24.6 C
Medan
Sunday, January 19, 2025

Rektor USU Belum Turunkan Tim Hukum

Rektor USU, Prof Syahril Pasaribu
Rektor USU, Prof Syahril Pasaribu

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Syahril Pasaribu belum menurunkan tim hukum terkait penahanan Dekan Farmasi Prof Sumadio Hardisaputra oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) Senin malam lalu. Menurut orang nomor satu di kampus plat merah itu, biarlah proses tersebut ditangani penyidik Kejagung lantaran persoalan sudah masuk ke ranah hukum.

Meski begitu, Syahril menegaskan pihaknya siap melakukan advis (dukungan) hukum terhadap salah satu guru besarnya itu. “Oh, pasti. Kitakan punya tim hukum, nanti bila diperlukan kita akan turunkan,” ujarnya saat dicegat Sumut Pos, Rabu (10/12), usai menerima audiensi Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) di Biro Rektor USU.

Lebih lanjut diakuinya, bahwa atas proses hukum yang tengah melanda USU, dirinya sudah diperiksa sebanyak dua kali. Namun Syahril tak mau banyak berkomentar saat ditanya kembali soal perkara yang menyeret Dekan Fakultas Farmasi, Sumadio. “Sudah dua kali,” sebutnya singkat.

Dihubungi terpisah, kuasa hukum mantan Rektor USU Chairuddin P Lubis (CPL), Junaidi Matondang mengutarakan, meski kliennya selalu diperiksa sebagai saksi oleh Kejagung, bukan berarti dapat dituduh bertanggung jawab pada dugaan korupsi (mark up) dan pengadaan barang yang tidak sesuai spesifikasi di dua fakultas, yakni Ilmu Budaya (dahulu bernama Fakultas Sastra) dan Farmasi.

Ketika menjabat rektor, lanjut Matondang, kliennya memang ada mengajukan usulan proposal ke kementrian yang sifatnya komplikasi. Akan tetapi, proses pencairan dana tak semuanya berada pada masa kepemimpinan CPL. Menurut dia, telah ada dibuat satu unit sendiri bernama Unit Layanan Pengadaan (ULP), yang mengurusi soal lelang dan penaksir harga.

“Kalau secara umum di tempat lain memang harus mendapat persetujuan kuasa pengguna anggaran (rektor). Tetapi karena sudah ULP, gak ada sangkut pautnya lagi dengan KPA. Pak Chairuddin hanya mengajukan proposal pengadaan-pengadaan kepada kementerian. Sementara anggaran itu turun di era dia dan ada pula yang tidak di eranya lagi,” jelasnya.

Disinggung apakah CPL melakukan intervensi terhadap apa yang dilakukan ULP USU seperti proses tender ataupun lelang, Matondang menegaskan bahwa hal tersebut tidak benar. “Coba sebutkan yang mana rekanan disebut orang CPL yang menang. Itu hanya bisik-bisik tetangga. Di masa dia bukan berarti tanggung jawabnya. Karena untuk pengadaan sudah ada unitnya sendiri namanya ULP,” tegasnya.

Masih Matondang, CPL kerap diperiksa sebagai saksi ketika penyidik menetapkan tersangka baru. Dia menegaskan tidak ada campur tangan CPL dengan mark up karena ULP sudah berdiri sendiri. “Kalau ada yang bilang dia terlibat itu hanya bisik-bisik tetangga dan sirik sama dia,” bebernya.

Menyikapi itu, Syahril Pasaribu enggan menanggapi keterangan pengacara hukum CPL, Junaidi Matondang, terkait tanggung jawab terhadap dugaan korupsi pada Fakultas Farmasi dan Departemen Etnomusikologi. Dia bilang, biarlah nanti kejaksaan yang melihat siapa-saja yang terlibat dalam perkara tersebut. “Ya sudahlah, terserah dia (pihak CPL, Red) mau berpendapat apa. Kita serahkan saja kepada penegak hukum,” ujarnya dengan nada lepas sembari meninggalkan Sumut Pos dan menaiki mobil dinasnya.

Humas USU Bisru Haffi mengatakan, secara teknis tidak mengetahui proyek-proyek apa saja di USU yang sumber dananya dibiayai oleh APBN-P 2010. Bisru menyarankan Sumut Pos langsung bertanya ke ULP yang berada di lantai empat gedung biro rektorat. “Biasa untuk persoalan itu yang nangani Pak Suhardi selaku ULP. Tapi kebetulan beliau lagi di Jakarta. Untuk datanya kita harus menyurati mereka dulu,” ujarnya.

