26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Presiden Jokowi Larang Pejabat Buka Puasa Bersama, Edy: Nonton Konser Boleh Kok!

SUMUTPOS.CO – Presiden Joko Widodo mengeluarkan arahan agar seluruh pejabat negara tidak menggelar acara buka puasa bersama selama bulan suci Ramadan 1444 Hijriah. Arahan tersebut tertuang dalam surat dengan kop surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor R 38/Seskab/DKK/03/2023 tertanggal 21 Maret 2023.

SURAT tersebut ditujukan kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, dan kepala badan/lembaga. “Sudah dicek surat itu benar,” kata Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono di Jakarta, Kamis (23/3).

Ada tiga arahan dalam surat arahan tersebut. Pertama, penanganan Covid-19 saat ini dalam transisi dari pandemi menuju endemi, sehingga masih diperlukan kehati-hatian. Kedua, sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan buka puasa bersama pada bulan suci Ramadan 1444 Hijriah agar ditiadakan. Ketiga, Menteri Dalam Negeri agar menindaklanjuti arahan tersebut di atas kepada para gubernur, bupati, dan wali kota.

“Demikian disampaikan agar Saudara mematuhi arahan Presiden dimaksud dan meneruskan kepada seluruh pegawai di instansi masing-masing,” demikian tertulis dalam surat itu. Surat tersebut diteken Sekretaris Kabinet Pramono Anung serta ditembuskan kepada Presiden RI sebagai laporan dan Wakil Presiden RI. Pemerintah, melalui Kementerian Agama, menetapkan awal puasa atau 1 Ramadhan 1444 Hijriah/2023 Masehi pada Kamis, 23 Maret 2023.

Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, mengaku belum menerima surat Seskab tersebut. Bila nantinya sudah diterima, akan terlebih dahulu dipelajari. “Larangan buka puasa bersama. Nanti ya saya belum tahu itu,” kata Gubernur Edy Rahmayadi kepada wartawan di Rumah Dinas Gubenur Sumut, Jalan Jenderal Sudirman Medan, Kamis (24/3).

Meski begitu, jika benar ada larangan bagi pejabat untuk berbuka puasa bersama, Edy membandingkannya dengan keramaian atau kerumunan masa yang sudah diizinkan saat ini. Dia mencontohkan konser musik yang sudah beberapa kali digelar di Tanah Air, termasuk di wilayah Sumut, di masa transisi pandemi Covid-19 ini. “Nonton konser sudah boleh kok,” kata Edy sambil berlalu meninggalkan wartawan.

Anggota DPRD Sumut Hendro Susanto menilai, surat yang diterbitkan Seskab itu terkesan lucu dengan kondisi di lapangan. Karena PPKM sudah dicabut, tapi buka puasa bersama dilarang. “Aturan yang lucu. Toh sudah dicabut PPKM di Indonesia oleh Pak Jokowi. Sehingga ini terkesan paradoks,” sebut Hendro.

Politisi dari Fraksi PKS DPRD Sumut itu menjelaskan, saat ini seluruh lembaga atau instansi sudah bisa menggelar kegiatan di hotel-hotel atau ruang meeting sambil makan dan minum bersama. Sehingga menjadi pertanyaan kenapa harus dibatasi di Ramadan kali ini? “Kenapa pula bulan puasa dilarang-larang buka puasa bersama, sementara aktivitas lembaga (pemerintah) itu normal? Mereka makan minum bersama setiap hari dan rapat-rapat bersama di hotel-hotel, mereka biasa saja. Tak ada masalah. Kenapa harus dibatasi orang mau buka puasa? Begitu loh. Sehingga ada kesan masyarakat tidak boleh berkumpul di Ramadan,” ketusnya.

Hendro mengungkapkan, ini kebijakan yang aneh. Sebab acara besar lainnya juga telah dilakukan di Sumut seperti F1 Powerboat (F1H20) dan sejumlah konser-konser baik di Sumut dan di Jakarta. “Dugaan kita, ada kekhawatiran dari pemerintah takut terkonsolidasikan umat bersatu dan menjadi solid. Karena buka puasa bersama ini untuk menyatukan umat, begitu. Jadi kita mohon maaf ya, aneh kebijakan itulah. Mereka saja tak menjadi contoh, sudah banyak aktivitas ramai seperti F1H20 dan konser-konser juga ada di Medan ada konser Dewa. Orang pesta juga aman,” bebernya.

