30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Orang Tipe Blockbuster

Horn mungkin adalah orang terpenting di dunia film dunia. Di bawahnya, Warner Bros. menjadi studio pertama dengan pemasukan lebih dari USD 1 miliar per tahun, selama 11 tahun berturut-turut. Berkat persetujuan dia, kita semua telah menonton film-film Harry Potter, Batman (The Dark Knight), The Hangover, Ocean Eleven, dan lain sebagainya.

Tren yang sama berlanjut di Disney. Tahun ini, sampai hari ini, empat di antara lima film paling laris adalah hasil acc dari Horn. Finding Dory, Captain America: The Civil War, Zootopia, dan The Jungle Book dibuat berdasar persetujuan Alan Horn.

Apakah ada film yang gagal? Tentu ada. Misalnya, John Carter of Mars beberapa tahun lalu serta Alice Through The Looking Glass tahun ini. Tapi, film-film yang sukses sudah lebih dari cukup untuk mengangkat pendapatan (dan keuntungan) studio yang dia pimpin.

Horn adalah bukti bahwa Blockbuster Strategy bisa diterapkan, asal berani mengambil risiko dan jitu dalam mengambil keputusan. Dialah inspirasi studio-studio serta eksekutif-eksekutif lain di industri entertainment Amerika saat ini.

Bagaimana dengan Zucker? Yang terjadi juga sebaliknya.

Pada 2010, hanya sekitar empat tahun setelah memegang pucuk pimpinan NBC, Zucker didepak ke luar. Jangankan meraih hasil lebih besar, NBC justru melorot abis-abisan. Dari jauh di atas, melorot ke urutan keempat di belakang ABC, CBS, dan Fox.

Parahnya, juga buruk dalam hal margin, sesuatu yang paling diperjuangkan tim Zucker.

Lebih parah lagi, the damage has been done. Kerusakannya sudah terlalu parah. NBC sulit kembali ke atas, sampai hari ini, enam tahun setelah mendepak Zucker.

Ketika mendiskusikan Blockbuster vs Managing for Margins ini dengan teman-teman berbagai divisi di kantor, memang ada serunya. Tapi, harus sangat hati-hati dalam menginterpretasikannya.

Sebab, ini sama saja dengan duel abadi gas versus rem. Tipe ngegas terus bisa blong dan tabrakan. Tipe rem terus bisa menghambat kemajuan. Kalau di perusahaan, ini perang abadi Marketing vs Finance.

Membaca ini, yang tipe Blockbuster (atau kasarnya Gas) bisa senang bukan kepalang. Karena merasa mereka yang benar. Sedangkan yang tipe Managing for Margins (suka ngirit) bisa tersinggung, karena hasilnya kok digambarkan buruk.

Nah, sekarang silakan memikirkan diri sendiri dan becermin. Anda tipe apa? Saya sih kayaknya agak Blockbuster, seperti ayah saya dulu (beliau sangat Blockbuster).

Tapi, ayah maupun saya tetap butuh pedal rem (khususnya saya). Jadi, seperti banyak hal di dunia ini, semuanya harus ada keseimbangannya. Ada filsafat Middle Way yang sangat saya suka (tapi ini satu tema sendiri untuk ditulis). Tapi, tengah-tengah betul kan tidak mungkin. Jadi, condong-condong dikit boleh lah, asal sadar sepenuhnya dan tidak dicondong-condongkan.

Tapi, saya boleh usul, agak Blockbuster-lah sedikit. Karena pemahaman ini memaksa kita untuk lebih berani mengambil risiko. Dan itu menuntut kita untuk bekerja lebih keras, demi mengamankan keputusan dan risiko yang kita ambil.

Itu juga membuat kita lebih terbiasa membuat keputusan besar, melakukan hal besar, dan kemudian berani berbuat spektakuler.

