30.6 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Selamat Mengambil Risiko

Walau bersepeda berkelompok, saat menanjak berat khususnya, kita sebenarnya sendirian mencoba menaklukkan tanjakan dan diri sendiri. Saat jantung berdebar kuat, napas tersengal-sengal, kita bisa mengenali diri sendiri dengan lebih baik. Badan kita kuat di mana, sakit di mana.

Lalu, kita berbicara dengan diri sendiri. Semula sibuk mencoba menenangkan diri, tapi lama-kelamaan berlanjut bisa memikirkan hal-hal lain. Mulai anak-anak, pekerjaan, hingga kadang membuat konsep bisnis komplet dari A sampai Z.

Tidak ada orang di kantor yang mengusik, tidak ada keluarga yang mengganggu, dan –yang terpenting– tidak ada telepon, SMS, atau pesan lain yang merepotkan. Sebab, saat bersepeda, ponsel tersimpan baik di saku belakang.

Apalagi, saat bersepeda, ada banyak inspirasi yang tidak bisa didapat kalau kita jalan-jalan dengan naik mobil. Kita mengunjungi gunung-gunung atau jalan-jalan yang normalnya tidak dilewati. Melihat, merasakan, dan menghirup suasana yang sebenarnya. Tidak terhalang kaca mobil dan semburan AC.

Kadang memang ada saja orang-orang yang mungkin taraf berpikirnya (atau kekuatan mentalnya) bikin geleng-geleng kepala. Misalnya mereka yang bertanya, ”Sepeda jauh-jauh, hancur-hancuran, mau cari apa?”
Biasanya yang tanya begitu itu yang badannya agak gemuk atau tipe yang tidak mau berusaha atau mungkin sirik.

Lebih sering saya cuekin saja, toh tidak ada gunanya menjelaskan sesuatu kepada seseorang yang tidak bisa dijelaskan (straw man?). Tapi, kadang saya celetukin saja, ”Saya mencari cara untuk menjadi orang yang lebih baik, menjadi lebih kuat, menjadi lebih tangguh, dan tidak banyak mengeluh.”
Memang tidak harus bersepeda untuk mencapai itu. Olahraga atau kegiatan lain juga bisa. Lari juga bisa. Basket juga bisa. Semua bisa. Asal sepenuh hati mencoba. Bukan asal ikut-ikutan atau gaya-gayaan.

Biasanya, orang yang suka mengomel atau mengeluh akan mengomel dan mengeluh dalam kegiatan apa saja. Saya banyak dan sering melihat orang seperti itu, dari dulu sampai sekarang, dan sampai yang akan datang.

Well, ada beberapa hal yang disampaikan di acara itu yang tidak mungkin saya tulis di sini. Mereka yang hadir juga saya minta jangan disebarkan, wkwkwkwk…
Mungkin satu lagi poin penting yang mau saya sharing: Jangan takut soal risiko. Ya, bersepeda itu ada risikonya. Jatuh, tabrakan, bukan sesuatu yang mengejutkan. Sejak hobi bersepeda, saya juga sudah operasi dua kali. Satu untuk patah tangan, satu lagi untuk bahu.

Tapi, bukan berarti harus takut. Saya sampaikan, itu malah mengajari kita untuk resilient, untuk menguji ketangguhan dan disiplin kita. Saya ceritakan, waktu tulang telapak tangan saya patah, saya operasi hari Minggu dan sudah bersepeda lagi hari Selasa, dua hari kemudian. Lalu, waktu operasi bahu, hanya dalam lima minggu saya sudah ikut balapan.

Sekali lagi, memang ada risikonya. Tapi, hidup ini kan tidak mungkin selalu aman. Wong duduk diam santai di pinggir jalan saja bisa mati tersambar Lamborghini…
Bagi kolektor kutipan, ada yang bagus soal ini. ”Hidup ini adalah untuk mengambil risiko. Kalau kita takut mengambil risiko, itu berarti kita takut hidup…”
Terima kasih kepada Entrepreneurs’ Organization atas kesempatan yang diberikan bagi saya untuk curhat. Selamat menemukan diri sendiri, saling berbagi, dan mengambil risiko! Happy Wednesday! (*)

Walau bersepeda berkelompok, saat menanjak berat khususnya, kita sebenarnya sendirian mencoba menaklukkan tanjakan dan diri sendiri. Saat jantung berdebar kuat, napas tersengal-sengal, kita bisa mengenali diri sendiri dengan lebih baik. Badan kita kuat di mana, sakit di mana.

