26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Mengajar Bahasa dengan Bicara

Andini Nur Bahri

Usia bukan halangan untuk berkarya. Buktinya Andini Nur Bahri yang masih berusia 23 tahun mampu melakukan terobosan di bidang pendidikan. Meskipun hingga saat ini dirinya masih merogoh kocek sendiri untuk membuat buku panduan bagi siswa didikannya.

Ya, sejak Januari 2011 lalu dirinya mendirikan Big “A” Power English Education Centre. Memanfaatkan ruang tamu sang nenek ruang yang berukuran 4×6 meter di Jalan Karantina Simpang Gunung Krakatau No 5 Medan itu Andini menggelar pendidikan bahasa Inggris bagi anak-anak warga sekitar.

Namun ada yang berbeda dari metode yang digunakan dibanding kebanyakan kursus sejenis di Kota Medan. Kegiatan yang dibagi dalam empat sesi ini, malam hari untuk Sekolah Dasar, sementara pagi, siang, dan sore untuk siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) itu menggunakan metode Learning by Talk. Belajar dari berbicara.

“Bahasa Inggris saat ini juga sudah mengalami peralihan fungsi. Kalau tidak bisa berbahasa Inggris kita itu seperti buta huruf. Sayangnya metode formula yang diterapkan untuk anak-anak terbukti kurang efektif. Begitu juga conversation yang hanya digunakan untuk anak SMA akan sangat terlambat,” ucap wanita berkulit hitam manis ini kepada Sumut Pos beberapa waktu lalu.

Menurut Andini, metode yang mengacu pada rumus memiliki kelemahan saat berbicara. Siswa akan kesulitan dalam memilih penggunaan kosa kata. Hal itu pun dibuktikannya selama menjadi pengajar di beberapa institusi pendidikan di Kota Medan sejak 2008. Bahkan, tidak sedikit teman kuliah dari jurusan yang bersangkutan bertanya yang melahirkan kegelisahan baginya.

Kegelisahan itu pun menemukan jawaban saat menjadi peserta Australia-Indonesia Youth Exchange Program 2009 lalu. Alumni Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU) ini melihat bagaimana pembelajaran bahasa Inggris akan lebih efektif bila dilakukan lewat dialog. Karena lewat berbicara akan membiasakan seseorang dengan bahasa yang digunakannya.

Sekembalinya ke Indonesia, Februari 2009 lalu Andini yang juga menempuh pendidikan di Diploma Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya (dulu Sastra) USU ini pun menjajaki penerapan metode tersebut. Hasil yang didapat kemudian menjadi pedomannya mendirikan pelatihan yang saat ini dijalankannya.

“Metodenya sangat sederhana, kelas saya mulai dengan bahasa Inggris dibarengi bahasa Indonesia. Setiap pulang murid diajukan dua pertanyaan dalam bahasa Inggris. Entah karena mau cepat pulang, murid-murid jadi berebut menjawab. Ada juga saya buat dinding motivasi. Setiap pelajaran saya lakukan evaluasi dimana siswa yang terbaik mendapat satu bintang dengan maksud membangkitkan semangat berkompetisi,” bebernya.

Sulung dari lima bersaudara ini juga mengiringi pendidikan dengan buku panduan (guide book) yang disusun bersama kenalan di Australia. Seperti metode yang digunakan, tak ada satu rumus pun ditemui di kedua buku yang diterbitkan dengan dana pribadi itu. Buku pertama berjudul Learning by Talk Junior I dan buku kedua yaitu Learning by Talk Elementary II. Ditambah lagi dengan fasilitas audio visual seperti rekaman percakapan orang Inggris. Sesekali menonton film seperti Harry Potter dengan menghilangkan subtitle. Atau memutar lagu berbahasa Inggris yang paling digandrungi seperti Justin Bieber.

Tak membutuhkan waktu lama, metode itu pun terbukti keberhasilannya. Siswa yang tadinya tidak paham sedikitpun bahkan kesulitan mengucapkan kata-kata, kini sudah lancar berbicara beberapa kalimat. Metode yang disenangi itu bahkan membuat siswa tetap datang meskipun kelas sudah diliburkan. “Ada saja yang datang padahal saya sudah umumkan libur. Mereka begitu antusias,” tutur putri dari Nur Aslinda ini.

Sukses menumbuhkan minat belajar bahasa Inggris tadi lantas menjadi motivasi bagi Andini untuk komit di jalannya. Bahkan sebuah kelas eksklusif dengan sistem subsidi silang sudah disiapkan untuk dibuka tahun ini. Dengan subsidi silang tadi dirinya berharap dapat membantu lebih banyak siswa yang kesulitan membayar uang kursus sebesar Rp50.000 per bulannya itu.

