31.8 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Terkait WNA Rohingya Terdampar di Delsierdang, Diduga Ada Indikasi TPPO

SUMUTPOS.CO – Terdamparnya 157 pengungsi Rohingya di Pantai Mercusuar, Dusun 15, Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang, Minggu (31/12) lalu, dicurigai ada unsur kesengajaan. Dan adanya oknum yang memang mengkoordinir ratusan warga negara asing (WNA) itu. Pihak kepolisian pun, sudah bergerak menindaklanjuti, terkait adanya indikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Atas hal ini, Pemerintah Kecamatan Labuhandeli pun menggelar rapat koordinasi, yang dipimpin Sekretaris Daerah Kabupaten Deliserdang, Timur Tumanggor, di Aula Kantor Camat Labuhandeli, Rabu (3/1).

Sebelumnya, masyarakat sekitar sudah menaruh curiga, karena adanya dugaan unsur kesengajaan yang menyebabkan kapal yang membawa para pengungsi tersebut karam di perairan Desa Karang Gading.

Kapolres Pelabuhan Belawan, AKBP Janton Silaban mengatakan, ada indikasi TPPO dari kasus ini. Hal itu berawal dari keterangan warga yang mengaku melihat tiga kapal hendak berlabuh di sekitar Pulau Mercusuar dengan Desa Kwala Besar. Namun dua kapal di antaranya kembali berlayar setelah diusir warga, dan satu kapal yang membawa 157 pengungsi, karam. Diduga kapal yang ditumpangi para pengungsi tersebut sengaja dilubangi.

“Nakhoda yang membawa kapal para pengungsi itu, pun diduga melarikan diri ke tengah laut,” ungkap Janton.

Saat ini, menurut Janton, pihaknya masih menyelidiki indikasi adanya TPPO dalam kasus 157 pengungsi Rohingya yang terdampar tersebut. Dia mengatakan, pihak kepolisian akan bekerja sama dengan sejumlah pihak, termasuk Imigrasi, untuk mendalami indikasi tersebut.

Kepala Desa Karang Gading, Agus Sanjaya mengatakan, saat ini para pengungsi masih ditempatkan di tempat sebelumnya. “Masih tersedia bahan makanan yang layak untuk mereka. Dan kemarin, Bapak Bupati Deliserdang sudah datang dan memberikan bantuan. Artinya, pihak Pemkab maupun kecamatan, peduli terhadap para pengungsi ini,” ujarnya.

Menurutnya, masuknya WNA ke wilayah Pulau Mercusuar, memang karena tidak ada penjagaan.

“Pulau tersebut tidak berpenghuni, yang mendapati mereka (pengungsi Rohingya) masuk ke pulau tersebut adalah warga Desa Kwala Besar, yang ada di seberang Pulau Mercusuar. Untuk saat ini, belum ada penolakan dari warga sekitar terhadap 157 WNA Rohingya tersebut,” jelas Agus.

Protection Associate, United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Oktina Hafanti mengatakan, adanya redaksi di media sosial terkait para pengungsi mempunyai tanggal lahir dan tahun yang sama. Soal informasi tersebut, dia menjelaskan, banyak pengungsi yang tidak mengetahui tanggal lahirnya saat didata UNHCR.

“Sebenarnya begini. Banyak pengungsi yang tidak tahu tanggal kelahiran mereka. Jadi mereka tidak bisa memberikan informasi tanggal pastinya kapan mereka lahir,” katanya.

Menurutnya, banyak pengungsi, terutama Rohingya, yang tidak diakui kewarganegaraannya. Sehingga tidak memiliki akta kelahiran, bahkan tidak tahu kapan mereka lahir. Karena itu, UNHCR di seluruh dunia menyepakati, 1 Januari sebagai tanggal lahir pengungsi yang tidak mengetahui tanggal lahirnya. Sedangkan untuk tahun lahir, akan dihitung berdasarkan pengakuan umur dari pengungsi.

“Jadi bukan hanya di Indonesia, praktik UNHCR di negara manapun pada saat pengungsi didaftarkan, mereka tidak mengetahui tanggal kelahiran mereka. Jadi selalu balik ke 1 Januari, kemudian tahunnya mengikuti berapa umur mereka. Misalnya dia bilang umurnya segini, kita akan melihat tahun berapa sesuai dengan umur si pengungsi itu tadi,” jelas Oktina.