Lalu, kita berbicara dengan diri sendiri. Semula sibuk mencoba menenangkan diri, tapi lama-kelamaan berlanjut bisa memikirkan hal-hal lain. Mulai anak-anak, pekerjaan, hingga kadang membuat konsep bisnis komplet dari A sampai Z.

Tidak ada orang di kantor yang mengusik, tidak ada keluarga yang mengganggu, dan –yang terpenting– tidak ada telepon, SMS, atau pesan lain yang merepotkan. Sebab, saat bersepeda, ponsel tersimpan baik di saku belakang.

Apalagi, saat bersepeda, ada banyak inspirasi yang tidak bisa didapat kalau kita jalan-jalan dengan naik mobil. Kita mengunjungi gunung-gunung atau jalan-jalan yang normalnya tidak dilewati. Melihat, merasakan, dan menghirup suasana yang sebenarnya. Tidak terhalang kaca mobil dan semburan AC.

Kadang memang ada saja orang-orang yang mungkin taraf berpikirnya (atau kekuatan mentalnya) bikin geleng-geleng kepala. Misalnya mereka yang bertanya, ”Sepeda jauh-jauh, hancur-hancuran, mau cari apa?”
Biasanya yang tanya begitu itu yang badannya agak gemuk atau tipe yang tidak mau berusaha atau mungkin sirik.

Lebih sering saya cuekin saja, toh tidak ada gunanya menjelaskan sesuatu kepada seseorang yang tidak bisa dijelaskan (straw man?). Tapi, kadang saya celetukin saja, ”Saya mencari cara untuk menjadi orang yang lebih baik, menjadi lebih kuat, menjadi lebih tangguh, dan tidak banyak mengeluh.”
Memang tidak harus bersepeda untuk mencapai itu. Olahraga atau kegiatan lain juga bisa. Lari juga bisa. Basket juga bisa. Semua bisa. Asal sepenuh hati mencoba. Bukan asal ikut-ikutan atau gaya-gayaan.

Biasanya, orang yang suka mengomel atau mengeluh akan mengomel dan mengeluh dalam kegiatan apa saja. Saya banyak dan sering melihat orang seperti itu, dari dulu sampai sekarang, dan sampai yang akan datang.

Well, ada beberapa hal yang disampaikan di acara itu yang tidak mungkin saya tulis di sini. Mereka yang hadir juga saya minta jangan disebarkan, wkwkwkwk…
Mungkin satu lagi poin penting yang mau saya sharing: Jangan takut soal risiko. Ya, bersepeda itu ada risikonya. Jatuh, tabrakan, bukan sesuatu yang mengejutkan. Sejak hobi bersepeda, saya juga sudah operasi dua kali. Satu untuk patah tangan, satu lagi untuk bahu.

Tapi, bukan berarti harus takut. Saya sampaikan, itu malah mengajari kita untuk resilient, untuk menguji ketangguhan dan disiplin kita. Saya ceritakan, waktu tulang telapak tangan saya patah, saya operasi hari Minggu dan sudah bersepeda lagi hari Selasa, dua hari kemudian. Lalu, waktu operasi bahu, hanya dalam lima minggu saya sudah ikut balapan.

Sekali lagi, memang ada risikonya. Tapi, hidup ini kan tidak mungkin selalu aman. Wong duduk diam santai di pinggir jalan saja bisa mati tersambar Lamborghini…
Bagi kolektor kutipan, ada yang bagus soal ini. ”Hidup ini adalah untuk mengambil risiko. Kalau kita takut mengambil risiko, itu berarti kita takut hidup…”
Terima kasih kepada Entrepreneurs’ Organization atas kesempatan yang diberikan bagi saya untuk curhat. Selamat menemukan diri sendiri, saling berbagi, dan mengambil risiko! Happy Wednesday! (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/