Dana APBN yang masuk ke USU, sambung Bisru, bersifat rutin setiap tahunnya sebab di dalamnya terdapat alokasi untuk gaji pegawai. Akan tetapi saat disinggung di masa kepemimpinan rektor mana yang bertanggung jawab, ia terkesan menjawab normatif. “Persoalannya bukan siapa yang terlibat, namun tak bisa dipungkiri ada distorsi dalam hal pengembangan universitas yang berimplikasi dengan tanggung jawab administrasi. Sebab itu terjadi di masa peralihan,” akunya.

Lantas apa peran rektor mengingat ULP bertanggungjawab dalam pengadaan barang dan jasa di USU? Dia mengaku dalam mekanisme pekerjaan ULP merupakan perwujudannya. Karena program pengembangan universitas dalam barang dan jasa itu dilaksanakan ULP. “Di mana rektor juga tidak lepas melakukan pengawasan,” imbuhnya.

Sementara pantauan Sumut Pos di kediaman Dekan Fakultas Farmasi Prof Sumadio sekira pukul 12.30 suasana tampak sepi alias tanpa penghuni. Meski pagar rumah tidak terkunci, namun ketika Sumut Pos masuk ke dalam dan memanggil orang yang di dalam, tetap tidak menjawab. Pintu rumah dan garasi di rumah Jl Tridarma No. 132 Komplek USU itu juga tampak tergembok.

Terpisah, Sekretaris Jenderal Presiden Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (PEMA USU) Benry Sitorus mendukung langkah Kejagung untuk membersihkan pelaku koruptor di lingkungan kampusnya. “Kita menduga masih ada tersangka lain yang terlibat dalam proyek pengadaan alat farmasi di Fakultas Farmasi,” katanya, tadi malam.

Menurutnya, sikap tegas penyidik Kejagung menahan Dekan Farmasi Sumadio kemarin, merupakan hal yang baik untuk membersihkan dan menyikat habis prilaku koruptif orang-orang di dunia pendidikan.”Kita berharap Kejagung segera mungkin mengungkap aktor intektual dan antek-anteknya dalam praktek korupsi alat yang dibutuhkan untuk dunia pendidikan,” tegasnya.

PEMA USU, lanjut dia, telah mengambil langkah mencari tahu dan mengumpulkan bukti lain dalam bentuk mendukung penegakan hukum memberantas korupsi. “Kita sudah melakukan audensi dengan rektor dan pengurus rektorat. Namun, dalam pertemuan itu, rektor dan pembantu rektor yang hadir menerima audensi kami tidak menunjukkan sikap baik dari maksud dan tujuan PEMA USU itu sendiri,” terangnya. (prn/rbb)

Rektor USU, Prof Syahril Pasaribu
Rektor USU, Prof Syahril Pasaribu

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Syahril Pasaribu belum menurunkan tim hukum terkait penahanan Dekan Farmasi Prof Sumadio Hardisaputra oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) Senin malam lalu. Menurut orang nomor satu di kampus plat merah itu, biarlah proses tersebut ditangani penyidik Kejagung lantaran persoalan sudah masuk ke ranah hukum.

Meski begitu, Syahril menegaskan pihaknya siap melakukan advis (dukungan) hukum terhadap salah satu guru besarnya itu. “Oh, pasti. Kitakan punya tim hukum, nanti bila diperlukan kita akan turunkan,” ujarnya saat dicegat Sumut Pos, Rabu (10/12), usai menerima audiensi Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) di Biro Rektor USU.

Lebih lanjut diakuinya, bahwa atas proses hukum yang tengah melanda USU, dirinya sudah diperiksa sebanyak dua kali. Namun Syahril tak mau banyak berkomentar saat ditanya kembali soal perkara yang menyeret Dekan Fakultas Farmasi, Sumadio. “Sudah dua kali,” sebutnya singkat.

Dihubungi terpisah, kuasa hukum mantan Rektor USU Chairuddin P Lubis (CPL), Junaidi Matondang mengutarakan, meski kliennya selalu diperiksa sebagai saksi oleh Kejagung, bukan berarti dapat dituduh bertanggung jawab pada dugaan korupsi (mark up) dan pengadaan barang yang tidak sesuai spesifikasi di dua fakultas, yakni Ilmu Budaya (dahulu bernama Fakultas Sastra) dan Farmasi.

Ketika menjabat rektor, lanjut Matondang, kliennya memang ada mengajukan usulan proposal ke kementrian yang sifatnya komplikasi. Akan tetapi, proses pencairan dana tak semuanya berada pada masa kepemimpinan CPL. Menurut dia, telah ada dibuat satu unit sendiri bernama Unit Layanan Pengadaan (ULP), yang mengurusi soal lelang dan penaksir harga.

“Kalau secara umum di tempat lain memang harus mendapat persetujuan kuasa pengguna anggaran (rektor). Tetapi karena sudah ULP, gak ada sangkut pautnya lagi dengan KPA. Pak Chairuddin hanya mengajukan proposal pengadaan-pengadaan kepada kementerian. Sementara anggaran itu turun di era dia dan ada pula yang tidak di eranya lagi,” jelasnya.

