26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Mau Suntik Mati, Ignatius Gugat KUHP ke MK

Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi

JAKARTA – Ignatius Ryan Tumiwa mungkin jadi satu-satunya pemohon uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) yang nekat sepanjang MK berdiri. Pasalnya, dia mengajukan uji materil Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) karena berniat ingin bunuh diri dengan cara suntik mati (euthanasia).

Sidang perdana perkara yang teregister dengan Nomor 55/PUU-XIII/2014 tersebut digelar MK, kemarin (16/7) di Ruang Sidang Pleno MK lantai 4. Dalam pokok permohonannya, Ryan yang hadir tanpa diwakili oleh kuasa hukumnya menjelaskan, hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 344 KUHP. Pasal tersebut menyatakan, barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.

Di dalam persidangan, Ryan menjelaskan bahwa dirinya tidak memiliki pekerjaan yang pasti dan tidak menerima tunjangan dari pemerintah. Selain itu, dia juga merasa keadaannya tersebut telah membebani lingkungan di sekitarnya. Nah, untuk alasan seperti itulah, lalu dia berinisiatif untuk melakukan suntik mati terhadap dirinya sendiri.

Namun, dengan berlakunya ketentuan di pasal tersebut, sambil berlinang air mata, Ryan mengatakan bahwa dirinya tidak dapat melakukan niat nekatnya itu karena akan berakibat hukuman penjara. “Meminta MK untuk menerima dan mengabulkan permohonannya dan meminta pemerintah segera membuat peraturan pelaksanaan untuk izin suntik mati,” ujar Ryan terisak di hadapan majelis hakim.

Majelis hakim yang dipimpin oleh hakim konstitusi Aswanto yang beranggotakan hakim konstitusi Patrialis Akbar dan Anwar Usman hanya bisa tertegun mendengarkan alasan pemohonnya kali ini. Ketiganya lalu memberikan saran perbaikan kepada pemohon. Majelis hakim juga berharap agar Ryan yang tampak depresi tersebut segera menarik permohonannya.

Kepada Ryan, Anwar menjelaskan jika dia masih akan melanjutkan permohonan uji materinya tersebut, maka ada beberapa hal yang harus diperbaiki, di antaranya dia harus menguraikan secara jelas kerugian konstitusional yang dialaminya. “Kalau meneruskan permohonan ini dan mudah-mudahan ditarik kembali, ada satu hal yang mendasar, dalam permohonan ini harus diuraikan antara Pasal 344 dengan pasal yang dijadikan batu uji dalam UUD 1945 atau paling tidak uraikan dengan berlakunya pasal ini akan merugikan saudara,” saran Anwar.

Sementara itu, Aswanto menjelaskan, seandainya MK mengabulkan permohonannya yakni dengan membatalkan norma di dalam pasal tersebut, masih banyak pasal lain yang memiliki norma yang sama dengan Pasal 344 KUHP. “Kalau ini tidak diberlakukan masih banyak pasal lain yang terkait larangan tidak boleh mengakhiri hidup. Kalaupun pasal itu dinyatakan tidak berlaku, dokter tetap tidak bisa melakukan karena bisa masuk penjara dengan adanya pasal lain,” tandasnya. (dod)

Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi

JAKARTA – Ignatius Ryan Tumiwa mungkin jadi satu-satunya pemohon uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) yang nekat sepanjang MK berdiri. Pasalnya, dia mengajukan uji materil Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) karena berniat ingin bunuh diri dengan cara suntik mati (euthanasia).

Sidang perdana perkara yang teregister dengan Nomor 55/PUU-XIII/2014 tersebut digelar MK, kemarin (16/7) di Ruang Sidang Pleno MK lantai 4. Dalam pokok permohonannya, Ryan yang hadir tanpa diwakili oleh kuasa hukumnya menjelaskan, hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 344 KUHP. Pasal tersebut menyatakan, barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.

Di dalam persidangan, Ryan menjelaskan bahwa dirinya tidak memiliki pekerjaan yang pasti dan tidak menerima tunjangan dari pemerintah. Selain itu, dia juga merasa keadaannya tersebut telah membebani lingkungan di sekitarnya. Nah, untuk alasan seperti itulah, lalu dia berinisiatif untuk melakukan suntik mati terhadap dirinya sendiri.

Namun, dengan berlakunya ketentuan di pasal tersebut, sambil berlinang air mata, Ryan mengatakan bahwa dirinya tidak dapat melakukan niat nekatnya itu karena akan berakibat hukuman penjara. “Meminta MK untuk menerima dan mengabulkan permohonannya dan meminta pemerintah segera membuat peraturan pelaksanaan untuk izin suntik mati,” ujar Ryan terisak di hadapan majelis hakim.

Majelis hakim yang dipimpin oleh hakim konstitusi Aswanto yang beranggotakan hakim konstitusi Patrialis Akbar dan Anwar Usman hanya bisa tertegun mendengarkan alasan pemohonnya kali ini. Ketiganya lalu memberikan saran perbaikan kepada pemohon. Majelis hakim juga berharap agar Ryan yang tampak depresi tersebut segera menarik permohonannya.

Kepada Ryan, Anwar menjelaskan jika dia masih akan melanjutkan permohonan uji materinya tersebut, maka ada beberapa hal yang harus diperbaiki, di antaranya dia harus menguraikan secara jelas kerugian konstitusional yang dialaminya. “Kalau meneruskan permohonan ini dan mudah-mudahan ditarik kembali, ada satu hal yang mendasar, dalam permohonan ini harus diuraikan antara Pasal 344 dengan pasal yang dijadikan batu uji dalam UUD 1945 atau paling tidak uraikan dengan berlakunya pasal ini akan merugikan saudara,” saran Anwar.

Sementara itu, Aswanto menjelaskan, seandainya MK mengabulkan permohonannya yakni dengan membatalkan norma di dalam pasal tersebut, masih banyak pasal lain yang memiliki norma yang sama dengan Pasal 344 KUHP. “Kalau ini tidak diberlakukan masih banyak pasal lain yang terkait larangan tidak boleh mengakhiri hidup. Kalaupun pasal itu dinyatakan tidak berlaku, dokter tetap tidak bisa melakukan karena bisa masuk penjara dengan adanya pasal lain,” tandasnya. (dod)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/