MEDAN, SUMUTPOS.CO – KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang baru memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan KUHP lama buatan zaman kolonial Belanda. Guru Besar Hukum Pidana UGM, Prof Marcus Priyo Gunarto mengatakan, perubahan yang paling mendasar sebetulnya terletak di Buku I, karena ada perubahan paradigma tentang pidana. Pidana itu adalah alat untuk mencapai tujuan, sehingga semua akan merubah konteks peradilan pidana.
Hal tersebut disampaikan dalam sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru di Medan. Acara tersebut diselenggarakan oleh Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) bekerjsama dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) di Hotel Grand Mercure Maha Cipta Medan Angkasa.
Prof Marcus menambahkan, di dalam pidana memiliki tujuan, yaitu untuk melakukan perlindungan atau pembinaan individu. Pidana juga untuk memberikan perlindungan kepentingan umum atau masyarakat. “Pidana itu merupakan perlindungan terhadap perbuatan jahat, karena orang yang melakukan perbuatan jahat akan dijatuhi pidana”, kata Marcus.
Secara prinsip, meski belum sempurna, Marcus menyambut baik kehadiran KUHP yang baru ini. Ia mengapresiasi, usaha menyeimbangkan kepentingan umum dan individu, hak asasi melalui pendekatan paradigma baru. Adanya perubahan paradigma pidana dengan korektif (perbaikan kesalahan), restoratif (mengembalikan hubungan) korban dan pelaku hingga masyarakat yang terdampak, ada juga paradigma rehabilitatif,” jelas Marcus.
KUHP baru juga membahas isu krusial seperti pasal kohabitasi. Menurut Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof. Dr. Surastini Fitriasih bahwa pasal kohabitasi terdapat perlindungan hak perempuan ataupun anak yang kemungkinan lahir dari kegiatan kohabitasi tadi. Penerapan pasal tersebut harus sesuai dengan Pancasila, HAM, dan asas hukum universal.
“Pasal ini menjadi jalan tengah dari perdebatan yang ada di masyarakat yang sangat heterogen. Selain itu, ada syarat bisa diproses apabila ada pengaduan.” kata Surastini.
Acara tersebut juga dihadri oleh Guru Besar FH Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Pujiyono SH M.Hum yang berkesempatan menjelaskan bahwa KUHP Nasional telah mewadahi nilai-nilai dasar negara, Pancasila dan juga telah menyerap pastisipasi publik secara luas untuk bisa menjamin adanya kepastian dan pembaruan hukum di Indonesia.
“Dengan berbagai dasar pemikiran itu kemudian memunculkan ide-ide dalam KUHP baru dengan nilai-nilai dasar Pancasila; menjaga keseimbangan monodualistik; pengalaman historis dan kondisi empirik; serta perkembangan keilmuan atau teori serta dinamika masyarakat. Pembuatan KUHP yang bisa dikatakan cukup lama ini sudah berupaya menyerap seluruh aspirasi dari banyak kalangan, mengambil pendekatan kemanusiaan atau orientasi pidana pada pelaku-korban-masyarakat, sehingga membuka sebuah ruang atau hal baru demi menjamin kepastian hukum dan pembaruan hukum”, imbuh Prof. Pujiyono.
Kegiatan tersebut diselenggarakan melalui kerjasama Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) dan Perguruan Tinggi Negeri Sumatera Utara. Dalam sambutannya Ketua Mahupiki Sumatera Utara, Dr. Rizkan Zulyadi yang mengatakan bahwa KUHP baru merupakan produk hukum anak bangsa yang memberikan dampak positif bagi penegakan hukum pidana di Indonesia.(rel/sih)