28 C
Medan
Wednesday, March 12, 2025

Lakukan Persengkongkolan Pengadaan Barang dan Jasa, KPK Tindak 367 Pelaku Usaha

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pelaku usaha dan perusahaan konstruksi mendapat warning dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), agar tidak melakukan persengkongkolan dalam pengadaan barang dan jasa di pemerintahan daerah. Pasalnya, dari tindakan persengkongkolan pengadaan barang dan jasa itu, bisa menimbulkan potensi kerugian negara atau korupsi.

“Perusahaan-perusahaan itu berbagi proyek, berbagi wilayah, itu yang terjadi. Ada persengkongkolan horizontal yang dilakukan para pelaku usaha,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam kegiatan Road to Hari Anti Korupsi Sedunia (Harkodia) 2022 di Hotel Aryaduta Medan, Rabu (30/11). Kegiatan ini idihadir para pelaku usaha bergerak di bidang konstruksi, barang dan jasa di Sumut ini.

Alexander mengungkapkan, bila terjadi persengkongkolan antar pelaku usaha kontruksi, barang dan jasa membuat harga naik dan menimbulkan kerugian negara. KPK tidak segan-segan menindak tegas para pelaku usaha tersebut. “Seperti itu, unsur pemerintah tidak terlibat. Teman-teman (pelaku usaha) yang kami tindak,” ucap Alexander.

Dia juga mengungkapkan, kasus yang ditangani Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), sebanyak 80 persen kasus persengkongkolan dalam pengadaan barang dan jasa yang dilakukan secara horizontal sesama perusahaan dan melibatkan pemerintah daerah. “Bukan kami saja, KPPU itu juga. 80 persen yang ditangani KPPU adalah persengkongkolan pengadaan barang dan jasa di proyek-proyek pemerintah, itu yang terjadi,” terangnya.

Dikatakan Alexander, iklim usaha dibangun secara persengkongkolan dapat menimbulkan harga tidak realistis, harga tidak wajar, dan terjadi mark up. Tapi, di dalam itu ada kerugian negara, ranah KPK akan bertindak secara hukum. “Secara korporasi KPPU sudah bertindak, kalau ada kerugian negara di situ. Pasti itu, kami menilai ada pembentukan harga realistis, ada harga tidak wajar, mark up,” jelasnya.

Alexander mengingatkan kepada pemerintah daerah dan perusahaan sebagai rekanan atau kontraktor untuk tidak bermain-main dalam pengadaan barang dan jasa dalam bidang konstruksi. Karena, rawan korupsi terjadi di dalamnya. “Karena infrastruktur sebagai membantu mendorong perekonomian masyarakat,” katanya.

Dari kasus korupsi menjerat Kepala Daerah, kata Alexander, kebanyakan menerima fee proyek dalam pengadaan barang dan jasa di bidang konstruksi. Rata-rata fee proyek 10 persen dari nilai kontrak dan harus dibayarkan di depan atau sebelum pengerjaan dilakukan. “Pengadaan barang dan jasa di bidang konstruksi sangat rawan korupsi. Kepala Daerah kami tindak, pada umumnya penerimaan fee (proyek) rata-rata 10 persen dari kontrak. Mereka mintanya didepan, teman-teman pengusaha dirugikan,” jelasnya.

Menurut Alexander, bila kepala daerah meminta fee proyek 10 persen dari yang dikerjakan, akan memberikan dapat kualitas infrastruktur dibangun tidak maksimal dan akan cepat rusak kembali. “Kalau meminta fee proyek, berpengaruh dengan kualitas pengerjaan itu. Sana-sini jalan akan rusak kembali. Ini sering terjadi, kami sangat prihatin,” ujarnya.

Alexander juga mewarning perusahaan yang bermain dengan sub kontraktor (Subkon). Karena, hanya mendapatkan keuntungan saja. Tapi, bukan dia yang melakukan pengerjaan. Hal ini, juga memberikan dampak dengan kualitas pengerjaan. Alexander mengungkapkan subkon tidak dilarang, tapi harus pengerjaan dilakukan dengan maksimal dan baik sesuai dengan kontrak kerja disepakati. Jangan hasilnya, tidak maksimal dan merugikan keuangan negara.

Disisi lain, Alexander mengungkapkan sertifikasi ini lebih spesifik spesifik pengusaha-pengusaha di Indonesia bidang kerjanya. Contohnya perusahaan di bidang infrastruktur, sertifikasi akan dilakukan di lingkup lebih kecil, misalnya konstruksi perumahan, jembatan, jalan, gedung tinggi, dan lainnya.

