SUMUTPOS.CO – Islah kedua kubu yang sudah berseteru sekitar sebulan itu berlangsung di Gedung Pustakaloka Nusantara IV Kompleks DPR, Jakarta. Empat pimpinan DPR, yakni Setya Novanto, Taufik Kurniawan, Agus Hermanto, dan Fadli Zon duduk semeja dengan juru lobi koalisi pro-Jokowi (Koalisi Indonesia Hebat atau KIH), Pramono Anung.
Pelobi koalisi pro-Prabowo (Koalisi Merah Putih atau KMP) yang juga Ketum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa pun turut bergabung di meja mereka. Tak ketinggalan pula, Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono ikut menikmati santapan bakso hangat.
Hatta tampak luwes dalam mencairkan suasana. Ia mengobrol tentang latar belakang para elite, tak lupa menawarkan pada awak media yang hadir untuk turut menikmati hidangan sate dan lontong yang disediakan. “Ayo, ayo, ikut makan,” kata dia, yang disambut senyuman para anggota Dewan.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan kondisi saat ini bagus. Ia memuji Dewan yang akan partisipatif seluruhnya. “Saya sebenarnya lebih senang kalau bertengkar. Tapi harus ada kompromi, tak apa-apa,” kata dia.
Penandatanganan perjanjian mencakup pembagian jatah 21 kursi untuk koalisi Jokowi di alat kelengkapan Dewan, juga revisi sejumlah pasal dalam UU No 17/2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD (UU MD3).
“Setelah tanda tangan akan ada pembahasan internal,” kata Pramono Anung, politisi PDIP, yang juga kreator perdamaian Kubu Jokowi dan Kubu Prabowo,Pramono Anung.
Politikus yang akan menandatangani kesepakatan damai tiba sekitar pukul 13.00 WIB. Ada sekitar 100 kursi yang ditata dengan pola ‘U’. Lima pimpinan DPR menempati bangku paling depan. Di sisi timur terdepan, terdapat kursi untuk Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa, Sekjen Partai Golkar Idrus Marham, pimpinan Fraksi Golkar, Ketua Fraksi Demokrat (PD) Eddhi Baskoro Yudhoyono, Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (PKB) Helmy Faisal, dan Ketua Fraksi Persatuan Pembangunan (PPP) Arwani Thomafi, serta pimpinan Fraksi Hanura.
Sedangkan di sisi barat terdepan kursi bakal diduduki oleh Ketua Fraksi Demokrasi Inodnesia Perjuangan (PDIP) Olly Dondokambey dan Pramono Anung. Di sebelah mereka, disediakan kursi untuk Fraksi Gerindra, Fraksi Keadilan dan Sejahtera (PKS), Ketua Fraksi Amanat Nasional (PAN) Tjatur Sapto Edi, dan Ketua Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem) Johnny G. Plate.
Pramono Anung menceritakan perjuangannya untuk mendamaikan KMP dan KIH d iparlemen. Ia mengaku banyak mengambil pelajaran dari alotnya lobi untuk mendamaikan kedua kubu.
“Proses penyelesaian ini cukup melelahkan. Saya bertemu Pak Hatta (Ketua Umum PAN) sebulan ini lebih sering dibandingkan anak mantunya. Karena keinginan kita untuk menyelesaikan UU MD3 dan segala persoalan yang ada,” ungkap Pramono usai penandatanganan kesepakatan damai di Gedung Nusantara IV DPR, kemarin.
Menurut Pramono, perseteruan antara KMP dan KIH yang pernah terjadi merupakan great lock. Niat baik kedua kubu untuk segera bekerja menjadi kunci penyelesaian perselisihan.
“Ini pembelajaran baik, dan ini juga pembelajaran bagi politikus muda, bagaimana jika dalam suatu kondisi stuck, atau great lock mencari solusi. Hal yang seperti ini bisa terjadi suatu hari, ego dikurangi, statement keras dikurangi,” ucap Pramono.
Pramono memaparkan ada lima butir kesepakatan yang diteken kedua kubu untuk mengakhiri konflik di DPR.
“Ada lima butir kesepakatan yang kami tuangkan dan kami teken. Pertama, berkaitan dengan alat kelengkapan dewan yang dibagi secara proporsional di antara kedua belah pihak,” katanya.
Menurut Pramono, KIH secara total akan mendapatkan 21 pimpinan AKD berdasarkan kesepakatan dengan KMP. Butir kedua, menurut Pramono, ada perubahan dalam pasal-pasal dalam UU Nomor 17 tahun 2014 terkait jumlah pimpinan AKD.
Selain itu, ujar dia, akan bahasan revisi Pasal 74 dan pasal 98 UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 yang berkaitan dengan hak interpelasi, hak angket, dan hak bertanya. Pasal 74 ayat 3 menyebutkan bahwa setiap pejabat negara atau pejabat pemerintah yang mengabaikan rekomendasi DPR, DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota DPR mengajukan pertanyaan.
