29 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

SINGAPURA RUSUH

Singapura rusuh. Imigran bakar mobil polisi.
Singapura rusuh. Imigran bakar mobil polisi.

SINGAPURA, SUMUTPOS.CO – Singapura yang damai, aman, dan stabil sudah berlangsung hampir 50 tahun. Tapi, sukses itu gagal berlanjut di kawasan Little India Minggu malam (8/12). Kerusuhan terjadi di distrik yang populer dengan pusat perbelanjaan yang buka 24 jam, Mustafa Centre, tersebut. Mobil-mobil dibakar di jalanan menyusul kemarahan para buruh migran asal Asia Selatan yang mengakibatkan kerusuhan terburuk sejak kerusuhan rasial pecah pada 1964 itu.

Rusuh pecah setelah sebuah bus milik swasta menabrak dan menewaskan seorang pekerja keturunan India yang sedang menyeberang jalan. Video yang diunggah ke media sosial beberapa jam setelah kecelakaan menunjukkan seorang pria dari kerumunan orang terlihat merusak kaca depan dan jendela samping bus dengan tongkat. Lainnya terlihat melemparkan tong sampah ke bus itu.

The Straits Times menulis, kerumunan massa terus bertambah hingga mencapai jumlah sekitar 400 orang. Mereka berteriak dan berseru dalam bahasa Tamil. Setelah itu situasi berubah menjadi kekerasan dalam hitungan menit. Sejumlah pihak merespons insiden dengan cepat. Ambulans dari Singapore Civil Defence Force (SCDF) dan mobil polisi tiba di persimpangan Race Course Road dan Hampshire Road setelah menerima laporan insiden pukul 21.23 waktu setempat.

Pihak SCDF berusaha menjangkau korban, yang terjebak di bawah bus, dengan alat-alat hidrolis, namun tak berhasil. Massa yang marah membakar bus, padahal jasad korban di bawah kendaraan itu. “Molotov dilemparkan ke arah petugas penyelamat SCDF saat mereka berusaha menjangkau korban,” kata juru bicara SCDF.

Dalam hitungan menit massa semakin emosional di luar kendali. Mereka menyerang polisi dan aparat yang tiba. “Sejumlah orang melempar polisi dengan molotov, dari botol bir yang dinyalakan. Saya melihat mereka melemparkan sepuluh botol,” ucap saksi mata P. Kannan. Dua mobil patroli polisi dan ambulans juga dibakar di lokasi kejadian.

Itu adalah insiden yang amat mengejutkan untuk Singapura. Sebab, tak pernah terjadi kerusuhan rasial di negara tersebut sejak 1964. Komisaris Polisi di Pasukan Polisi Singapura Ng Joo Hee mengatakan, kerusuhan dapat dipadamkan polisi dalam waktu satu jam setelah pemberitahuan pertama diterima. Berdasar catatan resmi pemerintah, 1 imigran tewas karena tertabrak bus, 39 polisi dan staf pertahanan sipil terluka, dan 25 kendaraan, termasuk 16 mobil polisi, rusak atau dibakar. Sementara itu, sopir bus masih menjalani operasi untuk mengobati luka dalam di leher. Kondektur bus juga menderita luka-luka.

Perdana Menteri Lee Hsien Loong lewat Facebook kemarin pagi (9/12) mengatakan bahwa kerusuhan tersebut adalah “insiden serius” dan tidak ada ampun bagi pelakunya jika tertangkap.  “Situasi sekarang di bawah kendali dan penyelidikan sedang dilakukan. Apa pun peristiwa yang telah memicu kerusuhan, tidak ada alasan untuk perilaku kekerasan, merusak, dan kriminal,” tegasnya. Pemerintah, kata Lee, akan mengidentifikasi pelaku dan menindak mereka. “Saya harap semua rakyat Singapura tetap tenang,” tutur dia.

Seruan itu langsung ditindaklanjuti aparat keamanan. Polisi mengatakan, sekitar 400 orang terlibat dalam kerusuhan dan 27 pekerja asal Asia Selatan telah ditangkap dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara serta hukuman cambuk. Sejauh ini belum ditemukan indikasi keterlibatan warga negara Singapura.

