25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Perasaan Tidak Terkalahkan

Syukur alhamdulillah, senakal-nakal saya, definisi nakalnya tidaklah ekstrem atau seekstrem orang lain.

Dan syukur alhamdulillah, saya berhasil memenuhi tiga harapan orang tua saat selesai kuliah. Satu, tidak menghamili anak orang. Dua, tidak masuk penjara. Dan tiga, lulus kuliah dengan baik.

Tapi, selama bertahun-tahun berkumpul dengan banyak orang berduit lain, dan bertemu anak-anak orang berduit lain, kadang-kadang saya mengelus-elus dada.

Pada beberapa kasus, saat melihat ulah mereka, saya sampai berpikir, ”Wah, anak itu bisa gak selamat…”
Pernah suatu waktu, saya dan istri sedang naik pesawat pulang ke Surabaya dari luar negeri, kebetulan waktu itu duduk di kelas bisnis.

Ada seorang anak remaja perempuan, juga duduk di kelas bisnis, mencoba meletakkan kopernya di atas bangku istri saya. Tidak kuat, koper itu jatuh menimpa kepala istri saya, yang langsung kesakitan.

Bukannya minta maaf atau apa, dia langsung duduk di tempatnya dan menangis menderu-deru. Ketika saya marah dan menegur, saudaranya, juga perempuan dan sepertinya juga masih usia kuliah, malah membela adiknya itu dan mengatakan saya kasar kepadanya.

Lho, ini yang bikin salah saya atau adiknya? Sadarkah mereka bahwa yang mereka lakukan, sengaja atau tidak, bisa mengakibatkan cedera parah pada orang lain?
Dan tetap tidak ada ucapan minta maaf…
Untung pihak kru kabin proaktif memberikan pertolongan medis, juga beberapa penumpang lain ikut menawarkan obat kepada istri saya.

Ketika mendarat di Surabaya, dua anak itu dijemput keluarga langsung di dalam. Maklum orang berduit, bisa dapat akses lebih mudah ke mana-mana.

Saya ingin sekali menegur lagi mereka dan mengingatkan keluarga mereka supaya kalau jadi orang lebih ”considerate” dan mau minta maaf. Tapi, waktu itu istri saya bilang tidak usah. Biarkan saja.

Tentu masih ada banyak lagi cerita seperti itu. Bahkan mungkin lebih parah lagi. Anak orang mampu, berbuat salah, tapi lantas lepas atau dibiarkan karena mereka memang mampu.

Mungkin yang parah bukan anak-anaknya, melainkan orang tuanya?
Semoga anak-anak saya nanti tidak begitu. Semoga saya nanti juga tidak menjadi orang tua yang menjerumuskan mereka… (*)

Syukur alhamdulillah, senakal-nakal saya, definisi nakalnya tidaklah ekstrem atau seekstrem orang lain.

Dan syukur alhamdulillah, saya berhasil memenuhi tiga harapan orang tua saat selesai kuliah. Satu, tidak menghamili anak orang. Dua, tidak masuk penjara. Dan tiga, lulus kuliah dengan baik.

Tapi, selama bertahun-tahun berkumpul dengan banyak orang berduit lain, dan bertemu anak-anak orang berduit lain, kadang-kadang saya mengelus-elus dada.

Pada beberapa kasus, saat melihat ulah mereka, saya sampai berpikir, ”Wah, anak itu bisa gak selamat…”
Pernah suatu waktu, saya dan istri sedang naik pesawat pulang ke Surabaya dari luar negeri, kebetulan waktu itu duduk di kelas bisnis.

Ada seorang anak remaja perempuan, juga duduk di kelas bisnis, mencoba meletakkan kopernya di atas bangku istri saya. Tidak kuat, koper itu jatuh menimpa kepala istri saya, yang langsung kesakitan.

Bukannya minta maaf atau apa, dia langsung duduk di tempatnya dan menangis menderu-deru. Ketika saya marah dan menegur, saudaranya, juga perempuan dan sepertinya juga masih usia kuliah, malah membela adiknya itu dan mengatakan saya kasar kepadanya.

Lho, ini yang bikin salah saya atau adiknya? Sadarkah mereka bahwa yang mereka lakukan, sengaja atau tidak, bisa mengakibatkan cedera parah pada orang lain?
Dan tetap tidak ada ucapan minta maaf…
Untung pihak kru kabin proaktif memberikan pertolongan medis, juga beberapa penumpang lain ikut menawarkan obat kepada istri saya.

Ketika mendarat di Surabaya, dua anak itu dijemput keluarga langsung di dalam. Maklum orang berduit, bisa dapat akses lebih mudah ke mana-mana.

Saya ingin sekali menegur lagi mereka dan mengingatkan keluarga mereka supaya kalau jadi orang lebih ”considerate” dan mau minta maaf. Tapi, waktu itu istri saya bilang tidak usah. Biarkan saja.

Tentu masih ada banyak lagi cerita seperti itu. Bahkan mungkin lebih parah lagi. Anak orang mampu, berbuat salah, tapi lantas lepas atau dibiarkan karena mereka memang mampu.

Mungkin yang parah bukan anak-anaknya, melainkan orang tuanya?
Semoga anak-anak saya nanti tidak begitu. Semoga saya nanti juga tidak menjadi orang tua yang menjerumuskan mereka… (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/