Disinggung apakah CPL melakukan intervensi terhadap apa yang dilakukan ULP USU seperti proses tender ataupun lelang, Matondang menegaskan bahwa hal tersebut tidak benar. “Coba sebutkan yang mana rekanan disebut orang CPL yang menang. Itu hanya bisik-bisik tetangga. Di masa dia bukan berarti tanggung jawabnya. Karena untuk pengadaan sudah ada unitnya sendiri namanya ULP,” tegasnya.

Masih Matondang, CPL kerap diperiksa sebagai saksi ketika penyidik menetapkan tersangka baru. Dia menegaskan tidak ada campur tangan CPL dengan mark up karena ULP sudah berdiri sendiri. “Kalau ada yang bilang dia terlibat itu hanya bisik-bisik tetangga dan sirik sama dia,” bebernya.

Menyikapi itu, Syahril Pasaribu enggan menanggapi keterangan pengacara hukum CPL, Junaidi Matondang, terkait tanggung jawab terhadap dugaan korupsi pada Fakultas Farmasi dan Departemen Etnomusikologi. Dia bilang, biarlah nanti kejaksaan yang melihat siapa-saja yang terlibat dalam perkara tersebut. “Ya sudahlah, terserah dia (pihak CPL, Red) mau berpendapat apa. Kita serahkan saja kepada penegak hukum,” ujarnya dengan nada lepas sembari meninggalkan Sumut Pos dan menaiki mobil dinasnya.

Humas USU Bisru Haffi mengatakan, secara teknis tidak mengetahui proyek-proyek apa saja di USU yang sumber dananya dibiayai oleh APBN-P 2010. Bisru menyarankan Sumut Pos langsung bertanya ke ULP yang berada di lantai empat gedung biro rektorat. “Biasa untuk persoalan itu yang nangani Pak Suhardi selaku ULP. Tapi kebetulan beliau lagi di Jakarta. Untuk datanya kita harus menyurati mereka dulu,” ujarnya.

Dana APBN yang masuk ke USU, sambung Bisru, bersifat rutin setiap tahunnya sebab di dalamnya terdapat alokasi untuk gaji pegawai. Akan tetapi saat disinggung di masa kepemimpinan rektor mana yang bertanggung jawab, ia terkesan menjawab normatif. “Persoalannya bukan siapa yang terlibat, namun tak bisa dipungkiri ada distorsi dalam hal pengembangan universitas yang berimplikasi dengan tanggung jawab administrasi. Sebab itu terjadi di masa peralihan,” akunya.

Lantas apa peran rektor mengingat ULP bertanggungjawab dalam pengadaan barang dan jasa di USU? Dia mengaku dalam mekanisme pekerjaan ULP merupakan perwujudannya. Karena program pengembangan universitas dalam barang dan jasa itu dilaksanakan ULP. “Di mana rektor juga tidak lepas melakukan pengawasan,” imbuhnya.

Sementara pantauan Sumut Pos di kediaman Dekan Fakultas Farmasi Prof Sumadio sekira pukul 12.30 suasana tampak sepi alias tanpa penghuni. Meski pagar rumah tidak terkunci, namun ketika Sumut Pos masuk ke dalam dan memanggil orang yang di dalam, tetap tidak menjawab. Pintu rumah dan garasi di rumah Jl Tridarma No. 132 Komplek USU itu juga tampak tergembok.

Terpisah, Sekretaris Jenderal Presiden Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (PEMA USU) Benry Sitorus mendukung langkah Kejagung untuk membersihkan pelaku koruptor di lingkungan kampusnya. “Kita menduga masih ada tersangka lain yang terlibat dalam proyek pengadaan alat farmasi di Fakultas Farmasi,” katanya, tadi malam.

Menurutnya, sikap tegas penyidik Kejagung menahan Dekan Farmasi Sumadio kemarin, merupakan hal yang baik untuk membersihkan dan menyikat habis prilaku koruptif orang-orang di dunia pendidikan.”Kita berharap Kejagung segera mungkin mengungkap aktor intektual dan antek-anteknya dalam praktek korupsi alat yang dibutuhkan untuk dunia pendidikan,” tegasnya.

PEMA USU, lanjut dia, telah mengambil langkah mencari tahu dan mengumpulkan bukti lain dalam bentuk mendukung penegakan hukum memberantas korupsi. “Kita sudah melakukan audensi dengan rektor dan pengurus rektorat. Namun, dalam pertemuan itu, rektor dan pembantu rektor yang hadir menerima audensi kami tidak menunjukkan sikap baik dari maksud dan tujuan PEMA USU itu sendiri,” terangnya. (prn/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/