MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rudi Sitorus (29), salah seorang tersangka kasus pencurian sepeda motor sudah 7 hari kritis di ICU RSU Imelda, pasca ditembak polisi, Senin (2/6) lalu. Tak tahan melihat kondisi anaknya, Riati boru Limbong, ibu kandung tersangka berencana meminta polisi menembak mati anaknya.
Hal itu diungkap Riati boru Limbong, karena kesal dengan tindakan polisi. Pasalnya saat penangkapan berlangsung, ia dan warga sekitar rumah mereka meyaksikan kejadian tersebut dan anaknya dalam keadaan sehat. Karenanya Riati pun merelakan anaknya diboyong pihak kepolisian untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Tapi pihak keluarga merasa kecewa atas kinerja pihak kepolisian, sebab pada saat ditangkap, tersangka masih dalam keadaan sehat dan hanya mengalami luka di bagian kening. Akan tetapi ketika keluarga mendatangi kantor polisi, anaknya tidak ditemui di dalam sel.
Terakhir pihak keluarga pun mendapat infromasi bahwa Rudi sudah berada di ruang ICU RS Bhayangkara lantaran mendapat tembakan di bagian betis kaki, dan disebut lantaran mau melarikan diri saat pengembangan. Perihal penembakan tersebut pun sebenarnya tidak dipermasalahkan pihak keluarga, dan orangtuanya sendiri menyarankan supaya anaknya dijebloskan ke penjara.
Namun ternyata informasi yang diterima pihak keluarga, anaknya juga dipukuli hingga tak sadarkan diri. Parahnya lagi, saat dibesuk di rumah sakit Bhayangkara Medan dua hari kemudian tepatnya pada, Rabu (4/6), kondisi korban bukan malah membaik. Lantaran naluri seorang ibu, dia pun menjaga anaknya di rumah sakit itu hingga, Jumat (6/6). Namun, kondisi anaknya malah semakin parah dan wajah Rudi membiru. Pihak keluarga pun meminta kepada pihak Polsek Sunggal supaya dirujuk ke RSUP Adam Malik Medan.
Saat itu juga, tersangka pun diboyong ke RSUP Adam Malik untuk mendapatkan perawatan lebih intensif. Akan tetapi, lantaran perlengkapan masih digunakan pasien lain, keluarga pun kembali merujuk Rudi ke Rumah Sakit Imelda Medan.
Sebelum dirawat di rumah sakit Imelda, tersangka sudah dilakukan scaning di Rumah Sakit Materna Medan. Saat dilakukan pemeriksaan oleh tim medis. Ternyata bukan kaki bekas tembakan yang bermasalah di tubuh korban. Melainkan di bagian kepala mengalami pendarahan.
“Aku tidak mempermasalahkan anakku ditangkap dan ditembak kakinya. Biar dia tau apa kesalahannya. Tapi kalau sempat dianiaya sampai anakku geger otak dan belum sadarkan diri, aku tidak terima. Kepalanya mengalami pendarahan,” ujar ibu korban menyesalkan kejadian tersebut.
“Di mana keadilan itu, jujur saja. Pas ditangkap kemarin senang juga aku. Tapi kenapa sampai kritis begini,” tambah perempuan paruh baya itu dengan nada sedih.
Ditambahkannya, dia memang sadar atas kesalahan anaknya. Dan dipastikannya bahwa tersangka tidak pernah melakukan pencurian sepedamotor dengan menggunakan senjata tajam. Melainkan hanya menggadaikan sepedamotor yang dikenalnya sendiri.
Dan diakuinya, sebagai ibu, dia sudah kerap menebus sepedamotor yang digadaikan anaknya dan mengembalikan sepedamotor tersebut kepada pemiliknya. “Dia tidak pernah merampok sepedamotor. Tapi menggadaikan punya temannya sendiri. Dan aku sudah beberapa kali menebus gadaian sepedamotor tersebut,” pungkas warga Jl. Payabakung, Desa Terang Bulan, Kec. Sunggal itu.
Oleh karena itu, masih pengakuan dari ibu korban, saat penangkapan beberapa hari yang lewat, dia merasa legah dan rencana tidak mau berdamai atau pun menembus sepedamotor yang digadaikannya. Dan tujuannya hanya untuk supaya anaknya dihukum dan berharap kelak bisa menyadari perbuatannya.
Akan tetapi, harapan sang ibu malah jauh dari dugaan. Anaknya malah kritis dan belum juga sadarkan diri. Yang paling membuatnya menderita, tak seorang pun pihak kepolisian yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Dan dia sendiri yang membayar biaya pengobatan hingga menghabiskan jutaan rupiah.
