MEDAN, SUMUTPOS.CO – Misteri kematian Andi Pangaribuan (31) di sel tahanan narkoba Polres Toba Samosir (Tobasa), lambat laun mulai terungkap. Pasca keluarga korban membuat pengaduan, Propam Poldasu langsung bergerak cepat melakukan penyelidikan. Saat ini pelaku bermarga Sijabat dan beberapa personel Sat Narkoba Polres Tobasa sudah dipanggil.
Hal ini dikatakan Kabid Humas Poldasu, Kombes Helfi Assegafyang dikonfirmasi, Selasa (1/12). “Pelaku telah dipanggil Propam. Kita tinggal menunggu jadwal sidangnya saja. Sudah ditangani,” ujarnya.
Disinggung soal sanksinya, Helfi mengatakan hal itu akan diketahui setelah sidang. “Intinya laporan masyarakat sudah ditindaklanjuti dan kita akan tahu hasilnya setelah sidang. Hasil sidang pastinya akan dilaporkan,” tandasnya.
Meski Propam Poldasu telah memanggil para pelaku, tapi Kapolres Tobasa AKBP Jidin Siagian tetap ngotot Andi meninggal karena gantung diri di dalam selnya. “Dia, (korban) tewas karena gantung diri. Bahkan, saya sudah minta kepada pihak keluarga untuk dilakukan autopsi, tapi pihak keluarga menolak,” dalih Jidin.
Sekedar mengingatkan, kasus ini dilaporkan abang kandung korban Benni Pangaribuan (43) ke Poldasu, Senin (30/11). Menurut Benni, adiknya tewas di dalam sel tahanan dengan luka lebam di sekujur tubuh dan tikaman sebanyak tiga liang di leher sebelah kiri. Selain itu, Andi juga ‘digantung’ di besi ventilasi udara menggunakan baju kemeja warna biru, sehari setelah ditangkap pada Jumat (6/11) lalu.
Selain luka lebam dan tusuk, kain yang melilit lehernya juga bukan milik Andi. Sebab saat ditangkap, Andi tidak memakai kemeja biru tapi kaos oblong. “Banyak kejanggalan kematian adikku di sel tahanan Polres Tobasa,”lirihnya di halaman Propam Poldasu.
Diceritakan Benni, kasus ini berawal pada Kamis (5/11) sekitar pukul 09. 00 WIB. Kala itu, Andi mendapat tugas mengawal bendahara PT Hutahaen di Desa Pintu Bosi, Kecamatan Laguboti yang hendak membayarkan gaji para karyawannya. Singkat cerita,malam harinya sekira pukul 19.00 WIB, Andi dan dan bendahara perusahaan tempatnya bekerja sebagai security itu kembali ke Lagu Boti mengendarai mobil perusahaan.
Tak disangka, ternyata malam itu mobil keduanya telah dibuntuti sekitar 5 polisi yang mengendarai mobil jenis Avanza. Tak lama berselang, mobil korban pun dihentikan polisi. Setelah itu dua polisi turun dari dan menghampiri mobil korban. “Mereka (polisi) hanya menyuruh adik saya saja yang turun,” bebernya didampingi anggota DPRDSU, Sutrisno Panggaribuan. Lanjutnya, setelah menangkap dan memeriksa korban, polisi tidak menemukan apapun di badannya, sementara mobil yang dikendarainya tidak digeledah.
Keesokan harinya, korban ditemukan tewas di sel tahanan secara tak wajar. Namun, polisi menjelaskan korban tewas karena gantung diri di dalam selnya. “Hasil autopsi adik saya belum keluar, tetapi siapapun orang yang melihat jenazah adik saya pasti tahu ada luka lembab di tubuhnya. Mulutnya mengeluarkan darah, itu bisa saya buktikan,” ungkapnya. Anggota Komisi A DPRD-Sumut, Sutrisno Pangaribuan yang mendampingi keluarga korban ke Propam Poldasu mengatakan, tindakan sejumlah personel polisi itu tidak bisa ditolerir.
Sebab, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002 tentang tugas dan fungsi Polri adalah sebagai pelindung, pelayan dan pengayom masyarakat, bukan pembunuh dengan dalih apapun. “Tidak, ini tidak dibenarkan. Tugas dan fungsi Polri itu sudah jelas diatur dalam UU. Sehingga mereka digaji sebagaimana yang diamanatkan UU itu sendiri, kalau mereka (Polisi) melakukan penganiayaan apalagi menjebak masyarakat untuk kasus tertentu, itu sudah melanggar peraturan,” tegasnya. (gib/deo)