Program lainnya adalah English Day With My Mother yang melibatkan orangtua dalam hal ini orangtua perempuan untuk menjadi teman belajar sang anak. Untuk itu materi yang diisi dengan percakapan sehari-hari antara ibu dan anak dapat diterapkan hanya dalam tiga bulan.

“Memang kelas itu nanti kita lengkapi dengan fasilitas yang lebih mapan karena memang kita tujukan untuk kelas menengah ke atas. Dengan demikian uang kursus mereka yang lumayan besar dapat digunakan untuk membiayai siswa yang tidak mampu. Jujur sahja, banyak di antara siswa ini enggan masuk karena belum bayar  uang kursus. Sangat disayangkan karena dia berprestasi,” paparnya.

Andini juga berharap atensi dari pemerintah untuk menyebarkan minat berbahasa Inggris tadi bagi anak-anak lainnya. Apalagi dengan metode yang sudah dibuktikan efektifitasnya. “Akan ada 360 anak yang bisa belajar geratis selama satu tahun kalau saja pemerintah berkenan mengucurkan dana 250 juta saja. Itu sudah termasuk buku-buku dan staf pengajar,” tambahnya. (jul)

Andini Nur Bahri
Lahir    :     Medan, 13 Juni 1987
Ibu    :     Nur Aslinda
Anak    :     1 dari 5 bersaudara
Saudara    :     Adlin Bahri (21), Andika  Bahri (19), Anggara Bahri   18), Anisa Nur Bahri (14)
Alamat    :     Jalan Karantina No.5     Simpang Jalan Gunung   Krakatau Medan
Pendidikan    : D3 Bahasa Jepang USU
Ekstensi S1 Komunikasi     Fisip USU

Pekerjaan:

  • Pendiri Big ‘A’ Power English Education Centre (2011)
    Pengajar Medan Hotel Institut (2011)

Pengalaman:

  • Pengajar SMA Wahidin Sp Kantor (2009)
  • Pengajar International Education Centre (2009)
  • Pengajar Singapore International         Academy (2009)
  • Pengajar SMA UISU (2008)

Andini Nur Bahri

Usia bukan halangan untuk berkarya. Buktinya Andini Nur Bahri yang masih berusia 23 tahun mampu melakukan terobosan di bidang pendidikan. Meskipun hingga saat ini dirinya masih merogoh kocek sendiri untuk membuat buku panduan bagi siswa didikannya.

Ya, sejak Januari 2011 lalu dirinya mendirikan Big “A” Power English Education Centre. Memanfaatkan ruang tamu sang nenek ruang yang berukuran 4×6 meter di Jalan Karantina Simpang Gunung Krakatau No 5 Medan itu Andini menggelar pendidikan bahasa Inggris bagi anak-anak warga sekitar.

Namun ada yang berbeda dari metode yang digunakan dibanding kebanyakan kursus sejenis di Kota Medan. Kegiatan yang dibagi dalam empat sesi ini, malam hari untuk Sekolah Dasar, sementara pagi, siang, dan sore untuk siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) itu menggunakan metode Learning by Talk. Belajar dari berbicara.

“Bahasa Inggris saat ini juga sudah mengalami peralihan fungsi. Kalau tidak bisa berbahasa Inggris kita itu seperti buta huruf. Sayangnya metode formula yang diterapkan untuk anak-anak terbukti kurang efektif. Begitu juga conversation yang hanya digunakan untuk anak SMA akan sangat terlambat,” ucap wanita berkulit hitam manis ini kepada Sumut Pos beberapa waktu lalu.

Menurut Andini, metode yang mengacu pada rumus memiliki kelemahan saat berbicara. Siswa akan kesulitan dalam memilih penggunaan kosa kata. Hal itu pun dibuktikannya selama menjadi pengajar di beberapa institusi pendidikan di Kota Medan sejak 2008. Bahkan, tidak sedikit teman kuliah dari jurusan yang bersangkutan bertanya yang melahirkan kegelisahan baginya.

Kegelisahan itu pun menemukan jawaban saat menjadi peserta Australia-Indonesia Youth Exchange Program 2009 lalu. Alumni Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU) ini melihat bagaimana pembelajaran bahasa Inggris akan lebih efektif bila dilakukan lewat dialog. Karena lewat berbicara akan membiasakan seseorang dengan bahasa yang digunakannya.

