26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Simplifikasi Olahraga

Saya punya mimpi, semua cabang olahraga di Indonesia berkembang berbasis kompetisi. Bukan berbasis training camp, baik jangka pendek, jangka panjang, maupun jangka-jangkaan.

Penduduk Indonesia ini ratusan juta. Berdasar hukum probabilitas saja, masak tidak ada Michael Jordan, Mike Tyson, Usain Bolt, atau superstar lain dalam berbagai cabang yang tersembunyi entah di pelosok mana.

Cara mencarinya, di atas kertas, ya harus lewat kompetisi.

Kompetisi, kompetisi, dan kompetisi.

Bayangkan kalau ada kompetisi bulu tangkis di semua kota/kabupaten, kompetisi atletik di semua desa, kompetisi voli di semua perumahan, dan lain sebagainya. Diselenggarakan secara rutin dan konsisten dengan penjadwalan yang saklek.

Dana olahraga yang begitu besar langsung saja fokuskan ke kompetisi. Semakin banyak pertandingan atau perlombaan yang diselenggarakan, semakin besar kemungkinan kita menemukan atlet dengan jam terbang kompetisi yang mumpuni.

Ya, di atas kertas, sekarang sudah ada yang arahnya ke situ. Tapi, intensitas dan konsistensinya bikin elus dada. Andai Anda tahu berapa banyak proposal bantuan pembiayaan kompetisi yang lewat ke depan saya…

Tidak ada cara untuk meningkatkan performa dan kualitas selain kompetisi. Lebih dari pemusatan latihan dalam bentuk apa pun.

Kompetisi, kompetisi, dan kompetisi.

Pemusatan latihan tidak akan menumbuhkan industri olahraga. Dengan kompetisi, semakin banyak orang terlibat di olahraga, semakin banyak orang datang untuk menonton dan mendukung acara olahraga, semakin banyak pula dana tambahan –dalam bentuk sponsor atau yang lain– yang ikut semakin meramaikan olahraga.

Contohnya kan banyak.

Di Amerika, yang paling maju, semuanya murni berbasis kompetisi. Mulai tingkat SMP sampai profesional, ada kompetisi dalam cabang apa pun.

Di Eropa pun seperti itu.

Bahkan di negara-negara yang penduduknya ”sedikit” seperti Australia, kompetisi juga sangat diutamakan. Saya pernah diajak melihat kompetisi basket tertinggi perempuan di Negara Bagian Australia Barat. Karena tidak ada sponsor komersial yang mau mensponsori, maka dari pihak pemerintah yang membantu memastikan kompetisi terselenggara.

Tentu saja di Australia ada perbedaan sedikit. Mereka juga mengutamakan program atlet khusus, yang dikelola badan khusus. Ketika berbincang dengan seorang pelatih basket senior di Australian Institute of Sports (AIS) di Canberra, dia bilang ada alasan kenapa harus begitu.

”Kalau di Amerika, penduduknya banyak. Kalau atletnya kurang baik, tinggal cari yang lain. Kalau di Australia, kami tidak bisa seperti itu karena jumlah orangnya tidak banyak. Jadi, kami harus punya sistem untuk memaksimalkan potensi atlet yang ada,” ucapnya.

Saya punya mimpi, semua cabang olahraga di Indonesia berkembang berbasis kompetisi. Bukan berbasis training camp, baik jangka pendek, jangka panjang, maupun jangka-jangkaan.

Penduduk Indonesia ini ratusan juta. Berdasar hukum probabilitas saja, masak tidak ada Michael Jordan, Mike Tyson, Usain Bolt, atau superstar lain dalam berbagai cabang yang tersembunyi entah di pelosok mana.

Cara mencarinya, di atas kertas, ya harus lewat kompetisi.

Kompetisi, kompetisi, dan kompetisi.

Bayangkan kalau ada kompetisi bulu tangkis di semua kota/kabupaten, kompetisi atletik di semua desa, kompetisi voli di semua perumahan, dan lain sebagainya. Diselenggarakan secara rutin dan konsisten dengan penjadwalan yang saklek.

Dana olahraga yang begitu besar langsung saja fokuskan ke kompetisi. Semakin banyak pertandingan atau perlombaan yang diselenggarakan, semakin besar kemungkinan kita menemukan atlet dengan jam terbang kompetisi yang mumpuni.

Ya, di atas kertas, sekarang sudah ada yang arahnya ke situ. Tapi, intensitas dan konsistensinya bikin elus dada. Andai Anda tahu berapa banyak proposal bantuan pembiayaan kompetisi yang lewat ke depan saya…

Tidak ada cara untuk meningkatkan performa dan kualitas selain kompetisi. Lebih dari pemusatan latihan dalam bentuk apa pun.

Kompetisi, kompetisi, dan kompetisi.

Pemusatan latihan tidak akan menumbuhkan industri olahraga. Dengan kompetisi, semakin banyak orang terlibat di olahraga, semakin banyak orang datang untuk menonton dan mendukung acara olahraga, semakin banyak pula dana tambahan –dalam bentuk sponsor atau yang lain– yang ikut semakin meramaikan olahraga.

Contohnya kan banyak.

Di Amerika, yang paling maju, semuanya murni berbasis kompetisi. Mulai tingkat SMP sampai profesional, ada kompetisi dalam cabang apa pun.

Di Eropa pun seperti itu.

Bahkan di negara-negara yang penduduknya ”sedikit” seperti Australia, kompetisi juga sangat diutamakan. Saya pernah diajak melihat kompetisi basket tertinggi perempuan di Negara Bagian Australia Barat. Karena tidak ada sponsor komersial yang mau mensponsori, maka dari pihak pemerintah yang membantu memastikan kompetisi terselenggara.

Tentu saja di Australia ada perbedaan sedikit. Mereka juga mengutamakan program atlet khusus, yang dikelola badan khusus. Ketika berbincang dengan seorang pelatih basket senior di Australian Institute of Sports (AIS) di Canberra, dia bilang ada alasan kenapa harus begitu.

”Kalau di Amerika, penduduknya banyak. Kalau atletnya kurang baik, tinggal cari yang lain. Kalau di Australia, kami tidak bisa seperti itu karena jumlah orangnya tidak banyak. Jadi, kami harus punya sistem untuk memaksimalkan potensi atlet yang ada,” ucapnya.

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/