26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Siap-siap! BBM & Detergen Bakal Kena Cukai

BeaJAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengkaji pengenaan cukai untuk sejumlah komoditas. Diantaranya ialah bahan bakar minyak (BBM) dan detergen.

“Yang sedang kita kaji beberapa konteks ke depan dalam hal pengendalian konsumsi adalah seperti BBM, ban karet dan detergen,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam rapat dengan Bagian Anggaran DPR RI di Jakarta, Rabu (15/6).

Febrio menjelaskan hal tersebut akan dilakukan karena potensi penerimaan negara dari sisi kepabeanan dan cukai masih dapat dioptimalkan melalui ekstensifikasi barang kena cukai (BKC).

Sementara untuk saat ini, Febrio menyebutkan penerimaan cukai masih didominasi oleh hasil tembakau dan baru ada tiga barang yang kena cukai yaitu hasil tembakau, MMEA dan etil alkohol. “Untuk kepabeanan dan cukai ini didominasi oleh penerimaan cukai hasil tembakau. Nah BKC termasuk yang exist adalah hasil tembakau, MMEA dan etil alkohol,” jelas Febrio.

Febrio tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai waktu akan diberlakukannya pengenaan cukai terhadap BBM, ban karet dan detergen ini. Menurutnya, Pemerintah tidak akan gegabah untuk segera mengimplementasikan ekstensifikasi penerapan cukai BBM, ban karet, dan detergen. Dia memperkirakan, paling cepat baru akan dilaksanakan pada tahun 2027. “Kita dalam konteks menimbang-menimbang kiri dan kanan, tapi tentunya dalam lima tahun ke depan, ini rencana jangka menengah panjang. Namanya kajian, bukan kebijakan, jangka pendek paling pendek kan 2023, kalau 2022 sudah jelas sampai akhir tahun,” tegas Febrio.

Sembari mengkaji rencana pengenaan cukai untuk BBM hingga detergen, pemerintah juga terus menyiapkan pengenaan cukai terhadap plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). “Kita melakukan persiapan terus untuk plastik dan juga minuman berpemanis dalam kemasan,” tegas Febrio.

Pihak PT Pertamina (Persero) buka suara merespons wacana cukai BBM. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga SH C&T Irto Ginting mengatakan, hingga saat ini belum ada pembahasan terkait pengenaan cukai pada BBM. Dari informasi yang diterimanya, wacana itu masih kajian internal Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Sampai saat ini belum ada pembahasan dengan Pertamina. Menurut info yang kami dapat, hal tersebut masih merupakan kajian internal Kemenkeu yang penerapannya pasti akan dikoordinasikan dengan para pihak,” paparnya.

Jika benar diterapkan, apakah akan mengerek harga BBM? Irto hanya mengatakan, wacana itu masih kajian. “Ini kan masih kajian. Nanti kita tunggu informasi resminya,” ujarnya.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menjelaskan, cukai selama ini diterapkan untuk komoditas yang menimbulkan kecanduan (addicted) seperti rokok dan alkohol. “Sehingga sangat tidak cocok untuk BBM,” kata dia.

Dia mengatakan, pengenaan cukai akan menaikkan harga jual. Sehingga, harga BBM akan semakin tinggi di tengah kenaikan harga minyak dunia. Hal tersebut akan memicu inflasi dan kemudian berdampak pada daya beli masyarakat. “Kenaikan inflasi menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok naik, yang memperpuruk daya beli,” tambahnya.

Senada, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menuturkan, pengenaan cukai akan berdampak pada harga jual BBM. Menurutnya, hal ini perlu dikaji kembali. “Terkait ini saya kira jika dikenakan cukai akan berdampak terhadap harga. Setelah dibebani pajak maka dengan cukai akan semakin menambah beban bagi masyarakat. Pemerintah saya kira harus berpikir kembali terkait hal ini. Apalagi jika harga minyak dunia sedang tinggi maka menambah beban kembali,” jelasnya.

Dia menambahkan, jika semangatnya pengendalian maka transisi energi harus berjalan dengan baik. Salah satu caranya ialah dengan mendorong penggunaan kendaraan listrik. “Harga kendaraan listrik harus terjangkau. Pemerintah harus membuat kebijakan yang mendukung kemudahan berinvestasi di EV dan populasi EV,” terangnya.

Sementara, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno mengatakan, menerapkan ekstensifikasi cukai di komoditas BBM, deterjen, dan karet ban bisa dipahami. Hal itu tentunya dengan catatan, ada jaminan dari Kemenkeu bahwa tujuan utama penerapan cukai adalah upaya untuk pengendalian, dan bukan instrumen untuk menggenjot pendapatan negara, menurut Agus.

“Jangan menjadikan ekstensifikasi cukai ini sebagai upaya menambal pendapatan karena kurang optimal dalam menggali pendapatan dari sektor pajak,” ujar Agus, dalam pesan singkat yang dikutip dari Liputan6.com.

Dia melanjutkan, cukai BBM, deterjen dan karet ban dalam upaya pengendalian produksi dan konsumsi penting untuk menekan dampak ke lingkungan. “Esensi dari cukai adalah pengendalian, sedangkan pendapatan cukai hanya sebagai bonus ‘pajak dosa’ dari produsen dan konsumen,” katanya.

Selain itu, Dana yang terkumpul dari cukai komoditas tersebut, sebagian harus dikembalikan untuk upaya edukatif, promotif dan preventif. “ Konsumen dan produsen memiliki tanggung jawab untuk mengedepankan pola produksi dan konsumsi berkesinambungan,” jelasnya.

“Kami berharap, penerapan cukai ini hanya masa transisi dari tujuan penggunaan BBM, deterjen dan karet yg ramah lingkungan kedepannya,” tutup Agus. (dtc/lp6/cnbc/adz)

 

BeaJAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengkaji pengenaan cukai untuk sejumlah komoditas. Diantaranya ialah bahan bakar minyak (BBM) dan detergen.

