23.9 C
Medan
Sunday, June 23, 2024

Berkelahi Sampai Mati

Jika di Palestina anak-anak muda mati karena berjihad membela agama dan mempertahankan negaranya, di Indonesia para remaja mati karena berkelahi. Bahkan, kini Jakarta sudah dianggap masuk kategori darurat perkelahian pelajar. Dalam satu pekan saja, terjadi dua kali perkelahian antar-pelajar yang merenggut korban tewas.

Sejatinya, perkelahian antar-pelajar yang sudah sampai memakan korban jiwa adalah tindakan kriminal. Sebab itu banyak yang berpendapat agar aparat kepolisian didorong untuk segera menangkap dan menindak pelakunya sesuai aturan hukum. Tindakan tegas harus dilakukan agar menimbulkan efek jera di kalangan pelajar yang gemar membuat onar dengan cara berkelahi.

Selain perkelahian antar-pelajar, kebrutalan geng motor juga sangat meresahkan. Mengapa para remaja kita terjerumus dalam hal-hal negatif seperti ini? Salah satu penyebabnya adalah kian longgarnya moral dan akhlak anak-anak kita.

Sekolah masa kini telah didesain dengan kurikulum yang berat dengan banyaknya mata pelajaran dan mengabaikan pendidikan budi pekerti dan akhlak mulia. Padahal, tiada gunanya menjadi orang yang pintar dalam ilmu dunia jika moralnya buruk. Tipe orang seperti inilah yang nantinya akan mudah tergiur untuk korupsi.

Anehnya, di sisi lain, kegiatan positif para remaja di sekolah seperti kegiatan ekstrakurikuler (ekskul) kerohanian Islam (Rohis) malah dituduh menjadi sarang teroris. Padahal, justru ekskul inilah salah satu jalan untuk membimbing para remaja untuk memiliki akhlak mulia.
Anak-anak sebenarnya adalah cerminan dari orang dewasa. Cerminan dari orang tua, guru dan lingkungannya.

Selama ini, perilaku seperti apa yang lebih kerap kita pertontonkan di depan mereka? Apakah kita sebagai orang tua kerap bertengkar? Apakah para guru lebih menyukai anak-anak yang berprestasi tapi akhlaknya tidak baik? Apakah para politisi sudah berhenti memperebutkan jabatan dengan cara-cara yang tidak benar? Apakah kita semua masih sanggup menegakkan kepala dengan begitu banyak karut-marut korupsi di negeri ini?

Sebab itu, keputusan Kemendikbud membentuk satuan tugas untuk mencari cara mencegah terulangnya aksi perkelahian antar-pelajar harusnya diikuti oleh upaya yang lebih nyata. Masukkan kembali pendidikan budi pekerti di sekolah dan beri penekanan penting. Bahwa akhlak mulia sangat penting bobotnya dalam memberi penilaian terhadap siswa. Misalnya, mereka tetap bisa naik kelas dengan nilai pas-pasan asal mampu menunjukkan budi pekerti yang baik.

Kejahatan yang dilakukan oleh orang yang pintar bisa memberikan dampak yang sangat besar. Itu karena hilangnya moral dalam hidup mereka. Sebaliknya, orang yang pintar dan ditopang oleh akhlak mulia akan memberikan kemaslahatan bagi semua.***

Jika di Palestina anak-anak muda mati karena berjihad membela agama dan mempertahankan negaranya, di Indonesia para remaja mati karena berkelahi. Bahkan, kini Jakarta sudah dianggap masuk kategori darurat perkelahian pelajar. Dalam satu pekan saja, terjadi dua kali perkelahian antar-pelajar yang merenggut korban tewas.

Sejatinya, perkelahian antar-pelajar yang sudah sampai memakan korban jiwa adalah tindakan kriminal. Sebab itu banyak yang berpendapat agar aparat kepolisian didorong untuk segera menangkap dan menindak pelakunya sesuai aturan hukum. Tindakan tegas harus dilakukan agar menimbulkan efek jera di kalangan pelajar yang gemar membuat onar dengan cara berkelahi.

Selain perkelahian antar-pelajar, kebrutalan geng motor juga sangat meresahkan. Mengapa para remaja kita terjerumus dalam hal-hal negatif seperti ini? Salah satu penyebabnya adalah kian longgarnya moral dan akhlak anak-anak kita.

Sekolah masa kini telah didesain dengan kurikulum yang berat dengan banyaknya mata pelajaran dan mengabaikan pendidikan budi pekerti dan akhlak mulia. Padahal, tiada gunanya menjadi orang yang pintar dalam ilmu dunia jika moralnya buruk. Tipe orang seperti inilah yang nantinya akan mudah tergiur untuk korupsi.

Anehnya, di sisi lain, kegiatan positif para remaja di sekolah seperti kegiatan ekstrakurikuler (ekskul) kerohanian Islam (Rohis) malah dituduh menjadi sarang teroris. Padahal, justru ekskul inilah salah satu jalan untuk membimbing para remaja untuk memiliki akhlak mulia.
Anak-anak sebenarnya adalah cerminan dari orang dewasa. Cerminan dari orang tua, guru dan lingkungannya.

Selama ini, perilaku seperti apa yang lebih kerap kita pertontonkan di depan mereka? Apakah kita sebagai orang tua kerap bertengkar? Apakah para guru lebih menyukai anak-anak yang berprestasi tapi akhlaknya tidak baik? Apakah para politisi sudah berhenti memperebutkan jabatan dengan cara-cara yang tidak benar? Apakah kita semua masih sanggup menegakkan kepala dengan begitu banyak karut-marut korupsi di negeri ini?

Sebab itu, keputusan Kemendikbud membentuk satuan tugas untuk mencari cara mencegah terulangnya aksi perkelahian antar-pelajar harusnya diikuti oleh upaya yang lebih nyata. Masukkan kembali pendidikan budi pekerti di sekolah dan beri penekanan penting. Bahwa akhlak mulia sangat penting bobotnya dalam memberi penilaian terhadap siswa. Misalnya, mereka tetap bisa naik kelas dengan nilai pas-pasan asal mampu menunjukkan budi pekerti yang baik.

Kejahatan yang dilakukan oleh orang yang pintar bisa memberikan dampak yang sangat besar. Itu karena hilangnya moral dalam hidup mereka. Sebaliknya, orang yang pintar dan ditopang oleh akhlak mulia akan memberikan kemaslahatan bagi semua.***

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/