Sekembalinya ke Indonesia, Februari 2009 lalu Andini yang juga menempuh pendidikan di Diploma Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya (dulu Sastra) USU ini pun menjajaki penerapan metode tersebut. Hasil yang didapat kemudian menjadi pedomannya mendirikan pelatihan yang saat ini dijalankannya.

“Metodenya sangat sederhana, kelas saya mulai dengan bahasa Inggris dibarengi bahasa Indonesia. Setiap pulang murid diajukan dua pertanyaan dalam bahasa Inggris. Entah karena mau cepat pulang, murid-murid jadi berebut menjawab. Ada juga saya buat dinding motivasi. Setiap pelajaran saya lakukan evaluasi dimana siswa yang terbaik mendapat satu bintang dengan maksud membangkitkan semangat berkompetisi,” bebernya.

Sulung dari lima bersaudara ini juga mengiringi pendidikan dengan buku panduan (guide book) yang disusun bersama kenalan di Australia. Seperti metode yang digunakan, tak ada satu rumus pun ditemui di kedua buku yang diterbitkan dengan dana pribadi itu. Buku pertama berjudul Learning by Talk Junior I dan buku kedua yaitu Learning by Talk Elementary II. Ditambah lagi dengan fasilitas audio visual seperti rekaman percakapan orang Inggris. Sesekali menonton film seperti Harry Potter dengan menghilangkan subtitle. Atau memutar lagu berbahasa Inggris yang paling digandrungi seperti Justin Bieber.

Tak membutuhkan waktu lama, metode itu pun terbukti keberhasilannya. Siswa yang tadinya tidak paham sedikitpun bahkan kesulitan mengucapkan kata-kata, kini sudah lancar berbicara beberapa kalimat. Metode yang disenangi itu bahkan membuat siswa tetap datang meskipun kelas sudah diliburkan. “Ada saja yang datang padahal saya sudah umumkan libur. Mereka begitu antusias,” tutur putri dari Nur Aslinda ini.

Sukses menumbuhkan minat belajar bahasa Inggris tadi lantas menjadi motivasi bagi Andini untuk komit di jalannya. Bahkan sebuah kelas eksklusif dengan sistem subsidi silang sudah disiapkan untuk dibuka tahun ini. Dengan subsidi silang tadi dirinya berharap dapat membantu lebih banyak siswa yang kesulitan membayar uang kursus sebesar Rp50.000 per bulannya itu.

Program lainnya adalah English Day With My Mother yang melibatkan orangtua dalam hal ini orangtua perempuan untuk menjadi teman belajar sang anak. Untuk itu materi yang diisi dengan percakapan sehari-hari antara ibu dan anak dapat diterapkan hanya dalam tiga bulan.

“Memang kelas itu nanti kita lengkapi dengan fasilitas yang lebih mapan karena memang kita tujukan untuk kelas menengah ke atas. Dengan demikian uang kursus mereka yang lumayan besar dapat digunakan untuk membiayai siswa yang tidak mampu. Jujur sahja, banyak di antara siswa ini enggan masuk karena belum bayar  uang kursus. Sangat disayangkan karena dia berprestasi,” paparnya.

Andini juga berharap atensi dari pemerintah untuk menyebarkan minat berbahasa Inggris tadi bagi anak-anak lainnya. Apalagi dengan metode yang sudah dibuktikan efektifitasnya. “Akan ada 360 anak yang bisa belajar geratis selama satu tahun kalau saja pemerintah berkenan mengucurkan dana 250 juta saja. Itu sudah termasuk buku-buku dan staf pengajar,” tambahnya. (jul)

Andini Nur Bahri
Lahir    :     Medan, 13 Juni 1987
Ibu    :     Nur Aslinda
Anak    :     1 dari 5 bersaudara
Saudara    :     Adlin Bahri (21), Andika  Bahri (19), Anggara Bahri   18), Anisa Nur Bahri (14)
Alamat    :     Jalan Karantina No.5     Simpang Jalan Gunung   Krakatau Medan
Pendidikan    : D3 Bahasa Jepang USU
Ekstensi S1 Komunikasi     Fisip USU

Pekerjaan:

  • Pendiri Big ‘A’ Power English Education Centre (2011)
    Pengajar Medan Hotel Institut (2011)

Pengalaman:

  • Pengajar SMA Wahidin Sp Kantor (2009)
  • Pengajar International Education Centre (2009)
  • Pengajar Singapore International         Academy (2009)
  • Pengajar SMA UISU (2008)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/