“Yang sedang kita kaji beberapa konteks ke depan dalam hal pengendalian konsumsi adalah seperti BBM, ban karet dan detergen,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam rapat dengan Bagian Anggaran DPR RI di Jakarta, Rabu (15/6).

Febrio menjelaskan hal tersebut akan dilakukan karena potensi penerimaan negara dari sisi kepabeanan dan cukai masih dapat dioptimalkan melalui ekstensifikasi barang kena cukai (BKC).

Sementara untuk saat ini, Febrio menyebutkan penerimaan cukai masih didominasi oleh hasil tembakau dan baru ada tiga barang yang kena cukai yaitu hasil tembakau, MMEA dan etil alkohol. “Untuk kepabeanan dan cukai ini didominasi oleh penerimaan cukai hasil tembakau. Nah BKC termasuk yang exist adalah hasil tembakau, MMEA dan etil alkohol,” jelas Febrio.

Febrio tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai waktu akan diberlakukannya pengenaan cukai terhadap BBM, ban karet dan detergen ini. Menurutnya, Pemerintah tidak akan gegabah untuk segera mengimplementasikan ekstensifikasi penerapan cukai BBM, ban karet, dan detergen. Dia memperkirakan, paling cepat baru akan dilaksanakan pada tahun 2027. “Kita dalam konteks menimbang-menimbang kiri dan kanan, tapi tentunya dalam lima tahun ke depan, ini rencana jangka menengah panjang. Namanya kajian, bukan kebijakan, jangka pendek paling pendek kan 2023, kalau 2022 sudah jelas sampai akhir tahun,” tegas Febrio.

Sembari mengkaji rencana pengenaan cukai untuk BBM hingga detergen, pemerintah juga terus menyiapkan pengenaan cukai terhadap plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). “Kita melakukan persiapan terus untuk plastik dan juga minuman berpemanis dalam kemasan,” tegas Febrio.

Pihak PT Pertamina (Persero) buka suara merespons wacana cukai BBM. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga SH C&T Irto Ginting mengatakan, hingga saat ini belum ada pembahasan terkait pengenaan cukai pada BBM. Dari informasi yang diterimanya, wacana itu masih kajian internal Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Sampai saat ini belum ada pembahasan dengan Pertamina. Menurut info yang kami dapat, hal tersebut masih merupakan kajian internal Kemenkeu yang penerapannya pasti akan dikoordinasikan dengan para pihak,” paparnya.

Jika benar diterapkan, apakah akan mengerek harga BBM? Irto hanya mengatakan, wacana itu masih kajian. “Ini kan masih kajian. Nanti kita tunggu informasi resminya,” ujarnya.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menjelaskan, cukai selama ini diterapkan untuk komoditas yang menimbulkan kecanduan (addicted) seperti rokok dan alkohol. “Sehingga sangat tidak cocok untuk BBM,” kata dia.

Dia mengatakan, pengenaan cukai akan menaikkan harga jual. Sehingga, harga BBM akan semakin tinggi di tengah kenaikan harga minyak dunia. Hal tersebut akan memicu inflasi dan kemudian berdampak pada daya beli masyarakat. “Kenaikan inflasi menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok naik, yang memperpuruk daya beli,” tambahnya.

Senada, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menuturkan, pengenaan cukai akan berdampak pada harga jual BBM. Menurutnya, hal ini perlu dikaji kembali. “Terkait ini saya kira jika dikenakan cukai akan berdampak terhadap harga. Setelah dibebani pajak maka dengan cukai akan semakin menambah beban bagi masyarakat. Pemerintah saya kira harus berpikir kembali terkait hal ini. Apalagi jika harga minyak dunia sedang tinggi maka menambah beban kembali,” jelasnya.

Dia menambahkan, jika semangatnya pengendalian maka transisi energi harus berjalan dengan baik. Salah satu caranya ialah dengan mendorong penggunaan kendaraan listrik. “Harga kendaraan listrik harus terjangkau. Pemerintah harus membuat kebijakan yang mendukung kemudahan berinvestasi di EV dan populasi EV,” terangnya.

Sementara, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno mengatakan, menerapkan ekstensifikasi cukai di komoditas BBM, deterjen, dan karet ban bisa dipahami. Hal itu tentunya dengan catatan, ada jaminan dari Kemenkeu bahwa tujuan utama penerapan cukai adalah upaya untuk pengendalian, dan bukan instrumen untuk menggenjot pendapatan negara, menurut Agus.

“Jangan menjadikan ekstensifikasi cukai ini sebagai upaya menambal pendapatan karena kurang optimal dalam menggali pendapatan dari sektor pajak,” ujar Agus, dalam pesan singkat yang dikutip dari Liputan6.com.

Dia melanjutkan, cukai BBM, deterjen dan karet ban dalam upaya pengendalian produksi dan konsumsi penting untuk menekan dampak ke lingkungan. “Esensi dari cukai adalah pengendalian, sedangkan pendapatan cukai hanya sebagai bonus ‘pajak dosa’ dari produsen dan konsumen,” katanya.

Selain itu, Dana yang terkumpul dari cukai komoditas tersebut, sebagian harus dikembalikan untuk upaya edukatif, promotif dan preventif. “ Konsumen dan produsen memiliki tanggung jawab untuk mengedepankan pola produksi dan konsumsi berkesinambungan,” jelasnya.

“Kami berharap, penerapan cukai ini hanya masa transisi dari tujuan penggunaan BBM, deterjen dan karet yg ramah lingkungan kedepannya,” tutup Agus. (dtc/lp6/cnbc/adz)

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/