28.7 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Proses vs Hasil

Azrul Ananda
Azrul Ananda

If it’s too good to be true, then it is not true…
Kalimat di atas merupakan salah satu kalimat yang paling saya sukai. Bahwa kalau sesuatu itu sepertinya terlalu indah atau terlalu mudah, besar kemungkinan itu bukanlah kenyataan.

Mungkin karena saya bukan orang paling pintar (hasil psikotes saya bilang biasa-biasa saja, tapi kreatif) dan bukan paling berbakat (tidak bisa menghasilkan sesuatu secara instan). Juga dibesarkan oleh orang yang selalu mengingatkan untuk terus kerja, kerja, kerja, dan hasil akan datang dengan sendirinya.

Hampir semua yang saya raih didapatkan lewat proses relatif panjang. Bila ”anak bos” lain pulang kuliah langsung jadi CEO, saya harus menjalani dulu prosesnya selama 12 tahun sebelum jadi CEO.

Liga basket pelajar (DBL) yang saya mulai bersama teman-teman muda lain di Jawa Pos juga tidak terasa telah berjalan 12 tahun.

Intinya, tidak ada yang instan.

Entah berapa banyak penawaran kerja sama saya terima dalam sepuluh tahun terakhir. Banyak yang menawarkan return (hasil) cepat dalam waktu kilat.

Mungkin saja penawaran-penawaran itu benar, tapi mungkin karena saya percaya bahwa di dunia ini tidak ada yang kilat, saya tidak pernah benar-benar berminat.

Lagi pula, hidup ini mau sekaya apa sih?
Saya dan seorang sahabat pernah berdiskusi sambil terheran-heran, mendengar cerita bahwa ada anak pengusaha yang membawa lari uang orang tuanya sebesar Rp 350 miliar.

Kami berdua sama-sama second generation dan sama-sama sangat bingung. Satu, kalau untuk keperluan pribadi, untuk apa uang Rp 350 miliar? Mau beli apa ya?
Dua, setega itukah seseorang sampai membawa lari uang orang tua sendiri? Wong dengar cerita teman membawa lari uang teman saja bikin kami heran, lha ini membawa lari uang orang tua.

Dan kembali lagi ke pertanyaan di atas: Hidup ini mau sekaya apa sih?

***
Ada yang bilang, ”Journey is the reward.” Proses atau perjalanan lebih memberi makna daripada hasil akhir.

Ada juga yang bilang, ”Yang penting hasilnya.” Kadang lebih ekstrem lagi, menyebut persetan dengan prosesnya, yang penting hasilnya.

Mana yang benar? Bergantung siapa suka yang mana. Kalau saya, terus terang, lebih suka yang pertama. Bahwa journey is the reward. Tapi, itu mungkin juga karena hidup saya tidak tertekan seperti kebanyakan orang, jadi saya lebih bisa menikmati prosesnya.

Di negara-negara maju, yang kehidupan masyarakatnya tidak setertekan di negara berkembang atau miskin, ungkapan ”Journey is the reward” jelas jauh lebih populer.

Karena orang-orangnya lebih mencari kepuasan batin, petualangan jiwa, daripada sesuap nasi.

Lihat saja film-film Disney. Kebanyakan mengajarkan pentingnya proses di atas hasil. Kalah tidak apa-apa, asal sudah berjuang. Kalah tidak apa-apa, asal sudah berusaha semaksimal mungkin dan bertindak sejujur-jujurnya.

Seperti film Pixar (milik Disney) berjudul Cars. Sang jagoan, Lightning McQueen, harus belajar ”susah” untuk menghargai perjuangan di atas kemenangan. Dia mengalaminya setelah tersesat dan terdampar di sebuah kota kecil (Radiator Springs).

Atau, mengajarkan bahwa upaya keras dengan kejujuran pada akhirnya bisa mengalahkan mereka yang hanya mengandalkan materi dan bakat. Seperti The Mighty Ducks, Little Giants, dan beberapa film lain.

