22.8 C
Medan
Sunday, January 19, 2025

Kadhafi: Saya Tidak Takut

TRIPOLI-Serangan pasukan koalisi dibawah komando Prancis dan Amerika Serikat tak membuat Muammar Kadhafi gentar. Pimpinan tertinggi di Libya itu malah menantang kekuatan militer negara-negara Barat tersebut.
Dalam pidatonya yang disiarkan di televisi Selasa malam waktu setempat atau pada hari keempat serangan militer, Kadhafi menyatakan kesiapan negaranya untuk berperang.

“Mereka tidak bisa meneror kita. Kita bersenang-senang dengan roket-roket mereka. Rakyat Libya menertawakan roket-roket itu.

Kita akan mengalahkan mereka dengan metode apa pun,” katanya sebagaimana dikutip CNN.
Pidato ini disambut lambaian tangan dan kibaran bendera  hijau kerumunan pendukungnya.

“Kita tidak akan menyerah. Kita akan memenangkan perang ini,” kata Kadhafi.
Perang kali ini disebut Kadhafi sebagai perlawanan terhadap imperialisme, kezaliman. “Saya katakan kepada Anda saya tidak takut.”

Rabu pagi, CNN melaporkan, Selasa malam koalisi melancaran serangan udara di dekat Kota Misrata, di timur Tripoli. Pasukan antipemerintah mengatakan, mereka telah diserang secara intens di kantong mereka di Misrata yang telah dikepung pasukan Kadhafi  selama beberapa minggu dengan empat anak terbunuh hari Selasa.

Sementara itu, Presiden AS Barack Obama, yang akan berada di Washington kemarin setelah mempersingkat lawatannya ke Amerika Latin, mengatakan dia berharap ada kejelasan struktur komando masa depan dari operasi militer sekutu dalam beberapa hari ini. Obama mengatakan telah terjadi penurunan signifikan penerbangan militer AS di atas Libya saat sekutu Barat mencoba untuk membangun zona larangan terbang yang disetujui PBB yang bertujuan melindungi warga sipil Libya.

Ada laporan bahwa pemimpin Libya itu mungkin akan mencari jalan keluar dari konflik itu. Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengatakan kepada ABC News, orang yang dekat dengan Kadhafi  telah menghubungi sekutu Libya di seluruh dunia untuk melihat bagaimana mereka bisa keluar dari masalah ini.

“Kami telah mendengar tentang orang yang dekat dengan Kadhafi  mendekati orang-orang yang mereka kenal di seluruh dunia, di Afrika, Timur Tengah, Eropa, Amerika Utara, di luar itu, dan bertanya tentang apa yang harus dilakukan? Bagaimana agar bisa keluar dari persoalan ini,” kata Clinton.

Clinton menambahkan, “Jika ada oposisi yang sesungguhnya di Libya yang sedang berusaha menegaskan keberadaannya, kami akan memberi mereka kesempatan yang lebih baik dari sebelum Dewan Keamanan bertindak.”

Pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat, Perancis dan Inggris, dan beberapa negara Eropa lainnya serta negara Arab yaitu Qatar, bertindak berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB 1973 yang memberi wewenang untuk melakukan “segala cara yang diperlukan” demi melindungi warga sipil. Di antara anggota koalisi ada koordinasi tetapi tidak ada komando bersama dan ada arah untuk menyerahkan kontrol operasi ke Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), tetapi hal itu telah memecah aliansi tersebut.

Gedung Putih menyatakan, Barack Obama, Presiden Perancis Nicolas Sarkozy, dan Perdana Menteri Inggris David Cameron setuju bahwa NATO harus memainkan peran kunci dalam struktur komando misi Libya. Para duta besar NATO melanjutkan pembicaraan mereka pada  Selasa setelah sesi diskusi yang “sangat sulit” pada Senin yang gagal mengatasi perpecahan mereka. Namun, seorang diplomat mengatakan, mereka sepakat menggunakan kekuatan angkatan laut NATO untuk menegakkan embargo senjata di Libya berdasarkan Resolusi PBB 1973.