“Sedih kali kurasa sebagai ibu. Karena kondisinya yang belum sadarkan diri, aku tidak berani sama sekali untuk melihatnya lagi. Jangankan melihat secara langsung, melihat pintu ruang ICU itu pun aku tidak berani lagi,” rintih perempuan yang mengenakan kaos berwarna hijau tersebut.
Dikisahkannya lagi, yang membuat dia sedih, sebenarnya anaknya selalu menceritakan kalau sudah usai menggadaikan sepedamotor temannya. Langsung memberitahukannya kepada orangtuannya.
“Kalau dia ini, selalu memberitahu kalau dia sudah menggadaikan kreta kawannya. Nanti tiba-tiba dia jumapain aku dan bilang mau meminjam uang karena sudah menggadaikan kreta temannya. Mendengar itu, sebagai orangtua hatiku miris, makanya aku selalu menebusnya,” tuturnya.
Oleh karena itu, karena merasa sudah sudah tidak sesuai yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Mereka pun langsung bergegas ke Poldasu, Sabtu (7/6) kemarin. Mereka mengadukan Anto dan Hartono yang juga tetangganya yang merupakan korban yang saat itu ikut menangkap anaknya.
Bukan itu saja, mereka pun turut melaporkan personil Posek Sunggal atas tuduhan penganiayaan dan tertuang dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan dengan nomor STPL/681/VI/2012 tertanggal 07 Juni 2014. Dan mereka berharap supaya pihak Poldasu menanggapi laporan mereka dan memberikan hukuman yang setimpal terhadap pelaku penganiayaan anaknya.
TAK KUNJUNG SADAR
“Kemarin udah berbisik aku berkali-kali di dekat kuping anakku, ini mama nak, bangun lah, kataku tapi dia tetap tak mendengarnya,” ujar ibu korban menenteskan air mata pasca dilakukannya operasi di bagian kepala pada, Sabtu (7/6) pukul 00.00 Wib.
Karena tak kunjung sadar, dan khawatir anaknya mengalami geger otak, Riati boru Limbong sempat berencana membawa anaknya ke kantor polisi supaya ditembak mati. “Kalau sempat dia tidak normal lagi, untuk apa hidup, lebih baik kubawa saja dia ke kantor polisi supaya ditembak. Kalau ditembak mati kian saat ditangkap, aku tidak menuntut. Palingan aku selama sebulan menangis,” ujarnya dengan nada tinggi.
“Tapi kalau sempat dia geger otak, aku tidak terima, mau sampai selamanya aku menangis melihat anakku ini? Terus sehat, dipukulilah lagi nanti dia di dalam penjara,” tambahnya dan lagi-lagi menyesalkan kejadian tersebut.
Sementara salah salah satu perawat yang menangani korban, enggan memberikan keterangan karena takut salah. Dan menyarankan supaya menemui dokternya langsung, akan tetapi saat ditanya kapan dokternya akan kembali. Mereka belum bisa memastikan. “Sudah mulai membaik kondisinya. Tapi perawat tidak berani memberikan keterangan, karena takut salah. Kalau dokternya belum tahu pasti kapan datang lagi,” ujar salah satu petugas penjaga ruang ICU rumah sakit tersebut.
Terpisah, ketika dikonfirmasi soal kondisi Rudi yang belum sadarkan diri pasca ditangkap oleh pihak kepolisian, Kapolsek Sunggal, Kompol Eko Hartanto mengatakan kalau mereka tidak ada melakukan penganiayaan di bagian kepala. Dan mereka hanya melumpuhkan kaki saat tersangka hendak melarikan diri.
“Kita hanya lakukan tindakan di kaki. Karena pelaku ini mau melarikan diri saat dikejar anggota dan masyarakat. Bukan di kepalanya kita pukuli atau tembak,” balasnya singkat via SMS pada, Selasa (10/6) sore.
Terpisah, Kepala SPKT Poldasu, AKBP Surya Sofian Hadi mengatakan laporan Riati br Limbong yang tertuang dalam laporan nomor STPL/681/VI/2014/SPKT tanggal 7 Juni 2014 dengan terlapor Anto, Hartono dan anggota Polsek Sunggal yang diduga telah melakukan penganiayaan terhadap Rudi Sitorus (26) warga Jl Paya Bakung Diski, Kec. Sunggal telah diterima. Dan saat ini sendiri, laporan tersebut telah diteruskan ke Kapoldasu, Irjend Pol Syarief Gunawan. “Sudah kita serahkan Senin (9/6) lalu laporannya ke Kapoldasu. Siap dari situ baru tahu ke Direktoran mana laporan itu dilimpahkan,” ucapnya. (tun/ind/bd)