Azrul Ananda
Azrul Ananda

If it’s too good to be true, then it is not true…
Kalimat di atas merupakan salah satu kalimat yang paling saya sukai. Bahwa kalau sesuatu itu sepertinya terlalu indah atau terlalu mudah, besar kemungkinan itu bukanlah kenyataan.

Mungkin karena saya bukan orang paling pintar (hasil psikotes saya bilang biasa-biasa saja, tapi kreatif) dan bukan paling berbakat (tidak bisa menghasilkan sesuatu secara instan). Juga dibesarkan oleh orang yang selalu mengingatkan untuk terus kerja, kerja, kerja, dan hasil akan datang dengan sendirinya.

Hampir semua yang saya raih didapatkan lewat proses relatif panjang. Bila ”anak bos” lain pulang kuliah langsung jadi CEO, saya harus menjalani dulu prosesnya selama 12 tahun sebelum jadi CEO.

Liga basket pelajar (DBL) yang saya mulai bersama teman-teman muda lain di Jawa Pos juga tidak terasa telah berjalan 12 tahun.

Intinya, tidak ada yang instan.

Entah berapa banyak penawaran kerja sama saya terima dalam sepuluh tahun terakhir. Banyak yang menawarkan return (hasil) cepat dalam waktu kilat.

Mungkin saja penawaran-penawaran itu benar, tapi mungkin karena saya percaya bahwa di dunia ini tidak ada yang kilat, saya tidak pernah benar-benar berminat.

Lagi pula, hidup ini mau sekaya apa sih?
Saya dan seorang sahabat pernah berdiskusi sambil terheran-heran, mendengar cerita bahwa ada anak pengusaha yang membawa lari uang orang tuanya sebesar Rp 350 miliar.

Kami berdua sama-sama second generation dan sama-sama sangat bingung. Satu, kalau untuk keperluan pribadi, untuk apa uang Rp 350 miliar? Mau beli apa ya?
Dua, setega itukah seseorang sampai membawa lari uang orang tua sendiri? Wong dengar cerita teman membawa lari uang teman saja bikin kami heran, lha ini membawa lari uang orang tua.

Dan kembali lagi ke pertanyaan di atas: Hidup ini mau sekaya apa sih?

***
Ada yang bilang, ”Journey is the reward.” Proses atau perjalanan lebih memberi makna daripada hasil akhir.

Ada juga yang bilang, ”Yang penting hasilnya.” Kadang lebih ekstrem lagi, menyebut persetan dengan prosesnya, yang penting hasilnya.

Mana yang benar? Bergantung siapa suka yang mana. Kalau saya, terus terang, lebih suka yang pertama. Bahwa journey is the reward. Tapi, itu mungkin juga karena hidup saya tidak tertekan seperti kebanyakan orang, jadi saya lebih bisa menikmati prosesnya.

Di negara-negara maju, yang kehidupan masyarakatnya tidak setertekan di negara berkembang atau miskin, ungkapan ”Journey is the reward” jelas jauh lebih populer.

Karena orang-orangnya lebih mencari kepuasan batin, petualangan jiwa, daripada sesuap nasi.

Lihat saja film-film Disney. Kebanyakan mengajarkan pentingnya proses di atas hasil. Kalah tidak apa-apa, asal sudah berjuang. Kalah tidak apa-apa, asal sudah berusaha semaksimal mungkin dan bertindak sejujur-jujurnya.

Seperti film Pixar (milik Disney) berjudul Cars. Sang jagoan, Lightning McQueen, harus belajar ”susah” untuk menghargai perjuangan di atas kemenangan. Dia mengalaminya setelah tersesat dan terdampar di sebuah kota kecil (Radiator Springs).

Atau, mengajarkan bahwa upaya keras dengan kejujuran pada akhirnya bisa mengalahkan mereka yang hanya mengandalkan materi dan bakat. Seperti The Mighty Ducks, Little Giants, dan beberapa film lain.

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/