Polisi juga mengumumkan identitas korban. Dia adalah Sakthivel Kumaravelu, pria 33 tahun warga negara India. Korban adalah pekerja konstruksi di perusahaan Heng Hup Soon selama dua tahun. Saksi mata yang mengidentifikasi jasad korban di kamar mayat Singapore General Hospital (SGH) mengatakan, keluarga belum diberi tahu tentang kematiannya. Pria yang tak mau disebutkan namanya itu mengatakan, mayat korban tidak terpotong “seperti yang diberitakan sejumlah media. Namun, Sakthivel menderita luka di wajah.

Singapura adalah salah satu negara terkaya di dunia. Negara pulau berpenduduk 5,4 juta jiwa itu sangat bergantung kepada para pekerja asing dengan buruh asal Asia Selatan mendominasi sektor konstruksi. Negara kota tersebut secara luas dianggap sebagai masyarakat paling aman di dunia serta membanggakan dirinya sebagai negeri yang punya tatanan sosial dan ras yang harmonis.

Karena itu, sampai terjadinya aksi anarkistis berjam-jam tanpa berhasil ditangani tentu memicu kekecewaan yang meluas. Banyak warga yang mengungkapkan kekecewaan di media sosial. “Ya Tuhan,” kata seorang pembaca yang menulis di situs Yahoo! Singapura, “bagaimana bisa hal seperti itu terjadi di Singapuraku.”

Bloger terkenal Andrew Loh mengungkapkan ketakjubannya. “Kami belum pernah melihat sesuatu dalam skala seperti ini sebelumnya, jadi pasti ada alasan yang cukup serius mengapa kerusuhan itu terjadi,” ucap dia.

Menteri Transportasi Lui Tuck Yew, yang juga anggota parlemen dari distrik yang dilanda kerusuhan, mengatakan bahwa penyebab kerusuhan hingga kini belum jelas. Tapi, alkohol bisa menjadi salah satu faktor penyebab. Sudah ada seruan untuk mengekang konsumsi alkohol di tempat umum di wilayah Little India yang padat.

Seorang warga bernama Basher Marican, 69, yang sedang pulang ke rumahnya di wilayah itu saat peristiwa terjadi, mengatakan bahwa situasi tersebut sangat kacau. “Saya berjalan melewati kerumunan di sepanjang restoran. Sejumlah orang bersorak-sorai saat mereka menyerang bus,” ungkapnya. Dia mengatakan, kerumunan itu jelas orang mabuk dan beberapa di antara mereka melemparkan botol selama kerusuhan.

Reuters menulis bahwa Little India biasanya pada Minggu menjadi kawasan padat. Di daerah yang dikenal ditempati orang-orang India, Bangladesh, Pakistan, Sri Lanka, dan Nepal itu terdapat sejumlah restoran, toko kelontong, dan pusat perbelanjaan serta barang-barang lainnya yang diperuntukkan bagi orang-orang dari sejumlah negara tersebut.

Kekerasan akhir pekan lalu itu merupakan kerusuhan pertama di Singapura sejak pergolakan rasial 1964. Sejak itu pemerintah memberlakukan kontrol yang ketat terhadap aksi unjuk rasa. Etnis Tionghoa berjumlah 74 persen dari total jumlah penduduk Singapura, Melayu muslim sekitar 13,3 persen, disusul etnis India, Eurasia, dan kelompok etnis lainnya.

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Singapura memastikan, tidak ada warga Indonesia yang terlibat dalam kerusuhan di Little India. “Sejauh ini tidak ada keterlibatan WNI dalam peristiwa tersebut,” kata diplomat pada KBRI Singapura Fachri Sulaiman kemarin. KBRI berharap seluruh WNI yang tinggal di Singapura tetap mengikuti imbauan aparat setempat dalam menangani masalah. “Dan berhati-hati dalam beraktivitas di Singapura,” tutur dia. (AP/BBC/ST/mia/c9/kim)

Singapura rusuh. Imigran bakar mobil polisi.
Singapura rusuh. Imigran bakar mobil polisi.

