidak ada kapasitas mafia merampas tanah negara. Kita tahu, sudah beberapa mafia tanah terseret hukum, kami ingin Bapak Kapolda tangkap seluruh mafia tanah di Sumatera Utara khususnya di Labuhandeli,” ungkap Syaifal.

Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan, menegaskan, peralihan aset negara untuk pererorangan adalah pelanggaran hukum. Untuk itu, kepada penegak hukum harus menindaklanjuti dan mengusut perampasan hak negara oleh mafia.

“Ini sudah jelas peralihan fungsi melanggar hukum, adanya informasi di media masaa, polisi sudah bertindak untuk mengusut ini,” ungkap Sutrisno.

Apalagi kasus perampasan aset negara oleh mafia tanah itu, kata Ketua Komisi D DPRD Sumut ini, telah menimbulkan ancaman dan intimidasi kepada masyarakat. (fac/ila)

tidak ada alasan penegak hukum untuk bungkam. Oleh karena itu, masyarakat harus melaporkan ancaman yang diterima kepada pihak berwajib.

“Kita negara hukum, jangan segampang itu mafia mengintimidasi masyarakat pakai preman. Kita minta penegak hukum harus tegas. Kita minta kepada masyarakat atas intimidasi dan ancaman serta bukti tentang SKT bodong, dapat melaporkan juga ke Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut,” pugkas Sutrisno. (fac/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/