Biaya Besar
Misi militer gabungan untuk pemberlakuan zona bebas terbang di Libya diperkirakan bisa menelan 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp9 triliun (kurs Rp9 ribu), jika terus berlangsung dalam hitungan bulan.
Hal ini disampaikan oleh Zack Cooper, analis senior Center for Strategic and Budgetary Assessments. Untuk perkiraan awal, Cooper memprediksikan koalisi membutuhkan 400-800 juta dolar AS untuk memusnahkan sistem pertahanan udara Pemimpin Libya Muamar Khadafi.
“Patroli udara untuk memastikan zona bebas terbang masih berlangsung, akan menelan 30-100 juta dolar AS per pekan,” ujarnya. Sedangkan militer Amerika Serikat (AS), belum memiliki perkiraan sebelum misi dijalankan selama sepekan.

Wajar saja perang di Libya memakan biaya tak kecil. Pasalnya Amerika Serikat dan sekutunya menggunakan peralatan dan senjata tercanggih dengan nilai per unitnya sangat mahal. Sebut saja rudal Tomahawk yang harga perunitnya mencapai Rp18 miliar. Dalam serangan pertama, pasukan koalisi sudah menembahkkan 102 unit. Belum lagi pesawat siluman B2 Spirit, pesawat pembom dengan terknologi paling mutakhir yang dimiliki AS saat ini. Harga per unitnya saja mencapai Rp20 triliun.

Sebagai perbandingan, perang Afghanistan menelan 9 miliar dolar AS per bulan. Padahal AS sedang mengalami defisit anggaran hingga 1,48 triliun dolar AS. Hal inilah yang menyebabkan beberapa pihak di AS mengkritik keputusan Presiden Barack Obama untuk bergabung dengan sekutu yang melaksanakan resolusi Dewan Keamanan PBB.

TRIPOLI-Serangan pasukan koalisi dibawah komando Prancis dan Amerika Serikat tak membuat Muammar Kadhafi gentar. Pimpinan tertinggi di Libya itu malah menantang kekuatan militer negara-negara Barat tersebut.
Dalam pidatonya yang disiarkan di televisi Selasa malam waktu setempat atau pada hari keempat serangan militer, Kadhafi menyatakan kesiapan negaranya untuk berperang.

“Mereka tidak bisa meneror kita. Kita bersenang-senang dengan roket-roket mereka. Rakyat Libya menertawakan roket-roket itu.

Kita akan mengalahkan mereka dengan metode apa pun,” katanya sebagaimana dikutip CNN.
Pidato ini disambut lambaian tangan dan kibaran bendera  hijau kerumunan pendukungnya.

“Kita tidak akan menyerah. Kita akan memenangkan perang ini,” kata Kadhafi.
Perang kali ini disebut Kadhafi sebagai perlawanan terhadap imperialisme, kezaliman. “Saya katakan kepada Anda saya tidak takut.”

Rabu pagi, CNN melaporkan, Selasa malam koalisi melancaran serangan udara di dekat Kota Misrata, di timur Tripoli. Pasukan antipemerintah mengatakan, mereka telah diserang secara intens di kantong mereka di Misrata yang telah dikepung pasukan Kadhafi  selama beberapa minggu dengan empat anak terbunuh hari Selasa.

Sementara itu, Presiden AS Barack Obama, yang akan berada di Washington kemarin setelah mempersingkat lawatannya ke Amerika Latin, mengatakan dia berharap ada kejelasan struktur komando masa depan dari operasi militer sekutu dalam beberapa hari ini. Obama mengatakan telah terjadi penurunan signifikan penerbangan militer AS di atas Libya saat sekutu Barat mencoba untuk membangun zona larangan terbang yang disetujui PBB yang bertujuan melindungi warga sipil Libya.

