Hj Fatimah Syariah Br Pinem
Adalah kebahagiaan tersendiri bagi Hj Fatimah Syariah Br Pinem (66) menyaksikan ketujuh anaknya saat wisuda. Pengabdian di bidang pengobatan tradisional khusus patah tulang pun berlanjut untuk kebahagiaan orang-orang di sekitarnya.
Ditemui di Kediamannya Jalan HM Yamin Gang Besi No 3 Medan, Hj Fatimah Syariah Br Pinem yang akrab disapa Mak Pinem ini baru saja menunaikan Ashar. Meski usia yang melewati setengah abad masih terpancar semangat dari seorang ibu yang berjuang demi sang buah hati. Ucapan syukur pun disampaikan untuk tanggungjawab yang sudah diselesaikannya beberapa tahun silam.
“Syukurlah anak-anak sudah selesai kuliah semua dan sekarang sudah berkeluarga dan memiliki kegiatannya sendiri-sendiri. Setidaknya tidak ada lagi rasa minder di antara mereka karena tidak sarjana,” ucap Mak Pinem kepada Sumut Pos, Senin (23/5).
Ya, dengan keterampilan di bidang pengobatan tradisional khusus patah tulang, Mak Pinem mengantarkan kedua anaknya M Ramadan Tarigan ST dan A Mahazidin Tarigan SE meraih gelar sarjana beberapa tahun lalu dari salah satu perguruan tinggi swasta ternama di Kota Medan. Mengikuti kelima anaknya yang lebih dulu meraih gelar tersebut saat masih mendampingi suami Alm H Muhammad Mustafa Tarigan yang membuka praktik “Dukun Patah Pergendangan” di seputaran Jalan HM Yamin Medan sejak 1963 silam.
Mengawali perannya sebagai asisten, Mak Pinem pun turut mempelajari sistem pengobatan bersama suami. Dari jenis ramuan yang digunakan sebagai obat hingga struktur organ tubuh manusia melalui buku anatomi, di kediaman yang juga tempat praktik. Seiring dengan membesarnya biaya, dirinya bersama suami memboyong ketujuh anak berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan lainnya.
“Sudah ada tiga kali pindah kontrakan. Sedikit demi sedikit kita nabung sampai bisa beli bangunan yang sekarang. Juga sama rumah ini. Tapi, yang lebih bersyukur anak-anak bisa tamat sekolahnya,” tutur nenek dari 12 cucu ini.
Namun hingga 2000, saat sang suami menghadap sang Ilahi, Mak Pinem pun harus berjalan seorang diri dengan kedua anak bungsunya yang masih kuliah. Berat tanggung jawab sesaat membuatnya trauma. Namun setelah berserah pada Yang Kuasa, Mak Pinem pun mulai berjuang. Yang dulunya sebagai asisten, Mak Pinem kini menjadi pemain utama dan mengangkat adik angkat sebagai sekretaris. Terkadang didampingi salah seorang anaknya mereka menyambangi pasien yang membutuhkan perawatan.
“Karena kita tidak ada rawat inap, bagi yang tidak bisa jalan, saya yang datang untuk memeriksa. Kalau dulu sampai ke Tanjung Morawa kita datangi, tapi sekarang ini saya tidak sanggup lagi kalau tempatnya jauh. Paling sekitar Kota Medan saja,” beber Mak Pinem.
Sebagai penjual jasa, dirinya selalu berusaha menjaga kepuasan pelanggannya. Untuk itu seluruh pasien harus disentuh secara langsung sehingga mendapat analisis yang tepat untuk sistem pengobatan yang digunakan. Bahkan dirinya bekerja sama dengan ahli radiologi agar pasien dapat menyaksikan bagian tubuh yang bermasalah tadi. Begitu juga dalam pengobatan, Mak Pinem mengandalkan ramuan yang diracik sendiri.
Beberapa bahan ramuan diakui dari daerah Pergendangan. Agar pengobatan dapat dipertanggungjawabkan, Mak Pinem pun memasang tarif hingga selesai. Untuk jumlah dibuat berdasarkan tingkat kerusakan dan usia pasien.
“Karena sekarang orang juga sudah pinter makanya kita pakai foto juga. Dengan demikian pasien tidak merasa dibohongi. Kalau dianya puas kan kita juga senang. Karena kalau dia dapat rezeki, ya, kita juga bisa dapat rezeki kan. Yang penting kita menolong dengan sungguh-sungguh,” tukasnya.
Dari situ lah Mak Pinem mengumpulkan sedikit rezeki yang didapat untuk melanjutkan pendidikan kedua anak bungsunya. Kini ketujuh anaknya pun beraktivitas di berbagai bidang seperti kontraktor, pengacara, bahkan ekspor kerajinan tangan. Kesuksesan sebagai seorang ibu itu pun menghiasi ruang praktik di Jalan HM Yamin Medan. Jejeran foto ketujuh buah hatinya akan memotivasi siapa pun untuk mengikuti kesksesannya. Bahwa pendidikan anak adalah tanggung jawab orangtua. (jul)