29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Orang Hoki vs Orang Pintar

Kembali ke masalah hoki. Walau pada akhirnya hoki bisa mengalahkan segalanya, tetap tidak bisa mengandalkannya begitu saja, bukan?

Belakangan saya beberapa kali berbicara di kampus-kampus atau SMA. Membawa tema Connecting the Dots, sama dengan yang saya bawakan saat acara peluncuran buku Happy Wednesday Top 40 beberapa bulan lalu (sudah beli bukunya?).

Judul tema itu terinspirasi dari pidato Steve Jobs, salah satu tokoh idola saya, saat berbicara di acara wisuda Stanford. Dia mengatakan bahwa hidup ini adalah rangkaian dari titik-titik. Tapi, kita baru menyadari titik-titik itu setelah umur kita terus bertambah. Saat menoleh belakang ke masa lalu, ternyata titik-titiknya saling menyambung.

Andai tidak ke sini, kita tidak bertemu ini, kita tidak bisa jadi seperti ini. Andai tidak melakukan itu, kita tidak merasakan itu, dan kemudian tidak bisa melompat ke yang selanjutnya.

Ada elemen-elemen ”hoki” terlibat di dalamnya. Tapi, elemen-elemen hoki itu mungkin tidak terjadi kalau kita tidak bergerak atau berbuat.

Kalau contoh konkret saya: Ketika SMA saya dapat beasiswa di sebuah kota kecil di Kansas. Entah kenapa dikirim ke sana secara acak. Tapi, kalau tidak ke sana, saya mungkin tidak pernah belajar detail soal koran, belajar bikin liga basket, dan lain sebagainya.

Dan selama bertahun-tahun bekerja, memang tidak pernah ada yang instan jadi. Harus ke sana, ke sini, menabrak ini, salah ini, salah itu, mengomeli ini, mengomeli itu, dan lain sebagainya.

Saya berkali-kali mengutip Michael Schumacher, yang selalu bilang ”The harder you work, the luckier you get”. Yang bisa diartikan: Kalau kita terus ngotot, maka akan ada pintu-pintu peluang terbuka. Atau, terus ngotot itu membuat kita semakin aware (melek/sadar) terhadap peluang-peluang yang sebenarnya selama ini sudah ada di dekat kita.

Saat masih aktif di redaksi koran dulu, saya sering sekali mengomeli wartawan (he he he…). Biasanya begini: ”Kalau kalian pasif dan diam saja, gajah lewat pun kalian tidak akan menyadarinya.”

Sebaliknya, kalau kita terus aktif dan membuka indra, maka hal-hal paling kecil pun bisa menjadi karya yang indah dan menarik.

Jadi, intinya saya ingin terus menolak kenyataan bahwa orang hoki bisa mengalahkan orang pintar atau orang yang terus kerja keras. Tapi, kalau memang itu terjadi, ya apa boleh buat. Namanya juga hoki!

Saat aktif baca-baca soal hoki ini, saya menemukan satu kutipan yang mungkin bisa merangkum dengan baik.

”Brilliance and luck is God gifted, which is only 1% of success, rest of the 99% of the success, comes from hard work.”

Artinya: ”Kepintaran dan keberuntungan adalah hadiah Tuhan, dan itu hanya 1 persen dari sukses. Sebanyak 99 persen sukses yang lain datang dari kerja keras.” (*)

Kembali ke masalah hoki. Walau pada akhirnya hoki bisa mengalahkan segalanya, tetap tidak bisa mengandalkannya begitu saja, bukan?

Belakangan saya beberapa kali berbicara di kampus-kampus atau SMA. Membawa tema Connecting the Dots, sama dengan yang saya bawakan saat acara peluncuran buku Happy Wednesday Top 40 beberapa bulan lalu (sudah beli bukunya?).

Judul tema itu terinspirasi dari pidato Steve Jobs, salah satu tokoh idola saya, saat berbicara di acara wisuda Stanford. Dia mengatakan bahwa hidup ini adalah rangkaian dari titik-titik. Tapi, kita baru menyadari titik-titik itu setelah umur kita terus bertambah. Saat menoleh belakang ke masa lalu, ternyata titik-titiknya saling menyambung.

Andai tidak ke sini, kita tidak bertemu ini, kita tidak bisa jadi seperti ini. Andai tidak melakukan itu, kita tidak merasakan itu, dan kemudian tidak bisa melompat ke yang selanjutnya.

Ada elemen-elemen ”hoki” terlibat di dalamnya. Tapi, elemen-elemen hoki itu mungkin tidak terjadi kalau kita tidak bergerak atau berbuat.

Kalau contoh konkret saya: Ketika SMA saya dapat beasiswa di sebuah kota kecil di Kansas. Entah kenapa dikirim ke sana secara acak. Tapi, kalau tidak ke sana, saya mungkin tidak pernah belajar detail soal koran, belajar bikin liga basket, dan lain sebagainya.

Dan selama bertahun-tahun bekerja, memang tidak pernah ada yang instan jadi. Harus ke sana, ke sini, menabrak ini, salah ini, salah itu, mengomeli ini, mengomeli itu, dan lain sebagainya.

Saya berkali-kali mengutip Michael Schumacher, yang selalu bilang ”The harder you work, the luckier you get”. Yang bisa diartikan: Kalau kita terus ngotot, maka akan ada pintu-pintu peluang terbuka. Atau, terus ngotot itu membuat kita semakin aware (melek/sadar) terhadap peluang-peluang yang sebenarnya selama ini sudah ada di dekat kita.

Saat masih aktif di redaksi koran dulu, saya sering sekali mengomeli wartawan (he he he…). Biasanya begini: ”Kalau kalian pasif dan diam saja, gajah lewat pun kalian tidak akan menyadarinya.”

Sebaliknya, kalau kita terus aktif dan membuka indra, maka hal-hal paling kecil pun bisa menjadi karya yang indah dan menarik.

Jadi, intinya saya ingin terus menolak kenyataan bahwa orang hoki bisa mengalahkan orang pintar atau orang yang terus kerja keras. Tapi, kalau memang itu terjadi, ya apa boleh buat. Namanya juga hoki!

Saat aktif baca-baca soal hoki ini, saya menemukan satu kutipan yang mungkin bisa merangkum dengan baik.

”Brilliance and luck is God gifted, which is only 1% of success, rest of the 99% of the success, comes from hard work.”

Artinya: ”Kepintaran dan keberuntungan adalah hadiah Tuhan, dan itu hanya 1 persen dari sukses. Sebanyak 99 persen sukses yang lain datang dari kerja keras.” (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/