26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Bursa CPO Indonesia Batal karena Takut ke MDEX, Petani Sawit: Memalukan dan Merendahkan

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kekecewaan atas batal tayangnya bursa CPO Indonesia bulan Juli dan diganti dengan kolaborasi dengan Malaysia, sudah di luar ekspektasi petani sawit Indonesia. Bagaimana tidak kecewa, Menteri Perdagangan (Kemendag) Zulkifli Hasan berkali-kali menyebut bursa sawit atau crude palm oil (CPO) akan segera diselesaikan secepatnya, Bulan Juni paling lama bulan Juli tahun ini, agar Indonesia tidak perlu berpatokan kepada Bursa Malaysia dan Roterrdam, Belanda lagi.

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan sudah beberapa kali menyindir, kenapa Indonesia yang notabene-nya adalah raja sawit malah mengikuti Belanda dan Malaysia. Kalimat inilah yang paling banyak beredar diberbagai media elektronik dan sudah menjadi ingatan petani sawit ditengah himpitan harga TBS yang selalu ambruk akibat tidak stabilnya harga CPO Indonesia hasil tender KPBN.

Kekecewaan ini memuncak karena sampai dengan akhir Bulan Juli, tidak ada tanda-tanda peluncuran bursa CPO sebagaimana dijanjikan oleh Mendag, Zulkifli Hasan. Bentuk kekecewaan ini sangat viral di media sosial petani sawit Indonesia, dengan berbagai argument dan sindiran.

Kekecewaan semakin menjadi-jadi Ketika Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengatakan Bursa komoditas Crude Palm Oil (CPO) Indonesia akan bekerjasama dengan Malaysia Derivatives Exchange (MDEX). “Kita akan mati jika mencoba bersaing dengan Malaysia Derivatives Exchange (MDEX)” ujarnya dalam acara jalan santai yang diselenggarakan Bappebti bersama Jajaran Kementerian Perdagangan, Minggu (30/07), sebagaimana dimuat Kontan.co.id (30/07).

Selanjutnya Didid mengatakan, Indonesia memang produsen CPO terbesar, tapi MDEX sudah berjalan lebih dari 20 tahun dan sudah memiliki banyak pengalaman. Ia pun mengakui, benchmark Bursa CPO Indonesia adalah MDEX di Malaysia, sehingga pihaknya memilih jalur kolaborasi. “Ya kami petani sawit terkejut atas statemen dari Kepala Bappebti. Ini di luar ekspektasi kami, di luar nalar kami alasan tersebut,” ujar Dr Gulat ME Manurung MP,C.IMA, Ketua Umum DPP APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia).

“Bayangkan saja di berita-berita sebelumnya begitu berapi-apinya, Mendag dan Kepala Bappebti mengatakan, kita tidak mau terus mengekor ke Malaysia dan Roterdam dan itu perintah Presiden. Tiba-tiba menjelang habis masa Bulan Juli seperti janjinya, langsung berubah mengatakan akan berkolaborasi dengan Malaysia karena takut bersaing,” lanjut Gulat.

Perlu dicatat, Bappebti itu unsur pendukung Kementerian Perdagangan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Perdagangan. Yang menjadi pertanyaan, kata Gulat, apakah statemen Kepala Bappebti tersebut sudah sepengetahuan Mendag? “Karena beberapa hari lalu, Pak Mendag masih yakin dengan statemen-statemen seperti beberapa bulan yang lalu yaitu Indonesia harus memiliki bursa sendiri dan tidak boleh lagi mengekor ke Malaysia dan Roterdam dan akhir Juli Bursa CPO akan tayang,” ujarnya.

Ketua APKASINDO Provinsi Sumatera Utara, Ir Gus Dalhari Harahap, lebih kaget lagi atas keputusan tetap “mengekornya” Indonesia ke harga CPO Malaysia. “Wah batal lagi, kalau alasannya Kepala Bappebti adalah karena MDEX sudah lebih berpengalaman sejak 20 tahun lalu, maka sepuluh tahun lagi akan kembali keluar pernyataan Kepala Bappebti bahwa MDEX sudah 30 tahun lebih berpengalaman, gak mungkin kita melawan, dan demikian selanjutnya,” cibirnya.

Dia pun menyayangkan ‘nasionalisme’ Kepala Bappebti, padahal petani sawit sudah dengan sabar menanti sampai akhir Bulan Juli. “Tidak, tidak ada yang salah dengan Bursa CPO Indonesia. Semua harus dimulai dengan segala keunggulan Indonesia dan itu sudah cita-cita Presiden Jokowi sejak beberapa tahun lalu dan Pembantunya (Menteri) harus tegak lurus mewujudkannya,” tegasnya.

Apalagi PalmCo akan segera meluncur yang praktis CPO-nya Holding PTN tidak akan ditender lagi di KPBN karena semua produk CPO Holding akan diolah oleh PalmCo menjadi produk turunan CPO dan harga TBS Petani pun akan merujuk ke harga Bursa CPO Indonesia, itulah harapan petani sawit Indonesia “Lah, masak harga TBS kami diserahkan ke kolaborasi, kan mengekor juga namanya itu. Ini sangat memalukan dan merendahkan,” ujarnya.

Gus Dalhari meyakini, perencanaan Bursa CPO Indonesia oleh Bappebti sudah masuk angin dan bermohon ke Mendag, terkhusus Bapak Presiden Jokowi supaya membatalkan rencana Kepala Bappebti tersebut. “Indonesia Merdeka tahun 1945, sudah 78 tahun lalu, sementara Malaysia Merdeka tahun 1957, 66 tahun lalu, itupun hadiah dari Kerajaan Inggris. Masak kita kalah?” pungkas Gus. (adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kekecewaan atas batal tayangnya bursa CPO Indonesia bulan Juli dan diganti dengan kolaborasi dengan Malaysia, sudah di luar ekspektasi petani sawit Indonesia. Bagaimana tidak kecewa, Menteri Perdagangan (Kemendag) Zulkifli Hasan berkali-kali menyebut bursa sawit atau crude palm oil (CPO) akan segera diselesaikan secepatnya, Bulan Juni paling lama bulan Juli tahun ini, agar Indonesia tidak perlu berpatokan kepada Bursa Malaysia dan Roterrdam, Belanda lagi.

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan sudah beberapa kali menyindir, kenapa Indonesia yang notabene-nya adalah raja sawit malah mengikuti Belanda dan Malaysia. Kalimat inilah yang paling banyak beredar diberbagai media elektronik dan sudah menjadi ingatan petani sawit ditengah himpitan harga TBS yang selalu ambruk akibat tidak stabilnya harga CPO Indonesia hasil tender KPBN.

Kekecewaan ini memuncak karena sampai dengan akhir Bulan Juli, tidak ada tanda-tanda peluncuran bursa CPO sebagaimana dijanjikan oleh Mendag, Zulkifli Hasan. Bentuk kekecewaan ini sangat viral di media sosial petani sawit Indonesia, dengan berbagai argument dan sindiran.

Kekecewaan semakin menjadi-jadi Ketika Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengatakan Bursa komoditas Crude Palm Oil (CPO) Indonesia akan bekerjasama dengan Malaysia Derivatives Exchange (MDEX). “Kita akan mati jika mencoba bersaing dengan Malaysia Derivatives Exchange (MDEX)” ujarnya dalam acara jalan santai yang diselenggarakan Bappebti bersama Jajaran Kementerian Perdagangan, Minggu (30/07), sebagaimana dimuat Kontan.co.id (30/07).

Selanjutnya Didid mengatakan, Indonesia memang produsen CPO terbesar, tapi MDEX sudah berjalan lebih dari 20 tahun dan sudah memiliki banyak pengalaman. Ia pun mengakui, benchmark Bursa CPO Indonesia adalah MDEX di Malaysia, sehingga pihaknya memilih jalur kolaborasi. “Ya kami petani sawit terkejut atas statemen dari Kepala Bappebti. Ini di luar ekspektasi kami, di luar nalar kami alasan tersebut,” ujar Dr Gulat ME Manurung MP,C.IMA, Ketua Umum DPP APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia).

“Bayangkan saja di berita-berita sebelumnya begitu berapi-apinya, Mendag dan Kepala Bappebti mengatakan, kita tidak mau terus mengekor ke Malaysia dan Roterdam dan itu perintah Presiden. Tiba-tiba menjelang habis masa Bulan Juli seperti janjinya, langsung berubah mengatakan akan berkolaborasi dengan Malaysia karena takut bersaing,” lanjut Gulat.

Perlu dicatat, Bappebti itu unsur pendukung Kementerian Perdagangan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Perdagangan. Yang menjadi pertanyaan, kata Gulat, apakah statemen Kepala Bappebti tersebut sudah sepengetahuan Mendag? “Karena beberapa hari lalu, Pak Mendag masih yakin dengan statemen-statemen seperti beberapa bulan yang lalu yaitu Indonesia harus memiliki bursa sendiri dan tidak boleh lagi mengekor ke Malaysia dan Roterdam dan akhir Juli Bursa CPO akan tayang,” ujarnya.

Ketua APKASINDO Provinsi Sumatera Utara, Ir Gus Dalhari Harahap, lebih kaget lagi atas keputusan tetap “mengekornya” Indonesia ke harga CPO Malaysia. “Wah batal lagi, kalau alasannya Kepala Bappebti adalah karena MDEX sudah lebih berpengalaman sejak 20 tahun lalu, maka sepuluh tahun lagi akan kembali keluar pernyataan Kepala Bappebti bahwa MDEX sudah 30 tahun lebih berpengalaman, gak mungkin kita melawan, dan demikian selanjutnya,” cibirnya.

Dia pun menyayangkan ‘nasionalisme’ Kepala Bappebti, padahal petani sawit sudah dengan sabar menanti sampai akhir Bulan Juli. “Tidak, tidak ada yang salah dengan Bursa CPO Indonesia. Semua harus dimulai dengan segala keunggulan Indonesia dan itu sudah cita-cita Presiden Jokowi sejak beberapa tahun lalu dan Pembantunya (Menteri) harus tegak lurus mewujudkannya,” tegasnya.

Apalagi PalmCo akan segera meluncur yang praktis CPO-nya Holding PTN tidak akan ditender lagi di KPBN karena semua produk CPO Holding akan diolah oleh PalmCo menjadi produk turunan CPO dan harga TBS Petani pun akan merujuk ke harga Bursa CPO Indonesia, itulah harapan petani sawit Indonesia “Lah, masak harga TBS kami diserahkan ke kolaborasi, kan mengekor juga namanya itu. Ini sangat memalukan dan merendahkan,” ujarnya.

Gus Dalhari meyakini, perencanaan Bursa CPO Indonesia oleh Bappebti sudah masuk angin dan bermohon ke Mendag, terkhusus Bapak Presiden Jokowi supaya membatalkan rencana Kepala Bappebti tersebut. “Indonesia Merdeka tahun 1945, sudah 78 tahun lalu, sementara Malaysia Merdeka tahun 1957, 66 tahun lalu, itupun hadiah dari Kerajaan Inggris. Masak kita kalah?” pungkas Gus. (adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/