Jamaah haji Indonesia kemarin (17/10) mulai bergerak meninggalkan Mina setelah mabit untuk melaksanakan lempar jumrah. Mereka kembali ke pemondokan di Makkah untuk menuntaskan prosesi ibadah haji. Namun, untuk bisa kembali ke Makkah, para jamaah dibuat repot untuk mendapatkan moda transportasi.
———————————————-
M. SHOLAHUDDIN, Makkah
—————————————
SEJAK sebelum wukuf di Arafah pada Senin lalu (14/10), banyak akses ditutup. Karena itu, untuk menuju ke pemondokan di Makkah, para jamaah harus berjalan kaki. Jarak terdekat dari maktab di Mina ke pemondokan di Makkah lebih dari 7 km. Bahkan, jarak mereka yang mendapatkan tempat tinggal di area Mina Jadid bisa sampai 15 km.
Memang ada angkutan musiman. Mulai kendaraan roda empat hingga ojek roda dua. Namun, tarifnya lumayan mahal, 300 sampai 500 riyal. Perjalanan tidak bisa normal karena macet di banyak titik. Jalanan baru akan relatif normal selepas proses mabit di Mina selesai besok.
“Teman-teman terpaksa menunggu sambil menunggu jalanan tidak macet,” kata Muhammad Thoyib, jamaah asal Jakarta Timur, yang tinggal di pemondokan kawasan Bakhutmah.
Semula dirinya ingin kembali ke pemondokan Jumat (18/10). Namun, dia memilih pulang lebih awal karena suasana maktab di Mina kurang nyaman untuk beristirahat atau tidur. Dia khawatir kesehatannya terganggu. Padahal, proses ritual ibadah haji masih cukup lama. Jamaah tidak bisa ditampung dalam satu kamar. “Tidur bertumpuk-tumpuk pun ruangan masih kurang,” ujarnya.
Kondisi yang lumayan baik dialami jamaah yang ikut kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH). “Mungkin KBIH kan sudah punya jaringan. Jadi, mereka dipersiapkan sejak awal. Dari pengalaman ini, saya menjadi tahu banyak,” ungkap Thoyib.
Jamaah Indonesia yang sudah bergerak ke pemondokan adalah yang nafar awal. Mereka kemarin memadati area Jamarat untuk menyelesaikan lempar jumrah ula, wustha, dan aqabah hari kedua. Sebagian lagi memilih nafar tsani (keberangkatan akhir). Mereka baru bergerak menuju pemondokan di Makkah hari ini (18/10). Jumlah jamaah yang nafar tsani juga mencapai ribuan orang.
Karena jamaah sudah bergerak menuju Makkah, kepadatan di Mina kini berangsur-angsur susut dan kembali bergeser ke area Masjidilharam. Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansur mengungkapkan, kepadatan jamaah haji tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Selain kebijakan pengurangan kuota 20 persen, pemerintah Saudi juga kian memperketat gerak jamaah haji nonpermit atau jamaah ilegal.
“Jumlah mereka itu sekarang relatif sedikit. Kalau sebelumnya, ribuan orang,” katanya.
Mereka yang nekat dan terbukti melanggar aturan perhajian itu akan dideportasi. Selain itu, yang bersangkutan tidak boleh masuk ke Saudi selama 10 tahun.” Bagi penduduk setempat atau warga lokal yang didapati memberikan fasilitas untuk haji nonpermit juga kena sanksi. Mereka akan dibawa ke meja hijau dengan tuntutan satu tahun penjara serta fasilitas haji lainnya disita. Termasuk kendaraan yang mengangkut para jamaah.
Staf Konsul Jenderal Republik Indonesia (KJRI) yang akan umrah tetap harus menggunakan jasa travel. Mereka tidak bisa seperti dulu dengan hanya dikoordinasikan KJRI Jeddah. Pemerintah Saudi juga mulai membatasi ibadah haji bagi warganya sendiri sampai 50 persen dari kuota sebelumnya. Hal itu salah satu imbas renovasi Masjidilharam yang baru akan kelar pada 2016.
Berdasar pemberitaan salah satu media setempat, lebih dari 15.000 jamaah ilegal dikembalikan karena tidak memiliki izin. Selain itu, ada 63 perusahaan tanpa izin haji ditemukan. Lalu, ada 55 orang yang dituduh mengangkut jamaah haji ilegal ditangkap dan 12.200 mobil yang membawa jamaah haji ilegal dipulangkan.
Selepas prosesi ibadah di Mina, jamaah Indonesia akan bersiap-siap pulang kembali ke tanah air. Pemulangan kloter pertama dimulai besok (19/10). Mereka, antara lain, jamaah asal embarkasi Surabaya (SUB 1). Jamaah tidak akan transit atau menginap dulu di Jeddah, tapi langsung menuju Bandara King Abdul Aziz Jeddah. Sebelumnya, jamaah menginap sehari di Hotel Transito.
Menteri Agama (Menag) sekaligus Amirul Hajj Indonesia Suryadharma Ali berharap agar jadwal pemulangan jamaah tidak molor. Terkait dengan hal itu, dia mewanti-wanti PT Garuda Indonesia dan Saudi Airlines.
“Tulis saja, Menag warning Garuda. Hal sama berlaku bagi Saudi Airlines,” tegas Menag.
“Pemulangan jamaah tidak boleh lagi terlambat. Apalagi kacau-balau seperti tahun-tahun sebelumnya. Kalaupun ada delay, Garuda dan Saudi Airlines harus memperhatikan hak-hak jamaah,” katanya.
Hak jamaah itu, antara lain, mendapat penginapan yang layak jika penundaan jadwal terbang di atas enam jam. Pihak maskapai juga wajib memberikan makanan dan minuman. (*/ca)