Ada laporan bahwa pemimpin Libya itu mungkin akan mencari jalan keluar dari konflik itu. Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengatakan kepada ABC News, orang yang dekat dengan Kadhafi  telah menghubungi sekutu Libya di seluruh dunia untuk melihat bagaimana mereka bisa keluar dari masalah ini.

“Kami telah mendengar tentang orang yang dekat dengan Kadhafi  mendekati orang-orang yang mereka kenal di seluruh dunia, di Afrika, Timur Tengah, Eropa, Amerika Utara, di luar itu, dan bertanya tentang apa yang harus dilakukan? Bagaimana agar bisa keluar dari persoalan ini,” kata Clinton.

Clinton menambahkan, “Jika ada oposisi yang sesungguhnya di Libya yang sedang berusaha menegaskan keberadaannya, kami akan memberi mereka kesempatan yang lebih baik dari sebelum Dewan Keamanan bertindak.”

Pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat, Perancis dan Inggris, dan beberapa negara Eropa lainnya serta negara Arab yaitu Qatar, bertindak berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB 1973 yang memberi wewenang untuk melakukan “segala cara yang diperlukan” demi melindungi warga sipil. Di antara anggota koalisi ada koordinasi tetapi tidak ada komando bersama dan ada arah untuk menyerahkan kontrol operasi ke Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), tetapi hal itu telah memecah aliansi tersebut.

Gedung Putih menyatakan, Barack Obama, Presiden Perancis Nicolas Sarkozy, dan Perdana Menteri Inggris David Cameron setuju bahwa NATO harus memainkan peran kunci dalam struktur komando misi Libya. Para duta besar NATO melanjutkan pembicaraan mereka pada  Selasa setelah sesi diskusi yang “sangat sulit” pada Senin yang gagal mengatasi perpecahan mereka. Namun, seorang diplomat mengatakan, mereka sepakat menggunakan kekuatan angkatan laut NATO untuk menegakkan embargo senjata di Libya berdasarkan Resolusi PBB 1973.

Biaya Besar
Misi militer gabungan untuk pemberlakuan zona bebas terbang di Libya diperkirakan bisa menelan 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp9 triliun (kurs Rp9 ribu), jika terus berlangsung dalam hitungan bulan.
Hal ini disampaikan oleh Zack Cooper, analis senior Center for Strategic and Budgetary Assessments. Untuk perkiraan awal, Cooper memprediksikan koalisi membutuhkan 400-800 juta dolar AS untuk memusnahkan sistem pertahanan udara Pemimpin Libya Muamar Khadafi.
“Patroli udara untuk memastikan zona bebas terbang masih berlangsung, akan menelan 30-100 juta dolar AS per pekan,” ujarnya. Sedangkan militer Amerika Serikat (AS), belum memiliki perkiraan sebelum misi dijalankan selama sepekan.

Wajar saja perang di Libya memakan biaya tak kecil. Pasalnya Amerika Serikat dan sekutunya menggunakan peralatan dan senjata tercanggih dengan nilai per unitnya sangat mahal. Sebut saja rudal Tomahawk yang harga perunitnya mencapai Rp18 miliar. Dalam serangan pertama, pasukan koalisi sudah menembahkkan 102 unit. Belum lagi pesawat siluman B2 Spirit, pesawat pembom dengan terknologi paling mutakhir yang dimiliki AS saat ini. Harga per unitnya saja mencapai Rp20 triliun.

Sebagai perbandingan, perang Afghanistan menelan 9 miliar dolar AS per bulan. Padahal AS sedang mengalami defisit anggaran hingga 1,48 triliun dolar AS. Hal inilah yang menyebabkan beberapa pihak di AS mengkritik keputusan Presiden Barack Obama untuk bergabung dengan sekutu yang melaksanakan resolusi Dewan Keamanan PBB.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/