26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Mikroorganisme Lokal, Solusi Bagi Petani

MEDAN- Sebuah teknologi dari masa lalu yang terlupakan kembali digali. Penyubur tanaman memanfaatkan mikrobioorganisme lokal digadang-gadang menjadi solusi bagi petani lokal, menuju pertanian ramah lingkungan dan bebas dari pupuk dan obat-obatan kimiawi.

Namanya Mol atau mikroorganisme lokal. Bahan Mol mudah didapatkan di Indonesia dan mudah diolah. Selain itu, Mol dapat menghemat 20-25 persen dari total biaya produksi.

“Mol adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Seharusnya petani di Indonesia terkhusus di Sumut sudah memakai mol,” kata penanggung jawab Compos Centre USU dan Dosen Pertanian USU, Dr Nurzainah Ginting, kepada Sumut Pos, kemarin.

Adapun bahan utama Mol terdiri dari beberapa komponen, yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber mikroorganisme. Bahan dasar untuk fermentasi larutan Mol dapat berasal dari hasil pertanian, perkebunan, maupun limbah organik rumah tangga.

“Karbohidrat sebagai sumber nutrisi untuk mikroorganisme dapat diperoleh dari limbah organic, seperti air cucian beras, singkong, gandum, rumput gajah, dan daunan lainnya. Sumber glukosa berasal dari cairan gula merah, gula pasir, dan air kelapa, serta sumber mikroorganisme berasal dari kulit buah yang sudah busuk, terasi, keong mas, nasi basi, dan urin sapi,” terangnya.

Hasil pann dari pertanian yang memakai Mol lebih berkualitas, karena buah tidak gampang busuk, rasanya lebih manis dan renyah dimakan. “Ini tentu membuat petani lokal bisa lebih makmur dan cepat berkembang,” ucapnya.

Dengan konsep Mol, biaya subsidi pupuk dari pemerintah bisa menurun. “Sayang sekali, saya lihat petani Sumut yang memakai Mol masih 5 persen,” katanya.

Bahan membuat Mol bisa dicari di pasar, warung, atau rumah tangga sendiri. Agar mikrobanya berkembang biak, bahan dicampurkan dengan air kelapa, nira, air tahu, dan lainnya.

“Setelah sampah organik dan air dicampur, diendapkan selama 2 sampai 3 hari, hingga berbau seperti tempe. Setelah itu, pupuk bisa dimanfaatkan petani,” pungkasnya. (ban)

MEDAN- Sebuah teknologi dari masa lalu yang terlupakan kembali digali. Penyubur tanaman memanfaatkan mikrobioorganisme lokal digadang-gadang menjadi solusi bagi petani lokal, menuju pertanian ramah lingkungan dan bebas dari pupuk dan obat-obatan kimiawi.

Namanya Mol atau mikroorganisme lokal. Bahan Mol mudah didapatkan di Indonesia dan mudah diolah. Selain itu, Mol dapat menghemat 20-25 persen dari total biaya produksi.

“Mol adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Seharusnya petani di Indonesia terkhusus di Sumut sudah memakai mol,” kata penanggung jawab Compos Centre USU dan Dosen Pertanian USU, Dr Nurzainah Ginting, kepada Sumut Pos, kemarin.

Adapun bahan utama Mol terdiri dari beberapa komponen, yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber mikroorganisme. Bahan dasar untuk fermentasi larutan Mol dapat berasal dari hasil pertanian, perkebunan, maupun limbah organik rumah tangga.

“Karbohidrat sebagai sumber nutrisi untuk mikroorganisme dapat diperoleh dari limbah organic, seperti air cucian beras, singkong, gandum, rumput gajah, dan daunan lainnya. Sumber glukosa berasal dari cairan gula merah, gula pasir, dan air kelapa, serta sumber mikroorganisme berasal dari kulit buah yang sudah busuk, terasi, keong mas, nasi basi, dan urin sapi,” terangnya.

Hasil pann dari pertanian yang memakai Mol lebih berkualitas, karena buah tidak gampang busuk, rasanya lebih manis dan renyah dimakan. “Ini tentu membuat petani lokal bisa lebih makmur dan cepat berkembang,” ucapnya.

Dengan konsep Mol, biaya subsidi pupuk dari pemerintah bisa menurun. “Sayang sekali, saya lihat petani Sumut yang memakai Mol masih 5 persen,” katanya.

Bahan membuat Mol bisa dicari di pasar, warung, atau rumah tangga sendiri. Agar mikrobanya berkembang biak, bahan dicampurkan dengan air kelapa, nira, air tahu, dan lainnya.

“Setelah sampah organik dan air dicampur, diendapkan selama 2 sampai 3 hari, hingga berbau seperti tempe. Setelah itu, pupuk bisa dimanfaatkan petani,” pungkasnya. (ban)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/