Dari NBA, ungkapan dukungan kepada para pemain NFL –dan hujatan ke Trump– ikut memanas.
Sebenarnya, Trump sudah punya ’’perseteruan’’ terpisah dengan pemain di NBA. Lebih tepatnya Stephen Curry, bintang tim juara musim lalu, Golden State Warriors.
Mulanya, Curry mengindikasikan ragu untuk memenuhi undangan ke White House, yang selama ini rutin jadi bentuk penghormatan bagi para juara liga olahraga di Amerika.
Tahu Curry ragu, Trump langsung bereaksi dan mencabut undangan untuk Golden State Warriors. Memutus tradisi yang sudah berlangsung sejak 1978, saat Jimmy Carter menjabat presiden.
Bahkan, tradisi mengundang tim juara (baseball) ke White House itu sudah ada sejak Andrew Johnson jadi presiden pada 1865, hanya tiga bulan setelah berakhirnya perang sipil.
Tradisi itu dimulai dengan tujuan baik. Untuk menghormati para tim juara, yang menggambarkan nilai-nilai Amerika seperti kerja sama tim, determination, dan keberagaman. Tidak peduli presidennya dari Partai Republik atau Demokrat, semua selalu diundang.
Kecuali sekarang…
Kenapa saya ingin menulis tentang ini? Karena sepertinya ini tidak penting banget!!! Apalagi untuk seorang presiden negara seperti Amerika. Entah pengalihan isu atau apalah kata beberapa orang, rasanya kok ya gak penting banget yaaa…
Aksi protes para pemain dan tim tampaknya akan terus berlanjut. Dan Trump juga bukan tipe yang mau mundur. Jadi, kayaknya perseteruan tidak penting ini akan terus berlangsung.
Untung negaranya maju. Jadi kalau presidennya berantem dengan atlet tidak sampai memengaruhi ekonomi dan lain-lain…
Kalau di Indonesia, politik dan olahraga memang seperti selalu terkait. Politik menggunakan olahraga sebagai kendaraan, lalu olahraganya sendiri dipolitisasi atau berpolitik sendiri.
Tapi mungkin, di Indonesia perlu lah para petinggi lebih mengomeli liga-liga olahraga yang ada. Yang berlangsungnya berantakan diomeli biar baik, yang tidak berlangsung diomeli (lalu didukung) supaya berlangsung. Atlet yang kelakuannya bikin geleng-geleng perlu diomeli, sedangkan yang kurang jam terbang disediakan panggung supaya bisa diomeli juga kalau performanya kurang.
Tapi, mungkin susah juga ya begitu. Apalagi kalau yang seharusnya rajin mengomeli ternyata juga harus rajin diomeli… (*)