 

Alexander menegaskan, perusahaan-perusahaan yang tidak bekerja, tidak berhak mendapat keuntungan sebuah proyek. Tindakan ini menurutnya, masuk dalam kategori korupsi, sehingga sertifikasi salah satu jalan untuk mencegah itu terjadi. “Bukan ingin menghambat rezeki, tetapi kita tidak ingin perusahaan jadi palu gada, apa lu butuh, gua ada. Perusahaan ini tidak perform, tidak bekerja tetapi mendapat keuntungan sebuah proyek,” kata Alex Marwata.

Alexander juga mengingatkan kepada pengusaha untuk lebih profesional. Berdasarkan data KPK RI hingga Juni 2022 terdapat 367 pelaku usaha yang ditindak lembaga antirasuah ini. Umumnya, kasus yang melibatkan pengusaha karena suap, gratifikasi dan persekongkolan. “Peran bapak dan ibu (pengusaha) kunci kemajuan suatu daerah, pahlawan perekonomian sebenarnya, karena itu bapak/ibu bekerjalah profesional, berintegritas. Kami juga terus mendorong pemerintah untuk menjadi good governance, ini untuk kesejahteraan rakyat kita,” pungkasnya.

Sementara itu, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi mendukung upaya KPK menyertifikasi secara spesifik pengusaha-pengusaha di Indonesia. “Tujuannya, menghambat perusahaan yang mengerjakan proyek, tetapi bukan bidang utamanya atau hanya menjadi perantara,” sebut Edy.

Langkah ini, menurut Edy, akan membuat pengerjaan proyek lebih efektif dan efisien. Selain itu, akan mempersempit celah untuk tindakan korupsi antara pemerintah dengan pengusaha. “Ini langkah yang tepat untuk memaksimalkan proyek, akan lebih efisien dan menjauhkan dari peluang korupsi,” jelasnya.

Sertifikasi perusahaan yang bekerja sama dengan pemerintah, menurut Edy Rahmayadi, juga akan membuat pengusaha lebih profesional mengerjakan proyek atau menjadi penyedia barang dan jasa. “Bila sudah spesifik bidangnya, tentu hasilnya lebih maksimal karena perusahaan tersebut benar-benar berpengalaman dalam bidang tersebut,” sebut Gubernur Edy.(gus/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pelaku usaha dan perusahaan konstruksi mendapat warning dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), agar tidak melakukan persengkongkolan dalam pengadaan barang dan jasa di pemerintahan daerah. Pasalnya, dari tindakan persengkongkolan pengadaan barang dan jasa itu, bisa menimbulkan potensi kerugian negara atau korupsi.

“Perusahaan-perusahaan itu berbagi proyek, berbagi wilayah, itu yang terjadi. Ada persengkongkolan horizontal yang dilakukan para pelaku usaha,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam kegiatan Road to Hari Anti Korupsi Sedunia (Harkodia) 2022 di Hotel Aryaduta Medan, Rabu (30/11). Kegiatan ini idihadir para pelaku usaha bergerak di bidang konstruksi, barang dan jasa di Sumut ini.

Alexander mengungkapkan, bila terjadi persengkongkolan antar pelaku usaha kontruksi, barang dan jasa membuat harga naik dan menimbulkan kerugian negara. KPK tidak segan-segan menindak tegas para pelaku usaha tersebut. “Seperti itu, unsur pemerintah tidak terlibat. Teman-teman (pelaku usaha) yang kami tindak,” ucap Alexander.

Dia juga mengungkapkan, kasus yang ditangani Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), sebanyak 80 persen kasus persengkongkolan dalam pengadaan barang dan jasa yang dilakukan secara horizontal sesama perusahaan dan melibatkan pemerintah daerah. “Bukan kami saja, KPPU itu juga. 80 persen yang ditangani KPPU adalah persengkongkolan pengadaan barang dan jasa di proyek-proyek pemerintah, itu yang terjadi,” terangnya.

Dikatakan Alexander, iklim usaha dibangun secara persengkongkolan dapat menimbulkan harga tidak realistis, harga tidak wajar, dan terjadi mark up. Tapi, di dalam itu ada kerugian negara, ranah KPK akan bertindak secara hukum. “Secara korporasi KPPU sudah bertindak, kalau ada kerugian negara di situ. Pasti itu, kami menilai ada pembentukan harga realistis, ada harga tidak wajar, mark up,” jelasnya.