Kepala Imigrasi Belawan, Ridha Sahputra mengatakan, pihaknya maupun Rudenim hanya sebatas sebagai pengawas, karena yang berhak mengatur semua ini adalah UNHCR.

Terkait keberadaan WNA tersebut, dia menuturkan, tidak bisa memulangkan WNA tersebut ke negara asalnya.

“Sesuai Peraturan Konvensi Jenewa 1951, jadi kami akan mengirim WNA tersebut ke negara ketiga. Negara ketiga dimaksud adalah Amerika, RRTiongkok, dan Austrlia. Mau tidak mau, negara tersebut harus menerima WNA yang kami kirim,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Karang Taruna Kecamatan Labuhandeli, Usman Affan Parinduri, dengan tegas menolak keberadaan WNA Rohingya yang terdampar di Pantai Mercusuar, Dusun 15, Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang tersebut.

Dia mengaku terkejut dengan kedatangan WNA Rohingya ini. Dia berharap, secepatnya pihak Pemkab Deliserdang menindaklanjuti kasus ini. Karena akan berdampak serius bagi masyarakat sekitar.

Usman juga berharap, kasus ini jangan sampai dijadikan alat politisasi menjelang Pemilu 2024. Karena setelah pihak Pemkab Deliserdang datang ke lokasi, sampai saat ini tidak terlihat hasil atau tindak lanjut dari kunjungan tersebut.

“Janganlah dibuat sebagai ajang politisasi atau ajang kampanye, dengan memanfaatkan momen seperti ini. Saya dengar sudah ada tokoh-tokoh atau peserta Pemilu yang datang ke sana dengan memberikan bantuan,” tutur Usman.

Usman pun berharap kepada pihak terkait, khususnya Pemkab Deliserdang, jika memang menerima, mempersilakan untuk membantu.

“Kalau tidak diterima, ya pindahkan mereka (WNA Rohingya) ke tempat yang layak. Karena bagaimanapun mereka juga manusia,” pungkasnya. (mag-1/saz)

SUMUTPOS.CO – Terdamparnya 157 pengungsi Rohingya di Pantai Mercusuar, Dusun 15, Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang, Minggu (31/12) lalu, dicurigai ada unsur kesengajaan. Dan adanya oknum yang memang mengkoordinir ratusan warga negara asing (WNA) itu. Pihak kepolisian pun, sudah bergerak menindaklanjuti, terkait adanya indikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Atas hal ini, Pemerintah Kecamatan Labuhandeli pun menggelar rapat koordinasi, yang dipimpin Sekretaris Daerah Kabupaten Deliserdang, Timur Tumanggor, di Aula Kantor Camat Labuhandeli, Rabu (3/1).

Sebelumnya, masyarakat sekitar sudah menaruh curiga, karena adanya dugaan unsur kesengajaan yang menyebabkan kapal yang membawa para pengungsi tersebut karam di perairan Desa Karang Gading.

Kapolres Pelabuhan Belawan, AKBP Janton Silaban mengatakan, ada indikasi TPPO dari kasus ini. Hal itu berawal dari keterangan warga yang mengaku melihat tiga kapal hendak berlabuh di sekitar Pulau Mercusuar dengan Desa Kwala Besar. Namun dua kapal di antaranya kembali berlayar setelah diusir warga, dan satu kapal yang membawa 157 pengungsi, karam. Diduga kapal yang ditumpangi para pengungsi tersebut sengaja dilubangi.

“Nakhoda yang membawa kapal para pengungsi itu, pun diduga melarikan diri ke tengah laut,” ungkap Janton.

Saat ini, menurut Janton, pihaknya masih menyelidiki indikasi adanya TPPO dalam kasus 157 pengungsi Rohingya yang terdampar tersebut. Dia mengatakan, pihak kepolisian akan bekerja sama dengan sejumlah pihak, termasuk Imigrasi, untuk mendalami indikasi tersebut.

