Warjio PhD
Perjalanan hidup Warjio (37) begitu berliku. Dia meraih sarjana sambil bekerja sebagai tukang becak. Saat mengambil gelar S2 di Malaysia pun dia sampai menjual darah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menariknya, semua gelar akademis yang diraihnya berpredikat cum laude, termasuk gelar Phd yang didapatnya di Malaysia juga.
Kini, setelah diangkat menjadi staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU) 2005 lalu, Warjio kemudian dipercaya untuk menjabat Sekretaris Program Magister Administrasi Publik di Kampus Pascasarjana Universitas Medan Area (UMA) Jalan Setia Budi Medan sejak 2009.
Demikianlah pria kelahiran Bandar Klippa ini menjalani kehidupan sebagai ilmuwan. Membagi ilmu pengetahuan yang dimiliki untuk menghadirkan pencerahan di tengah-tengah masyarakat mengenai dinamika perpolitikan di tanah air khususnya perkembangan politik Islam. Berharap lahirnya cendekiawan muda yang dapat membawa kesegaran di tengah carut-marutnya kehidupan bernegara saat ini.
Ditemui di ruang kerjanya, Warjio mengaku sudah memusatkan perhatian pada perkembangan politik partai Islam sejak masuk di Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (dulu Fakultas Sastra) Universitas Sumatera Utara 1994 silam. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan penguasaan terhadap studi yang dilakoni. Tak heran bila dirinya lulus dengan predikat cum laude pada 1999.
Konsentrasi terhadap perkembangan politik partai Islam tadi pun dipertahankan saat mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan di Universitas Sains Malaysia. Perbandingan partai politik Masyumi dengan PAS, partai Islam di Malaysia yang menjadi perhatiannya bahkan terpilih sebagai tesis terbaik kala itu. 2005, dirinya kembali lulus dengan kriteria cum laude.
Dinamika partai Islam tadi pun kian diperdalam saat melanjutkan studi doktoralnya di universitas yang sama. Topik Partai Politik Dakwah di Indonesia: Idiologi, Strategi Politik, dan Pencapaian Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 1998-2009 yang diangkat tidak hanya mengulangi sukses terdahulu. Di bawah asuhan Prof Sukri Saleh dan DR Zaini DISV USM, suami dari Neni Juli Astuti ST ini tidak hanya lulus dengan kriteria cum laude, tesis tadi pun menarik perhatian dunia dan menjadi pembahasan di Seminar Internasional yang akan dilaksanakan di Kanada dalam waktu dekat ini.
“Belajar hendaklah memiliki konsentrasi di satu bidang. Dengan demikian kita bisa menguasai bidang tersebut secara detail. Sejak kuliah di USU pun saya sudah memilih politik partai Islam sebagai fokus studi saya,” ucapnya kepada Sumut Pos, Sabtu (28/5).
Prinsip itu terus dijalani meski harus melalui ujian dan pergolakan hidup. Berbagai kesulitan yang justru dijadikan cambuk untuk meraih semua mimpinya, ahli di bidang partai politik Islam. Lahir dari keluarga sederhana, Warjio muda harus bermandi keringat mengayuh becak untuk bisa kuliah di Departemen Sejarah Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) USU. Profesi itu dilakoni sejak semester satu hingga semester tiga.
Perjuangan pun kembali dilakoni saat melanjutkan studi pascasarjana ke negeri tetangga. Bermodalkan uang penjualan sepeda motor yang dibagi dua dengan keluarga Rp3 juta, dirinya menyeberang dengan kapal feri dari Belawan. Untuk memenuhi kebutuhan dengan sisa dana 700 ringgit. Ayah dari Haykal Muhammad Raihan (6) dan Alif Alfitra Salam (4) ini selama enam bulan bekerja sebagai waiters atau pencuci piring di kantin kampus yang terletak di Padang Kota Lama, salah satu negara bagian Malaysia.
Tidak itu saja, biaya yang mendesak membuat dirinya menjadi kelinci percobaan untuk bayaran 400 ringgit. “Istilahnya proyek drakula. Dari Sabtu hingga Minggu kita beberapa kali disedot darahnya. Ya karena kata dokter tidak masalah, saya ikut. Soalnya uang saya sisa 700 ringgit dan uang kuliah saya 1500 ringgit,” kenangnya.
Dalam perjalanan yang penuh perjuangan tadi Warjio yang baru meraih gelar doctoral 2011 ini mendapat pengalaman spiritual. Bahwa berbagai cobaan untuk meraih pendidikan tadi ternyata menyimpan nikmat yang tak terperi. Seperti saat melakukan penelitian di Pulau Kelantan selama empat hari dengan 25 ringgit di saku, dirinya harus tidur di lapangan karena tidak mampu menyewa penginapan. Hingga tekad kuat tadi dilihat oleh pemilik toko buku yang kemudian memberinya penginapan dan semua informasi yang dibutuhkan asal membantu menjaga toko buku miliknya.
Begitu juga saat dirinya menunda rencana membeli mie yang terhidang di depan mata untuk menyumbang pendirian sekolah Islam di Pakistan. Tidak diduga sesampai di kontrakannya yang sederhana, seorang dosen memberi amplop berisi uang yang jumlahnya 10 kali dari uang sumbangan tadi. Doa yang datang dari kerendahan hati pun dijawab melalui tabungan pertamanya yang terpilih sebagai pemenang undian salah satu bank dengan hadiah mobil Toyota Rush. “Mobilnya saya jual untuk beli rumah dan mobil Suzuki Katana yang saya pakai sekarang,” akunya.
Ya, ketekunan dalam mengejar cita-cita dan kerja keras yang tak henti disertai penyerahan diri kepada Sang Khaliq membuat Warjio melalui semua kesulitan untuk keluar sebagai pemenang. (jul)