Sehingga, Hendro meminta kebijakan tersebut harus dikoreksi oleh pemerintah. “Apa maksudnya? Apakah pemerintah sengaja mengekang orang berbuka puasa yang dalam rangka bersilaturahim? Padahal berbuka puasa itu dalam rangka memberikan semangat ibadah di Ramadan dan kenapa harus di batas-batasin,” tandasnya.

Mantan Ketua Umum MUI Din Syamsuddin menilai, arahan Presiden Jokowi yang meminta pejabat meniadakan kegiatan buka puasa bersama selama Bulan Ramadan, tidak arif dan tidak adil dengan tradisi keagamaan. “Tidak arif, karena terkesan tidak memahami makna dan hikmah buka puasa bersama antara lain untuk meningkatkan silaturahim yang justru positif bagi peningkatan kerja dan kinerja Aparatur Sipil Negara. Tidak adil karena nyata alasannya mengada-ada, yaitu masih adanya bahaya Covid-19,” ujar Din Syamsuddin melalui keterangan tertulisnya, Kamis (23/3).

Din mengatakan, Presiden Jokowi telah melanggar ucapannya sendiri dengan mengadakan acara pernikahan putranya yang mewah dan mengundang kerumunan beberapa waktu lalu. Bahkan, dia menduga Jokowi juga sering berada di tengah kerumunan. “Janganlah ucap dan laku berbeda, karena menurut Al-Qur’an ‘suatu kehinaan besar di sisi Allah bagi seseorang yang hanya mengatakan apa yang tidak dikerjakannya’,” katanya.

Selain itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menilai kebijakan yang tidak bijak itu dimunculkan secara terbuka di tengah umat Islam mulai menjalankan ibadah-ibadah Ramadan. Dimana antara lain mengadakan buka puasa bersama (Iftar Jama’i). “Bahwa jika nanti para pejabat/tokoh pemerintahan tidak mengadakan buka puasa bersama dapat kita catat bahwa rezim ini meniadakan tradisi Ramadan yang baik, yang sudah berjalan baik sejak dulu,” tuturnya.

Dengan demikian, dia mengajak umat Islam untuk terus mengadakan buka puasa bersama dan tak menaati perintah pemimpin yang disebutnya telah bermaksiat kepada Allah SWT. “Kepada umat Islam, bagi yang mampu, teruskan adakan buka puasa bersama, jangan taati perintah pemimpin yang bermaksiat kepada Allah SWT. Camkan Hadits Nabi “seseorang yang memberi makan orang yang berpuasa akan mendapat pahala setimpal pahala orang yang berpuasa itu”,” jelasnya.

Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis melalui akun Twitter resminya @cholilnafis juga mengkritik kebijakan presiden ini. “Hemat saya buka puasa bersama itu baik dan tidak beda dg kumpul2 kondangan, pertemuan dg pendukung dan kosolidasi. Maka covid pun bisa diantisipasi. Pelarangan acara buka meskipun hanya utk instansi kurang tepat dan tak sesuai dg tradisi keagamaan kita,” cuitnya, Kamis (23/3).

Menurut Kiai Cholil Nafis, budaya buka puasa bersama merupakan momentum silaturahmi, konsolidasi dan kebersamaan. “Ramadhan pasca covid-19 terasa lebih semarak. Budaya buka puasa bersama adlh momentum silaturrahim, konsolidasi dan kebersamaan, bahkan yg tak puasa pun ikut berbuka. Tradisi yg dibalut dg acara keagamaan yg khas Indonesia. Acara kumpul2 selama Ramadhan terasa lebih menyenangkan,” tulisnya lagi.

Tak Ada Hubungan

Sementara, Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono merespons arahan Presiden Joko Widodo untuk melarang kegiatan buka bersama di lingkungan instansi pemerintah. Merujuk ke poin nomor satu dalam surat yang diedarkan oleh Kementerian Sekretaris Kabinet, Pandu menilai, hal itu tidak cukup kuat untuk melakukan pelarangan kegiatan buka bersama.