Kalau terlalu hati-hati, terlalu menghitung, nantinya malah begini-begini saja… (*)

Horn mungkin adalah orang terpenting di dunia film dunia. Di bawahnya, Warner Bros. menjadi studio pertama dengan pemasukan lebih dari USD 1 miliar per tahun, selama 11 tahun berturut-turut. Berkat persetujuan dia, kita semua telah menonton film-film Harry Potter, Batman (The Dark Knight), The Hangover, Ocean Eleven, dan lain sebagainya.

Tren yang sama berlanjut di Disney. Tahun ini, sampai hari ini, empat di antara lima film paling laris adalah hasil acc dari Horn. Finding Dory, Captain America: The Civil War, Zootopia, dan The Jungle Book dibuat berdasar persetujuan Alan Horn.

Apakah ada film yang gagal? Tentu ada. Misalnya, John Carter of Mars beberapa tahun lalu serta Alice Through The Looking Glass tahun ini. Tapi, film-film yang sukses sudah lebih dari cukup untuk mengangkat pendapatan (dan keuntungan) studio yang dia pimpin.

Horn adalah bukti bahwa Blockbuster Strategy bisa diterapkan, asal berani mengambil risiko dan jitu dalam mengambil keputusan. Dialah inspirasi studio-studio serta eksekutif-eksekutif lain di industri entertainment Amerika saat ini.

Bagaimana dengan Zucker? Yang terjadi juga sebaliknya.

Pada 2010, hanya sekitar empat tahun setelah memegang pucuk pimpinan NBC, Zucker didepak ke luar. Jangankan meraih hasil lebih besar, NBC justru melorot abis-abisan. Dari jauh di atas, melorot ke urutan keempat di belakang ABC, CBS, dan Fox.

Parahnya, juga buruk dalam hal margin, sesuatu yang paling diperjuangkan tim Zucker.

Lebih parah lagi, the damage has been done. Kerusakannya sudah terlalu parah. NBC sulit kembali ke atas, sampai hari ini, enam tahun setelah mendepak Zucker.

Ketika mendiskusikan Blockbuster vs Managing for Margins ini dengan teman-teman berbagai divisi di kantor, memang ada serunya. Tapi, harus sangat hati-hati dalam menginterpretasikannya.

Sebab, ini sama saja dengan duel abadi gas versus rem. Tipe ngegas terus bisa blong dan tabrakan. Tipe rem terus bisa menghambat kemajuan. Kalau di perusahaan, ini perang abadi Marketing vs Finance.

Membaca ini, yang tipe Blockbuster (atau kasarnya Gas) bisa senang bukan kepalang. Karena merasa mereka yang benar. Sedangkan yang tipe Managing for Margins (suka ngirit) bisa tersinggung, karena hasilnya kok digambarkan buruk.

Nah, sekarang silakan memikirkan diri sendiri dan becermin. Anda tipe apa? Saya sih kayaknya agak Blockbuster, seperti ayah saya dulu (beliau sangat Blockbuster).

Tapi, ayah maupun saya tetap butuh pedal rem (khususnya saya). Jadi, seperti banyak hal di dunia ini, semuanya harus ada keseimbangannya. Ada filsafat Middle Way yang sangat saya suka (tapi ini satu tema sendiri untuk ditulis). Tapi, tengah-tengah betul kan tidak mungkin. Jadi, condong-condong dikit boleh lah, asal sadar sepenuhnya dan tidak dicondong-condongkan.

Tapi, saya boleh usul, agak Blockbuster-lah sedikit. Karena pemahaman ini memaksa kita untuk lebih berani mengambil risiko. Dan itu menuntut kita untuk bekerja lebih keras, demi mengamankan keputusan dan risiko yang kita ambil.

Itu juga membuat kita lebih terbiasa membuat keputusan besar, melakukan hal besar, dan kemudian berani berbuat spektakuler.

Kalau terlalu hati-hati, terlalu menghitung, nantinya malah begini-begini saja… (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/