MEDAN, SUMUTPOS.CO – TUNJANGAN Hari Raya (THR) merupakan hak bagi setiap karyawan jelang hari raya keagamaan. Lalu bagaimana jika karyawan resign 1 bulan sebelum lebaran, apakah dapat THR?
Menurut peraturan perundang-undangan, kebijakan THR ini dibagi berdasarkan status karyawan, yakni karyawan dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak dan karyawan dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) atau karyawan tetap.
Bagi karyawan tetap yang resgin satu bulan sebelum lebaran, peraturan THR mengacu pada Pasal 7 Permenaker No 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) disebutkan, pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjiann
kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) dan mengalami pemutusan hubungan kerja terhitung sejak 30 hari sebelum Hari Raya, berhak mendapatkan THR.
Dari sana bisa disimpulkan bahwa jika karyawan mengalami putus hubungan kerja maksimal 30 hari sebelum lebaran, maka dia berhak mendapatkan THR. Namun jika resign 31 hari atau lebih sebelum lebaran, THR tidak wajib dibayarkan.
Peraturan berbeda dikenakan bagi karyawan berstatus PKWT atau kontrak. Dalam pemberian THR, karyawan jenis ini mengacu pada pasal 7 ayat 3 permenaker yang sama dengan penjelasan sebagai berikut. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu yang berakhir sebelum hari raya keagamaan.
Mengacu pada pasal tersebut maka PKWT atau karyawan kontrak hanya akan memperoleh THR apabila masa kerjanya melewati hari raya Idulfitri. Walaupun karyawan yang bersangkutan resign satu pekan sebelum lebaran, perusahaan tetap tidak wajib membayarkan THR.
Untuk diketahui THR merupakan pendapatan nonupah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha/pemberi kerja kepada pekerja atau keluarga menjelang hari raya keagamaan. Pengusaha wajib memberi THR kepada para pekerja yang telah bekerja minimal selama satu bulan secara terus-menerus atau lebih. THR juga tidak dipengaruhi oleh kinerja atau prestasi karyawan.
Bagi karyawan yang sudah memiliki masa kerja 12 bulan atau lebihTHR akan dihitung berdasarkan besaran upah yang diterima karyawan dalam satu bulan. Jika pekerja baru memiliki masa kerja di bawah 12 bulan maka perusahaan akan menghitungnya secara proporsional.
Sebelumnya, melalui Surat Edaran Nomor M/1/HK.04/IV/2022 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2022 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, Kemnaker memberikan penjelasan terkait pembayaran THR. Disampaikan bahwa pengusaha wajib membayarkan THR kepada para karyawan. Aturan tersebut telah ditandatangani oleh Menaker Ida Fauziyah per 6 April 2022.
Menaker Ida Fauziyah menyampaikan keberhasilan pengendalian pandemi Covid-19 dan cakupan vaksinasi yang tinggi menunjukkan dampak positif terhadap normalisasi aktivitas masyarakat. Dalam konteks ketenagakerjaan, langkah-langkah pemulihan ekonomi nasional yang dilakukan pemerintah semakin memperkuat kelangsungan bekerja dan berusaha serta menurunnya tingkat pengangguran.
“Sehubungan dengan kondisi tersebut, semestinya telah meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi hak-hak pekerja atau buruh termasuk pembayaran THR keagamaan tahun 2022,” kata dia dalam telekonferensi pers, Jumat (8/4).
Dia mengatakan, pemberian THR keagamaan bagi pekerja atau buruh merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan pekerja dan keluarganya dalam merayakan hari raya keagamaan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan serta Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
“Pemberian THR keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja atau buruh. THR keagamaan merupakan pendapatan nonupah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja atau buruh paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan,” tutur dia.
SE ini juga menjelaskan tentang jenis-jenis status pekerja yang berhak atas THR. Mulai dari pekerja PKWT, PKWTT, buruh harian, pekerja rumah tangga, pekerja outsourcing, tenaga honorer, dan lain-lain. (sac)