“Hak-hak itu sebenarnya sudah diatur dalam pasal 194-227 UU MD3 sehingga tidak terjadi pengulangan. Untuk rapat-rapat komisi yang berkaitan dengan hak-hak tersebut penggunaannya terpisah,” ujarnya.
Butir ketiga, ujar dia, waktu penyelesaian revisi UU MD3 bisa selesai sebelum tanggal 5 Desember 2014 atau sebelum masa reses DPR. Dia menjelaskan proses penyelesaiannya masuk melalui Badan Legislasi kemudian akan dimasukkan dalam Prolegnas dan akan dibahas revisi UU MD3.
“Kami sudah berbicara dengan pemerintah kalau melihat jadwal yang ada saya optimistis sebelum 5 Desember, UU MD3 yang baru akan ada sekaligus kita akan isi seluruh AKD sehingga tak ada lagi dualisme di DPR,” ujarnya.
Pramono mengatakan butir kelima, adanya rapat pimpinan DPR dan pimpinan fraksi, dan fraksi KIH yang menyampaikan sikap terkait mosi tidak percaya yang selama ini disuarakan.
Di sisi lain, Ketua DPR Setya Novanto menjelaskan bahwa perubahan beberapa pasal UU MD3 itu didasari dua hal. Pertama, karena ada perubahan nomenklatur kemjenterian dari pemerintah.
“Dengan adanya perubahan nomenklatur dari pemerintah, tentu kita sesuaikan perubahan MD3,” ujar politisi Golkar itu saat ditemui di gedung DPR, kemarin.
Alasan kedua, perubahan dilakukan untuk menanggapi permintaan dari kubu KIH yang menginginkan 21 pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD). Permintaan yang sudah disetujui KMP itu akan terwujud bila sudah ada perubahan pasal UU MD3 soal Tata Tertib.
“Untuk itu, maka kita harus mengubah UU MD3 pasal 17 tahun 2014 yang sudah diuji oleh MK (Mahkamah Konstitusi) dan juga tata tertib nomor 1 tahun 2014. Jadi itu harus kita ubah,” tambahnya.
“Kalau yang berkaitan dengan pasal-pasal hak menyatakan pendapat, hak interpelasi, dan hak angket itu tetap ada karena sudah termaktup dalam konstitusi,” tegasnya
Hanya saja, kapasitas Hatta Rajasa dan Sekjen Golkar Idrus Marham dalam acara penekenan kesepakatan damai di DPR sempat dipertanyakan. Termasuk, keberadaan KIH dan KMP yang meneken kesepakatan di gedung DPR, Senayan, Senin (17/11).
Pertanyaan yang sempat berkembang di kalangan pewarta itu dijawab langsung oleh Hatta Rajasa.
HR, begitu ia disapa tidak menampik bahwa KMP dan KIH bukan institusi negara atau bagian DPR, sehingga tidak diperkenankan melakukan kesepakatan di DPR.
“Pertama kapasitas saya, Idrus Marham, Olly, dan Pramono sebagai pemilik mandat yang mewakili pimpinan parpol yang tergabung di KIH dan KMP. Kenapa disini? Sebenarnya di mana saja bisa. Tapi sebaiknya di rumah rakyat,” ujarnya.
HR menjelaskan, penandatanganan dilakukan dua kali. Pertama, antara perwakilan KIH dan KMP. Kedua, diteruskan dengan penandatanganan antara pimpinan DPR dan semua ketua fraksi di DPR. Dengan demikian, tak ada yang melanggar hukum. Sebab, kesepakatan yang diteken bukan antara kubu koalisi dengan DPR.
“Sama sekali tidak ada hal-hal yang kita langgar terhadap proses apapun yang terjadi hari ini,” terang mantan Menko Perekonomian itu.
Setelah menandatangani kesepakatan itu, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan ada beberapa agenda yang harus dilaksanakan keduanya. Pertama, menggagendakan rapat paripurna untuk memasukkan nama-nama anggota dari fraksi KIH ke dalam Alat Kelengkapan Dewan (AKD).
“Nama dari empat fraksi diajukan,” ujarnya kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (17/11).
Selanjutnya, mereka akan bertemu di Badan Legislasi (Baleg) untuk memasukkan usulan undang-undang yang akan dibahas periode ini.
“Misalnya terkait tenaga ahli yang diajukan Baleg dan seterusnya,” terang politikus Partai Gerindra tersebut.
Sebelum melaksanakan itu semua, lanjut dia, anggota fraksi dari KMP dan KIH akan rapat terlebih dahulu sebagai pengganti Badan Musyawarah (Bamus). “Nanti kan harus ada rapat Bamus dahulu baru paripurna,” pungkasnya. (bbs/val)