32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Muslim Love Story

Foto: Sarah Shatz
Zoe Kazan sebagai “Emily” dan Kumail Najiani sebagai “Kumail” dalam adegan film THE BIG SICK.

Bintang utama The Big Sick adalah Kumail Nanjiani, yang lahir di keluarga imigran muslim asal Pakistan. Yang suka nonton film mungkin sudah familier dengan wajahnya, karena dia sebenarnya sudah sering nongol di sitkom-sitkom atau film-film. Walau biasanya hanya sebagai peran kecil yang ’’remeh dan setara dengan statusnya sebagai minoritas asal Pakistan’’. Misalnya, penjaga toko, tukang bersih-bersih, dan lain-lain.

Nanjiani (39), sebenarnya juga penulis cerita film ini. Karena film ini adalah augmentasi dari kisah nyata hidupnya, fokus pada pertemuannya dengan seorang perempuan bule bernama Emily V Gordon, yang kini menjadi istrinya. Di The Big Sick, Nanjiani praktis memerankan diri sendiri, dan nama karakternya pun Kumail. Sedangkan karakter istrinya juga bernama Emily, tapi diperankan Zoe Kazan.

Dalam ceritanya, Kumail adalah stand-up comedian yang menambal kebutuhan hidup sebagai sopir Uber. Film ini secara kocak menceritakan bagaimana dia dan Emily bertemu, bagaimana dia berkutat dengan keluarga Pakistan-muslimnya yang terus memaksa menjodohkannya dengan perempuan ’’se-etnis’’.

Kemudian, dia harus berkutat lagi dengan keluarga kulit putih Emily. Sekali lagi dengan cara-cara yang kocak dan guyonan cerdas. Dalam wawancaranya dengan New York Times, Nanjiani mengaku agak terkejut juga bahwa ternyata filmnya mendapat sambutan hebat. Padahal sempat khawatir ada sambutan ’’menakutkan’’.

Di Hollywood, kata Nanjiani, sulit membayangkan ada karakter muslim ditampilkan seperti di The Big Sick. ’’Kami selalu jadi teroris, atau ikut bertarung melawan teroris. Saya ingat film True Lies dan bertanya-tanya, kenapa kami selalu jadi tokoh jahat?’’ paparnya.

Seorang komedian yang lumayan kondang, Nanjiani mengaku bersyukur wajah dan tongkrongannya tidak seram. ’’Jadi, saya tidak pernah ditawari peran jadi teroris,” ujarnya.

Karena film ini belum diputar luas, saya sendiri juga belum menontonnya secara utuh. Tapi bahwa ada film mainstream Hollywood dengan sambutan seperti ini, sangat menakjubkan dan menghangatkan perasaan.

Paling tidak, di saat perpecahan dan toleransi sedang mendapat tantangan di berbagai penjuru dunia, masih ada jalur populer yang menunjukkan sesuatu yang positif. Dan karena Hollywood ikut menjadi ’’pencatat sejarah’’, film ini tidak sekadar mendobrak batasan-batasan, tapi juga kelak menjadi contoh konkret perubahan persepsi dan toleransi.

Apalagi kalau ternyata film ini benar-benar sukses secara komersial. Wah, itu benar-benar contoh konkret…

Film tentang muslim, sukses di negara muslim, bukanlah sebuah kemenangan besar. Ya, The Big Sick bukanlah film religi, ini film komedi romantis, dengan penekanan di komedi. Tapi, kalau ada film bertokoh utama muslim sukses di panggung terbesar, di negara yang bukan mayoritas muslim, itu layak disebut sukses besar, bukan? (*)

Foto: Sarah Shatz
Zoe Kazan sebagai “Emily” dan Kumail Najiani sebagai “Kumail” dalam adegan film THE BIG SICK.

Bintang utama The Big Sick adalah Kumail Nanjiani, yang lahir di keluarga imigran muslim asal Pakistan. Yang suka nonton film mungkin sudah familier dengan wajahnya, karena dia sebenarnya sudah sering nongol di sitkom-sitkom atau film-film. Walau biasanya hanya sebagai peran kecil yang ’’remeh dan setara dengan statusnya sebagai minoritas asal Pakistan’’. Misalnya, penjaga toko, tukang bersih-bersih, dan lain-lain.

Nanjiani (39), sebenarnya juga penulis cerita film ini. Karena film ini adalah augmentasi dari kisah nyata hidupnya, fokus pada pertemuannya dengan seorang perempuan bule bernama Emily V Gordon, yang kini menjadi istrinya. Di The Big Sick, Nanjiani praktis memerankan diri sendiri, dan nama karakternya pun Kumail. Sedangkan karakter istrinya juga bernama Emily, tapi diperankan Zoe Kazan.

Dalam ceritanya, Kumail adalah stand-up comedian yang menambal kebutuhan hidup sebagai sopir Uber. Film ini secara kocak menceritakan bagaimana dia dan Emily bertemu, bagaimana dia berkutat dengan keluarga Pakistan-muslimnya yang terus memaksa menjodohkannya dengan perempuan ’’se-etnis’’.

Kemudian, dia harus berkutat lagi dengan keluarga kulit putih Emily. Sekali lagi dengan cara-cara yang kocak dan guyonan cerdas. Dalam wawancaranya dengan New York Times, Nanjiani mengaku agak terkejut juga bahwa ternyata filmnya mendapat sambutan hebat. Padahal sempat khawatir ada sambutan ’’menakutkan’’.

Di Hollywood, kata Nanjiani, sulit membayangkan ada karakter muslim ditampilkan seperti di The Big Sick. ’’Kami selalu jadi teroris, atau ikut bertarung melawan teroris. Saya ingat film True Lies dan bertanya-tanya, kenapa kami selalu jadi tokoh jahat?’’ paparnya.

Seorang komedian yang lumayan kondang, Nanjiani mengaku bersyukur wajah dan tongkrongannya tidak seram. ’’Jadi, saya tidak pernah ditawari peran jadi teroris,” ujarnya.

Karena film ini belum diputar luas, saya sendiri juga belum menontonnya secara utuh. Tapi bahwa ada film mainstream Hollywood dengan sambutan seperti ini, sangat menakjubkan dan menghangatkan perasaan.

Paling tidak, di saat perpecahan dan toleransi sedang mendapat tantangan di berbagai penjuru dunia, masih ada jalur populer yang menunjukkan sesuatu yang positif. Dan karena Hollywood ikut menjadi ’’pencatat sejarah’’, film ini tidak sekadar mendobrak batasan-batasan, tapi juga kelak menjadi contoh konkret perubahan persepsi dan toleransi.

Apalagi kalau ternyata film ini benar-benar sukses secara komersial. Wah, itu benar-benar contoh konkret…

Film tentang muslim, sukses di negara muslim, bukanlah sebuah kemenangan besar. Ya, The Big Sick bukanlah film religi, ini film komedi romantis, dengan penekanan di komedi. Tapi, kalau ada film bertokoh utama muslim sukses di panggung terbesar, di negara yang bukan mayoritas muslim, itu layak disebut sukses besar, bukan? (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/