MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Abdul Latief (54) dengan pidana selama 3 tahun 6 bulan penjara. Bos LJ Hotel ini, dinyatakan bersalah melakukan penipuan Rp4,5 miliar, dalam sidang di ruang Cakra 3 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (11/5).
Dalam nota tuntutan yang dibacakan JPU Febrina Sebayang, terdakwa Abdul Latief terbukti melanggar Pasal 378 KUHPidana. “Meminta kepada majelis hakim yang menyidangkan, menuntut terdakwa Abdul Latief dengan pidana 3 tahun 6 bulan penjara,” ucapnya dihadapan hakim ketua Erintuah Damanik.
Menurut JPU, hal yang memberatkan perbuatan terdakwa telah merugikan korban secara materil.”Sedangkan yang meringankan terdakwa bersikap sopan,” katanya.
Usai pembacaan tuntutan, majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda pembelaan (pledoi) terdakwa.
Mengutip surat dakwaan, bermula saat saksi korban, Tatarjo berniat untuk menjual tanah dan bangunan miliknya di Jalan Perintis Kemerdekaan Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur. Melalui Siswanto Thio dan Asen, korban akhirnya diperkenalkan dengan terdakwa Abdul Latief yang mengaku profesional dalam mengelola perhotelan.
Terdakwa kemudian mengutarakan niatnya untuk menyewa tanah dan bangunan milik korban. Selanjutnya, terjadi pertemuan dan perbincangan antara korban serta terdakwa membahas tentang sewa tanah di kantor usaha Siswanto Thio pada tahun 2017 silam.
Dalam pertemuan itu, terdakwa meyakinkan korban bahwa dia memiliki usaha perhotelan, mempunyai jual beli permata dan tabungan di Swiss hingga keuntungan miliaran rupiah. Korban mulai tertarik oleh rayuan terdakwa, hingga menyatakan sistem persewaan tersebut.
Setelah pertemuan tersebut, korban dan terdakwa membuat kesepakatan sewa-menyewa tanah serta bangunan di kantor notaris dalam suatu perjanjian Nomor 2 tanggal 2 Agustus 2017. Mereka sepakat kalau dalam isi perjanjian kontrak selama 8 tahun, terhitung 2017 hingga 2025 yang dilakukan dengan 8 tahap pembayaran.
Terdakwa selanjutnya, melakukan pembayaran sewa pertama pada Juli 2017 sebesar Rp200 juta. Hingga bulan keenam, terdakwa masih lancar membayar sewa dengan jumlah bervariasi.
Setelah itu, terdakwa tidak lagi ada membayar uang sewa kepada korban dengan alasan tagihan konsumen belum banyak ditagih. Terdakwa tidak pernah lagi membayar uang sewa tanah dan bangunan sejak Januari 2018. Sampai dengan laporan ini dibuat pada Desember 2018, korban mengalami kerugian sebesar Rp4,5 miliar. (mas/btr)