SINGAPURA, SUMUTPOS.CO – Singapura yang damai, aman, dan stabil sudah berlangsung hampir 50 tahun. Tapi, sukses itu gagal berlanjut di kawasan Little India Minggu malam (8/12). Kerusuhan terjadi di distrik yang populer dengan pusat perbelanjaan yang buka 24 jam, Mustafa Centre, tersebut. Mobil-mobil dibakar di jalanan menyusul kemarahan para buruh migran asal Asia Selatan yang mengakibatkan kerusuhan terburuk sejak kerusuhan rasial pecah pada 1964 itu.

Rusuh pecah setelah sebuah bus milik swasta menabrak dan menewaskan seorang pekerja keturunan India yang sedang menyeberang jalan. Video yang diunggah ke media sosial beberapa jam setelah kecelakaan menunjukkan seorang pria dari kerumunan orang terlihat merusak kaca depan dan jendela samping bus dengan tongkat. Lainnya terlihat melemparkan tong sampah ke bus itu.

The Straits Times menulis, kerumunan massa terus bertambah hingga mencapai jumlah sekitar 400 orang. Mereka berteriak dan berseru dalam bahasa Tamil. Setelah itu situasi berubah menjadi kekerasan dalam hitungan menit. Sejumlah pihak merespons insiden dengan cepat. Ambulans dari Singapore Civil Defence Force (SCDF) dan mobil polisi tiba di persimpangan Race Course Road dan Hampshire Road setelah menerima laporan insiden pukul 21.23 waktu setempat.

Pihak SCDF berusaha menjangkau korban, yang terjebak di bawah bus, dengan alat-alat hidrolis, namun tak berhasil. Massa yang marah membakar bus, padahal jasad korban di bawah kendaraan itu. “Molotov dilemparkan ke arah petugas penyelamat SCDF saat mereka berusaha menjangkau korban,” kata juru bicara SCDF.

Dalam hitungan menit massa semakin emosional di luar kendali. Mereka menyerang polisi dan aparat yang tiba. “Sejumlah orang melempar polisi dengan molotov, dari botol bir yang dinyalakan. Saya melihat mereka melemparkan sepuluh botol,” ucap saksi mata P. Kannan. Dua mobil patroli polisi dan ambulans juga dibakar di lokasi kejadian.

Itu adalah insiden yang amat mengejutkan untuk Singapura. Sebab, tak pernah terjadi kerusuhan rasial di negara tersebut sejak 1964. Komisaris Polisi di Pasukan Polisi Singapura Ng Joo Hee mengatakan, kerusuhan dapat dipadamkan polisi dalam waktu satu jam setelah pemberitahuan pertama diterima. Berdasar catatan resmi pemerintah, 1 imigran tewas karena tertabrak bus, 39 polisi dan staf pertahanan sipil terluka, dan 25 kendaraan, termasuk 16 mobil polisi, rusak atau dibakar. Sementara itu, sopir bus masih menjalani operasi untuk mengobati luka dalam di leher. Kondektur bus juga menderita luka-luka.

Perdana Menteri Lee Hsien Loong lewat Facebook kemarin pagi (9/12) mengatakan bahwa kerusuhan tersebut adalah “insiden serius” dan tidak ada ampun bagi pelakunya jika tertangkap.  “Situasi sekarang di bawah kendali dan penyelidikan sedang dilakukan. Apa pun peristiwa yang telah memicu kerusuhan, tidak ada alasan untuk perilaku kekerasan, merusak, dan kriminal,” tegasnya. Pemerintah, kata Lee, akan mengidentifikasi pelaku dan menindak mereka. “Saya harap semua rakyat Singapura tetap tenang,” tutur dia.

Seruan itu langsung ditindaklanjuti aparat keamanan. Polisi mengatakan, sekitar 400 orang terlibat dalam kerusuhan dan 27 pekerja asal Asia Selatan telah ditangkap dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara serta hukuman cambuk. Sejauh ini belum ditemukan indikasi keterlibatan warga negara Singapura.