“Kalau menurut saya, larangan itu enggak ada hubungannya sama kehati-hatian, dengan macam-macam. Ya kan kalau kita hampir 100 persen penduduk sudah punya imunitas,” kata Pandu.

Pandu mengapresiasi sikap pemerintah yang masih menanamkan tingkat kewaspadaan soal pandemi Covid-19. Namun menurutnya, imbauan larangan buka bersama tersebut harus diberlakukan kepada seluruh masyarakat, bukan hanya untuk ASN. “Betul bahwa pandemi memang belum, enggak akan selesai, pandemi masih ada,” sambungnya.

“Tapi itu bukan alasan yang cukup kuat untuk melarang. Kalau melarang ya melarang semua orang di Indonesia, seharusnya,” kata Pandu. “Sekarang PPKM sudah dicabut. Tidak ada larangan lagi, tidak ada pembatasan. Tidak ada lagi pembatasan kegiatan masyarakat, termasuk berbuka,” imbuh Pandu.

Lebih lanjut, Pandu menilai bahwa imbauan pelarangan buka bersama tersebut merupakan antisipasi dari pemerintah terkait gaya berbuka pejabat yang kerap bermewah-mewah. “Saya kira ini relevan dengan imbauan Jokowi sebelumnya kan supaya pemerintah jangan pamer. Karena pamer itu menyakitkan, apalagi di masa bulan puasa kan bulan untuk menahan diri,” jelas Pandu.

“Menahan diri untuk tidak pamer kekayaan harta pamer kemewahan. Buka puasa kan pasti mewah, pasti di hotel, pasti di rumah makan, pasti di restoran terkenal. Uangnya siapa? enggak mungkin dari uang pegawai negeri pasi ada uang negara atau pasti ada uang pihak ketiga,” cetusnya.

Sementara itu, juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi memastikan, larangan buka puasa bersama tersebut tidak berlaku bagi masyarakat umum. Ketentuan terkait interaksi masyarakat semasa Bulan Ramadan bakal dimuat dalam surat edaran yang segera dirilis. “Pastinya nanti di surat edaran ya. Tapi ini masyarakat umum tidak dilarang, hanya berupa imbauan,” tutur dr Nadia. (jpc/gus/bbs/adz)

SUMUTPOS.CO – Presiden Joko Widodo mengeluarkan arahan agar seluruh pejabat negara tidak menggelar acara buka puasa bersama selama bulan suci Ramadan 1444 Hijriah. Arahan tersebut tertuang dalam surat dengan kop surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor R 38/Seskab/DKK/03/2023 tertanggal 21 Maret 2023.

SURAT tersebut ditujukan kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, dan kepala badan/lembaga. “Sudah dicek surat itu benar,” kata Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono di Jakarta, Kamis (23/3).

Ada tiga arahan dalam surat arahan tersebut. Pertama, penanganan Covid-19 saat ini dalam transisi dari pandemi menuju endemi, sehingga masih diperlukan kehati-hatian. Kedua, sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan buka puasa bersama pada bulan suci Ramadan 1444 Hijriah agar ditiadakan. Ketiga, Menteri Dalam Negeri agar menindaklanjuti arahan tersebut di atas kepada para gubernur, bupati, dan wali kota.

“Demikian disampaikan agar Saudara mematuhi arahan Presiden dimaksud dan meneruskan kepada seluruh pegawai di instansi masing-masing,” demikian tertulis dalam surat itu. Surat tersebut diteken Sekretaris Kabinet Pramono Anung serta ditembuskan kepada Presiden RI sebagai laporan dan Wakil Presiden RI. Pemerintah, melalui Kementerian Agama, menetapkan awal puasa atau 1 Ramadhan 1444 Hijriah/2023 Masehi pada Kamis, 23 Maret 2023.

Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, mengaku belum menerima surat Seskab tersebut. Bila nantinya sudah diterima, akan terlebih dahulu dipelajari. “Larangan buka puasa bersama. Nanti ya saya belum tahu itu,” kata Gubernur Edy Rahmayadi kepada wartawan di Rumah Dinas Gubenur Sumut, Jalan Jenderal Sudirman Medan, Kamis (24/3).