Alexander mengingatkan kepada pemerintah daerah dan perusahaan sebagai rekanan atau kontraktor untuk tidak bermain-main dalam pengadaan barang dan jasa dalam bidang konstruksi. Karena, rawan korupsi terjadi di dalamnya. “Karena infrastruktur sebagai membantu mendorong perekonomian masyarakat,” katanya.

Dari kasus korupsi menjerat Kepala Daerah, kata Alexander, kebanyakan menerima fee proyek dalam pengadaan barang dan jasa di bidang konstruksi. Rata-rata fee proyek 10 persen dari nilai kontrak dan harus dibayarkan di depan atau sebelum pengerjaan dilakukan. “Pengadaan barang dan jasa di bidang konstruksi sangat rawan korupsi. Kepala Daerah kami tindak, pada umumnya penerimaan fee (proyek) rata-rata 10 persen dari kontrak. Mereka mintanya didepan, teman-teman pengusaha dirugikan,” jelasnya.

Menurut Alexander, bila kepala daerah meminta fee proyek 10 persen dari yang dikerjakan, akan memberikan dapat kualitas infrastruktur dibangun tidak maksimal dan akan cepat rusak kembali. “Kalau meminta fee proyek, berpengaruh dengan kualitas pengerjaan itu. Sana-sini jalan akan rusak kembali. Ini sering terjadi, kami sangat prihatin,” ujarnya.

Alexander juga mewarning perusahaan yang bermain dengan sub kontraktor (Subkon). Karena, hanya mendapatkan keuntungan saja. Tapi, bukan dia yang melakukan pengerjaan. Hal ini, juga memberikan dampak dengan kualitas pengerjaan. Alexander mengungkapkan subkon tidak dilarang, tapi harus pengerjaan dilakukan dengan maksimal dan baik sesuai dengan kontrak kerja disepakati. Jangan hasilnya, tidak maksimal dan merugikan keuangan negara.

Disisi lain, Alexander mengungkapkan sertifikasi ini lebih spesifik spesifik pengusaha-pengusaha di Indonesia bidang kerjanya. Contohnya perusahaan di bidang infrastruktur, sertifikasi akan dilakukan di lingkup lebih kecil, misalnya konstruksi perumahan, jembatan, jalan, gedung tinggi, dan lainnya.

 

Alexander menegaskan, perusahaan-perusahaan yang tidak bekerja, tidak berhak mendapat keuntungan sebuah proyek. Tindakan ini menurutnya, masuk dalam kategori korupsi, sehingga sertifikasi salah satu jalan untuk mencegah itu terjadi. “Bukan ingin menghambat rezeki, tetapi kita tidak ingin perusahaan jadi palu gada, apa lu butuh, gua ada. Perusahaan ini tidak perform, tidak bekerja tetapi mendapat keuntungan sebuah proyek,” kata Alex Marwata.

Alexander juga mengingatkan kepada pengusaha untuk lebih profesional. Berdasarkan data KPK RI hingga Juni 2022 terdapat 367 pelaku usaha yang ditindak lembaga antirasuah ini. Umumnya, kasus yang melibatkan pengusaha karena suap, gratifikasi dan persekongkolan. “Peran bapak dan ibu (pengusaha) kunci kemajuan suatu daerah, pahlawan perekonomian sebenarnya, karena itu bapak/ibu bekerjalah profesional, berintegritas. Kami juga terus mendorong pemerintah untuk menjadi good governance, ini untuk kesejahteraan rakyat kita,” pungkasnya.

Sementara itu, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi mendukung upaya KPK menyertifikasi secara spesifik pengusaha-pengusaha di Indonesia. “Tujuannya, menghambat perusahaan yang mengerjakan proyek, tetapi bukan bidang utamanya atau hanya menjadi perantara,” sebut Edy.

Langkah ini, menurut Edy, akan membuat pengerjaan proyek lebih efektif dan efisien. Selain itu, akan mempersempit celah untuk tindakan korupsi antara pemerintah dengan pengusaha. “Ini langkah yang tepat untuk memaksimalkan proyek, akan lebih efisien dan menjauhkan dari peluang korupsi,” jelasnya.

Sertifikasi perusahaan yang bekerja sama dengan pemerintah, menurut Edy Rahmayadi, juga akan membuat pengusaha lebih profesional mengerjakan proyek atau menjadi penyedia barang dan jasa. “Bila sudah spesifik bidangnya, tentu hasilnya lebih maksimal karena perusahaan tersebut benar-benar berpengalaman dalam bidang tersebut,” sebut Gubernur Edy.(gus/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru