Alih Fungsi Hutan Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Marak di Paluta
GUNUNGTUA- Masyarakat Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) menyambut antusias aksi tanam 3.000 bibit pohon, di Paluta, (24/9). Kegiatan yang dirangkai dengan seminar pertambangan ini digelar oleh Perkumpulan Hijau Sumatera (PHS) bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Forum Relawan Paluta.
“Pemahaman dan aksi langsung akan pelestarian lingkungan secara terukur perlu dilakukan terus menerus dan berkesinambungan, sehingga menimbulkan efek kesadaran. Ke depan, tanpa adanya program serupa, masyarakat sudah memahami dan menyadari pentingnya pelestarian lingkungan,” kata Ketua Dewan Pengurus PHS, Safaruddin Siregar, kepada wartawan usai aksi tanam pohon, didampingi Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara, Kusnadi.
Penanaman pohon secara massal dilakukan Ketua Dewan Pengurus PHS, Safaruddin Siregar, Direktur Walhi Sumatera Utara, Kusnadi, Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Paluta Abu Thohir Harahap, tokoh masyarakat, alim ulama dan DPRD, di sekitar Hotel Mitra Indah, Gunung Tua, Paluta.
“Ekspansi perkebunan sawit dan karet membuat habisnya hutan alam yang dikonversi menjadi perkebunan secara besar-besaraan. Untuk itu dibutuhkan gerakan rehabilitasi lahan tersisa dan kampanye lingkungan hidup baik terhadap pemkab dan juga masyarakat setempat,” kata Safaruddin Siregar.
Lebih dari 300-an undangan yang datang dari berbagai kecamatan di Paluta mendapat dua bibit setiap orang secara gratis. Bibit pohon yang diberikan berupa 1.750 batang mangga, 556 durian, 325 batang rambutan, 200 batang aren dan 125 batang mahoni. Aksi tanam 12.000 pohon ini juga dilakukan di Madina, Tapsel, Serdang Bedagai, dan Medan.
Sementara, pada seminar “Dampak Ekspansi Perkebunan Kelawa Sawit dan Karet Membuat Habisnya Hutan Alam”, terungkap konversi hutan menjadi lahan perkebunan sawit dan karet yang terjadi secara besar-besaran oleh beberapa perusahaan kebun di Paluta, hal ini membuat lahan masyarakat semakin sempit. Bahkan kini masyarakat Paluta banyak yang tidak lagi bertani, melainkan berkebun sawit dan karet.
Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Paluta, Abu Thohir Harahap, mengungkapkan, banyak perkebunan saat ini berada di kawasan hutan lindung. Karenanya, untuk menjaga ekosistem lingkungan, pihaknya tahun ini telah melakukan penghijaun di Paluta dengan menanam pohon, yakni 2.500 bibit rembesi dan 2.500 bibit glodokan. “Tapi masalahnya, ternak kambing memakannya. Kalau hidup 50 persen saja, saya sangat bersyukur,” ujarnya.
Di tengah gencarnya masuknya perusahaan-perusahaan sawit, masyarakat hanya memiliki harapan agar pemerintah bisa memberikan lahan yang berada di hutan yang dilindungi untuk dikelola masyarakat. Dan, kata Direktur Walhi Sumatera Utara, Kusnadi, masyarakat bisa mengusulkan kepada pemerintah karena memiliki payung hukumnya.
Menurutnya, dalam UU Kehutanan No 41/1999 pasal 8 ayat (1) dijelaskan pemerintah dapat menetapkan kawasan hutan tertentu untuk tujuan khusus. “Di sini terlihat secara jelas bahwa pengelolaan kawasan dengan tujuan khusus dapat diberikan kepada masyarakat hukum adat,” tegasnya. Hal itu juga dipertegas dalam PP)No. 6/2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.(*/ril)