Meski begitu, jika benar ada larangan bagi pejabat untuk berbuka puasa bersama, Edy membandingkannya dengan keramaian atau kerumunan masa yang sudah diizinkan saat ini. Dia mencontohkan konser musik yang sudah beberapa kali digelar di Tanah Air, termasuk di wilayah Sumut, di masa transisi pandemi Covid-19 ini. “Nonton konser sudah boleh kok,” kata Edy sambil berlalu meninggalkan wartawan.

Anggota DPRD Sumut Hendro Susanto menilai, surat yang diterbitkan Seskab itu terkesan lucu dengan kondisi di lapangan. Karena PPKM sudah dicabut, tapi buka puasa bersama dilarang. “Aturan yang lucu. Toh sudah dicabut PPKM di Indonesia oleh Pak Jokowi. Sehingga ini terkesan paradoks,” sebut Hendro.

Politisi dari Fraksi PKS DPRD Sumut itu menjelaskan, saat ini seluruh lembaga atau instansi sudah bisa menggelar kegiatan di hotel-hotel atau ruang meeting sambil makan dan minum bersama. Sehingga menjadi pertanyaan kenapa harus dibatasi di Ramadan kali ini? “Kenapa pula bulan puasa dilarang-larang buka puasa bersama, sementara aktivitas lembaga (pemerintah) itu normal? Mereka makan minum bersama setiap hari dan rapat-rapat bersama di hotel-hotel, mereka biasa saja. Tak ada masalah. Kenapa harus dibatasi orang mau buka puasa? Begitu loh. Sehingga ada kesan masyarakat tidak boleh berkumpul di Ramadan,” ketusnya.

Hendro mengungkapkan, ini kebijakan yang aneh. Sebab acara besar lainnya juga telah dilakukan di Sumut seperti F1 Powerboat (F1H20) dan sejumlah konser-konser baik di Sumut dan di Jakarta. “Dugaan kita, ada kekhawatiran dari pemerintah takut terkonsolidasikan umat bersatu dan menjadi solid. Karena buka puasa bersama ini untuk menyatukan umat, begitu. Jadi kita mohon maaf ya, aneh kebijakan itulah. Mereka saja tak menjadi contoh, sudah banyak aktivitas ramai seperti F1H20 dan konser-konser juga ada di Medan ada konser Dewa. Orang pesta juga aman,” bebernya.

Sehingga, Hendro meminta kebijakan tersebut harus dikoreksi oleh pemerintah. “Apa maksudnya? Apakah pemerintah sengaja mengekang orang berbuka puasa yang dalam rangka bersilaturahim? Padahal berbuka puasa itu dalam rangka memberikan semangat ibadah di Ramadan dan kenapa harus di batas-batasin,” tandasnya.

Mantan Ketua Umum MUI Din Syamsuddin menilai, arahan Presiden Jokowi yang meminta pejabat meniadakan kegiatan buka puasa bersama selama Bulan Ramadan, tidak arif dan tidak adil dengan tradisi keagamaan. “Tidak arif, karena terkesan tidak memahami makna dan hikmah buka puasa bersama antara lain untuk meningkatkan silaturahim yang justru positif bagi peningkatan kerja dan kinerja Aparatur Sipil Negara. Tidak adil karena nyata alasannya mengada-ada, yaitu masih adanya bahaya Covid-19,” ujar Din Syamsuddin melalui keterangan tertulisnya, Kamis (23/3).

Din mengatakan, Presiden Jokowi telah melanggar ucapannya sendiri dengan mengadakan acara pernikahan putranya yang mewah dan mengundang kerumunan beberapa waktu lalu. Bahkan, dia menduga Jokowi juga sering berada di tengah kerumunan. “Janganlah ucap dan laku berbeda, karena menurut Al-Qur’an ‘suatu kehinaan besar di sisi Allah bagi seseorang yang hanya mengatakan apa yang tidak dikerjakannya’,” katanya.

Selain itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menilai kebijakan yang tidak bijak itu dimunculkan secara terbuka di tengah umat Islam mulai menjalankan ibadah-ibadah Ramadan. Dimana antara lain mengadakan buka puasa bersama (Iftar Jama’i). “Bahwa jika nanti para pejabat/tokoh pemerintahan tidak mengadakan buka puasa bersama dapat kita catat bahwa rezim ini meniadakan tradisi Ramadan yang baik, yang sudah berjalan baik sejak dulu,” tuturnya.