Kepala Desa Karang Gading, Agus Sanjaya mengatakan, saat ini para pengungsi masih ditempatkan di tempat sebelumnya. “Masih tersedia bahan makanan yang layak untuk mereka. Dan kemarin, Bapak Bupati Deliserdang sudah datang dan memberikan bantuan. Artinya, pihak Pemkab maupun kecamatan, peduli terhadap para pengungsi ini,” ujarnya.

Menurutnya, masuknya WNA ke wilayah Pulau Mercusuar, memang karena tidak ada penjagaan.

“Pulau tersebut tidak berpenghuni, yang mendapati mereka (pengungsi Rohingya) masuk ke pulau tersebut adalah warga Desa Kwala Besar, yang ada di seberang Pulau Mercusuar. Untuk saat ini, belum ada penolakan dari warga sekitar terhadap 157 WNA Rohingya tersebut,” jelas Agus.

Protection Associate, United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Oktina Hafanti mengatakan, adanya redaksi di media sosial terkait para pengungsi mempunyai tanggal lahir dan tahun yang sama. Soal informasi tersebut, dia menjelaskan, banyak pengungsi yang tidak mengetahui tanggal lahirnya saat didata UNHCR.

“Sebenarnya begini. Banyak pengungsi yang tidak tahu tanggal kelahiran mereka. Jadi mereka tidak bisa memberikan informasi tanggal pastinya kapan mereka lahir,” katanya.

Menurutnya, banyak pengungsi, terutama Rohingya, yang tidak diakui kewarganegaraannya. Sehingga tidak memiliki akta kelahiran, bahkan tidak tahu kapan mereka lahir. Karena itu, UNHCR di seluruh dunia menyepakati, 1 Januari sebagai tanggal lahir pengungsi yang tidak mengetahui tanggal lahirnya. Sedangkan untuk tahun lahir, akan dihitung berdasarkan pengakuan umur dari pengungsi.

“Jadi bukan hanya di Indonesia, praktik UNHCR di negara manapun pada saat pengungsi didaftarkan, mereka tidak mengetahui tanggal kelahiran mereka. Jadi selalu balik ke 1 Januari, kemudian tahunnya mengikuti berapa umur mereka. Misalnya dia bilang umurnya segini, kita akan melihat tahun berapa sesuai dengan umur si pengungsi itu tadi,” jelas Oktina.

Kepala Imigrasi Belawan, Ridha Sahputra mengatakan, pihaknya maupun Rudenim hanya sebatas sebagai pengawas, karena yang berhak mengatur semua ini adalah UNHCR.

Terkait keberadaan WNA tersebut, dia menuturkan, tidak bisa memulangkan WNA tersebut ke negara asalnya.

“Sesuai Peraturan Konvensi Jenewa 1951, jadi kami akan mengirim WNA tersebut ke negara ketiga. Negara ketiga dimaksud adalah Amerika, RRTiongkok, dan Austrlia. Mau tidak mau, negara tersebut harus menerima WNA yang kami kirim,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Karang Taruna Kecamatan Labuhandeli, Usman Affan Parinduri, dengan tegas menolak keberadaan WNA Rohingya yang terdampar di Pantai Mercusuar, Dusun 15, Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang tersebut.

Dia mengaku terkejut dengan kedatangan WNA Rohingya ini. Dia berharap, secepatnya pihak Pemkab Deliserdang menindaklanjuti kasus ini. Karena akan berdampak serius bagi masyarakat sekitar.

Usman juga berharap, kasus ini jangan sampai dijadikan alat politisasi menjelang Pemilu 2024. Karena setelah pihak Pemkab Deliserdang datang ke lokasi, sampai saat ini tidak terlihat hasil atau tindak lanjut dari kunjungan tersebut.

“Janganlah dibuat sebagai ajang politisasi atau ajang kampanye, dengan memanfaatkan momen seperti ini. Saya dengar sudah ada tokoh-tokoh atau peserta Pemilu yang datang ke sana dengan memberikan bantuan,” tutur Usman.

Usman pun berharap kepada pihak terkait, khususnya Pemkab Deliserdang, jika memang menerima, mempersilakan untuk membantu.

“Kalau tidak diterima, ya pindahkan mereka (WNA Rohingya) ke tempat yang layak. Karena bagaimanapun mereka juga manusia,” pungkasnya. (mag-1/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/