Polisi juga mengumumkan identitas korban. Dia adalah Sakthivel Kumaravelu, pria 33 tahun warga negara India. Korban adalah pekerja konstruksi di perusahaan Heng Hup Soon selama dua tahun. Saksi mata yang mengidentifikasi jasad korban di kamar mayat Singapore General Hospital (SGH) mengatakan, keluarga belum diberi tahu tentang kematiannya. Pria yang tak mau disebutkan namanya itu mengatakan, mayat korban tidak terpotong “seperti yang diberitakan sejumlah media. Namun, Sakthivel menderita luka di wajah.

Singapura adalah salah satu negara terkaya di dunia. Negara pulau berpenduduk 5,4 juta jiwa itu sangat bergantung kepada para pekerja asing dengan buruh asal Asia Selatan mendominasi sektor konstruksi. Negara kota tersebut secara luas dianggap sebagai masyarakat paling aman di dunia serta membanggakan dirinya sebagai negeri yang punya tatanan sosial dan ras yang harmonis.

Karena itu, sampai terjadinya aksi anarkistis berjam-jam tanpa berhasil ditangani tentu memicu kekecewaan yang meluas. Banyak warga yang mengungkapkan kekecewaan di media sosial. “Ya Tuhan,” kata seorang pembaca yang menulis di situs Yahoo! Singapura, “bagaimana bisa hal seperti itu terjadi di Singapuraku.”

Bloger terkenal Andrew Loh mengungkapkan ketakjubannya. “Kami belum pernah melihat sesuatu dalam skala seperti ini sebelumnya, jadi pasti ada alasan yang cukup serius mengapa kerusuhan itu terjadi,” ucap dia.

Menteri Transportasi Lui Tuck Yew, yang juga anggota parlemen dari distrik yang dilanda kerusuhan, mengatakan bahwa penyebab kerusuhan hingga kini belum jelas. Tapi, alkohol bisa menjadi salah satu faktor penyebab. Sudah ada seruan untuk mengekang konsumsi alkohol di tempat umum di wilayah Little India yang padat.

Seorang warga bernama Basher Marican, 69, yang sedang pulang ke rumahnya di wilayah itu saat peristiwa terjadi, mengatakan bahwa situasi tersebut sangat kacau. “Saya berjalan melewati kerumunan di sepanjang restoran. Sejumlah orang bersorak-sorai saat mereka menyerang bus,” ungkapnya. Dia mengatakan, kerumunan itu jelas orang mabuk dan beberapa di antara mereka melemparkan botol selama kerusuhan.

Reuters menulis bahwa Little India biasanya pada Minggu menjadi kawasan padat. Di daerah yang dikenal ditempati orang-orang India, Bangladesh, Pakistan, Sri Lanka, dan Nepal itu terdapat sejumlah restoran, toko kelontong, dan pusat perbelanjaan serta barang-barang lainnya yang diperuntukkan bagi orang-orang dari sejumlah negara tersebut.

Kekerasan akhir pekan lalu itu merupakan kerusuhan pertama di Singapura sejak pergolakan rasial 1964. Sejak itu pemerintah memberlakukan kontrol yang ketat terhadap aksi unjuk rasa. Etnis Tionghoa berjumlah 74 persen dari total jumlah penduduk Singapura, Melayu muslim sekitar 13,3 persen, disusul etnis India, Eurasia, dan kelompok etnis lainnya.

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Singapura memastikan, tidak ada warga Indonesia yang terlibat dalam kerusuhan di Little India. “Sejauh ini tidak ada keterlibatan WNI dalam peristiwa tersebut,” kata diplomat pada KBRI Singapura Fachri Sulaiman kemarin. KBRI berharap seluruh WNI yang tinggal di Singapura tetap mengikuti imbauan aparat setempat dalam menangani masalah. “Dan berhati-hati dalam beraktivitas di Singapura,” tutur dia. (AP/BBC/ST/mia/c9/kim)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/