Dengan demikian, dia mengajak umat Islam untuk terus mengadakan buka puasa bersama dan tak menaati perintah pemimpin yang disebutnya telah bermaksiat kepada Allah SWT. “Kepada umat Islam, bagi yang mampu, teruskan adakan buka puasa bersama, jangan taati perintah pemimpin yang bermaksiat kepada Allah SWT. Camkan Hadits Nabi “seseorang yang memberi makan orang yang berpuasa akan mendapat pahala setimpal pahala orang yang berpuasa itu”,” jelasnya.

Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis melalui akun Twitter resminya @cholilnafis juga mengkritik kebijakan presiden ini. “Hemat saya buka puasa bersama itu baik dan tidak beda dg kumpul2 kondangan, pertemuan dg pendukung dan kosolidasi. Maka covid pun bisa diantisipasi. Pelarangan acara buka meskipun hanya utk instansi kurang tepat dan tak sesuai dg tradisi keagamaan kita,” cuitnya, Kamis (23/3).

Menurut Kiai Cholil Nafis, budaya buka puasa bersama merupakan momentum silaturahmi, konsolidasi dan kebersamaan. “Ramadhan pasca covid-19 terasa lebih semarak. Budaya buka puasa bersama adlh momentum silaturrahim, konsolidasi dan kebersamaan, bahkan yg tak puasa pun ikut berbuka. Tradisi yg dibalut dg acara keagamaan yg khas Indonesia. Acara kumpul2 selama Ramadhan terasa lebih menyenangkan,” tulisnya lagi.

Tak Ada Hubungan

Sementara, Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono merespons arahan Presiden Joko Widodo untuk melarang kegiatan buka bersama di lingkungan instansi pemerintah. Merujuk ke poin nomor satu dalam surat yang diedarkan oleh Kementerian Sekretaris Kabinet, Pandu menilai, hal itu tidak cukup kuat untuk melakukan pelarangan kegiatan buka bersama.

“Kalau menurut saya, larangan itu enggak ada hubungannya sama kehati-hatian, dengan macam-macam. Ya kan kalau kita hampir 100 persen penduduk sudah punya imunitas,” kata Pandu.

Pandu mengapresiasi sikap pemerintah yang masih menanamkan tingkat kewaspadaan soal pandemi Covid-19. Namun menurutnya, imbauan larangan buka bersama tersebut harus diberlakukan kepada seluruh masyarakat, bukan hanya untuk ASN. “Betul bahwa pandemi memang belum, enggak akan selesai, pandemi masih ada,” sambungnya.

“Tapi itu bukan alasan yang cukup kuat untuk melarang. Kalau melarang ya melarang semua orang di Indonesia, seharusnya,” kata Pandu. “Sekarang PPKM sudah dicabut. Tidak ada larangan lagi, tidak ada pembatasan. Tidak ada lagi pembatasan kegiatan masyarakat, termasuk berbuka,” imbuh Pandu.

Lebih lanjut, Pandu menilai bahwa imbauan pelarangan buka bersama tersebut merupakan antisipasi dari pemerintah terkait gaya berbuka pejabat yang kerap bermewah-mewah. “Saya kira ini relevan dengan imbauan Jokowi sebelumnya kan supaya pemerintah jangan pamer. Karena pamer itu menyakitkan, apalagi di masa bulan puasa kan bulan untuk menahan diri,” jelas Pandu.

“Menahan diri untuk tidak pamer kekayaan harta pamer kemewahan. Buka puasa kan pasti mewah, pasti di hotel, pasti di rumah makan, pasti di restoran terkenal. Uangnya siapa? enggak mungkin dari uang pegawai negeri pasi ada uang negara atau pasti ada uang pihak ketiga,” cetusnya.

Sementara itu, juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi memastikan, larangan buka puasa bersama tersebut tidak berlaku bagi masyarakat umum. Ketentuan terkait interaksi masyarakat semasa Bulan Ramadan bakal dimuat dalam surat edaran yang segera dirilis. “Pastinya nanti di surat edaran ya. Tapi ini masyarakat umum tidak dilarang, hanya berupa imbauan,” tutur dr Nadia. (jpc/gus/bbs/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/