Dia ingin satu tahap satu tahap. Saya memahami strategi Kristian seperti itu.
Justru saya menilai Kristian sebagai pengusaha yang tidak gegabah. Orang begini, biasanya, keberlangsungan usahanya lebih panjang. Dan perusahaannya akan lebih kukuh.
Hari itu pembicaraan saya dengan Kristian kurang fokus. Terlalu banyak mahasiswa yang juga ingin mengerubung. Dengan pertanyaan masing-masing. Kami berjanji akan meneruskan pembicaraan di lain waktu.
Saat masuk mobil, saya langsung mengeluarkan kartu namanya dari saku. Menyalin nomor ponselnya ke ponsel saya.
Lalu mengiriminya WA. Agar dia juga mencatat nomor saya.
Sejak itu saya sering bertanya lewat WA. Lain waktu saya coba kirim WA jam 04.30. Sebelum saya berangkat olahraga.
Gak segera dibalas juga gak apa-apa. Eh, WA itu langsung bersambut.
Lain waktu lagi saya kirimi dia WA dalam huruf mandarin. Langsung dia jawab begini: saya ini produk jadul pak. Gak bisa baca dan gak tahu artinya.
Kristian memang sudah menyatu dengan masyarakat Surabaya. Sekolahnya pun selalu di sekolah negeri. Sejak SD. Dan SMA-nya di SMAN 7 Surabaya. Dan kuliahnya di ITS pula.
Mengapa pabriknya di Jogja? Ternyata dua orang pemodalnya dari Jogja. Yuniornya saat kuliah di ITS. Dan Kristian mengendalikannya dari Jakarta.
Awalnya, Kristian adalah pegawai di perusahaan Taiwan yang bergerak di bisnis panel dan kabel tray. Perusahaan itu ingin mengembangkan usaha.
Kristian diminta mengajukan usulan. Dia usulkan untuk memproduksi lampu LED. Disetujui. Berkembang pesat.
Delapan tahun di perusahaan itu, Kristian keluar. Gabung ke perusahaan yang ingin mengembangkan baterai lithium.
Tapi Kristian tidak lama di sini. Perusahaan maunya hanya dagang. Tidak serius memikirkan perlunya memproduksi sendiri. Inilah yang membuat Kristian terdorong untuk mencari partner untuk bikin pabrik sendiri.
Kristian telah mulai melangkah. Nyata. Sekecil apa pun. Tidak sekedar bicara. Bahkan tidak pernah bicara. Langsung jadi.
Dia bukan tipe tong kosong yang ember bunyinya.(*)