Gak usah mikir orang terlalu banyak, kita sendiri saja dan orang-orang di dekat kita. Nantinya semuanya maju, punya kemampuan untuk makan lebih. Kemudian punya kemampuan untuk makan-makan bersama orang lebih banyak, dan lebih banyak lagi, dan lebih banyak lagi.
Bukankah lebih enak duduk bersama sambil makan-makan? Mulutnya disibukkan untuk mengunyah makanan lezat, bukan untuk berteriak-teriak dan mencaci maki satu sama lain.
Toh banyak berteriak dan mencaci maki pada akhirnya juga belum tentu membuat kita bisa makan lebih banyak, atau makan lebih enak.
Sudahlah, buat apa terlalu pusing sama hal-hal yang tidak konkret dan tidak jelas. Ayo fokus membuat hidup sendiri dan lingkungan terdekat lebih baik.
Kalau sejahtera, kita bisa makan-makan lebih banyak dan enak.
Kalau lingkungan kita sejahtera, kita bisa sering saling traktir untuk makan-makan lebih banyak dan enak.
Kalau masyarakat satu negara bisa lebih sejahtera, semua akan lebih asyik makan-makan daripada saling mencaci maki.
Ayo bersihkan mulut kita dari segala cacian penuh kebencian. Ayo penuhi dengan aneka ragam makanan Indonesia yang luar biasa!
Ayo makan-makan!
Itadakimasu! (*)
Catatan Tambahan: Andai Anda bertanya apa makanan favorit saya, jawabannya kompleks. Ayah saya dari kawasan Madiun, jadi mungkin secara genetik saya suka nasi pecel. Ibu saya Banjar, jadi mungkin secara genetik saya juga suka ikan. Saya ”besar” di Amerika, jadi tentu suka steak dan burger. Saya sekarang fokus olahraga sepeda dan jaga badan, jadinya doyan salad dan pasta. Restoran favorit saya –maaf kalau jauh– ada di San Francisco. Namanya Yuet Lee dan mereka punya cumi goreng paling enak sedunia. Kesimpulannya: Anggap saja saya ini global citizen sejati, selera sedunia mengumpul jadi satu…