32.8 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Keluarga Ibu Kandung Bersumpah Adukan Ayah dan Ibu Tiri

Foto: Gibson/PM Maria Panjaitan, korban penyiksaan ibu tirinya, didampingi pamannya dari pihak ibu, Mangasa Nainggolan, saat mengadu ke Renakta Poldasu.
Foto: Gibson/PM
Maria Panjaitan, korban penyiksaan ibu tirinya, didampingi pamannya dari pihak ibu, Mangasa Nainggolan, saat mengadu ke Renakta Poldasu.

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Kabar penganiayaan yang menimpa Maria Cristina Natalia Panjaitan (28) ternyata sampai kepada keluarga besar almarhum ibundanya, Nainggolan Batuara di Pematangsiantar. Mereka mendapat informasi, setelah membaca pemberitaan di koran.

Informasi ini lantas menjadi awal pertemuan kembali keluarga besar ini, setelah terpisah belasan tahun, pasca meninggalnya ibunda Maria.

Na hujaha hami di koran. Tarjaha au ma, disurat disi goarni mendiang itoku. Baru sadar hami, hape bereku do! (Kami dapat informasinya dari baca berita koran. Tidak sengaja, kami baca nama adik saya, mendiang mamanya mereka. Kami sadar, bahwa ternyata yang diberitakan ini keponakan kami),” jelas Albert Nainggolan (53), paman Maria, ketika ditemui di kediamannya, di Jl. Rakkuta Sembiring Gg. Kenali, Siantar Martoba, kemarin petang.

Setelah mendapat infoirmasi tersebut, Albert yang kesehariannya berdagang di Pasar Dwikora Pematang Siantar ini mengaku berangkat ke Sidamanik, untuk menjemput keponakannya itu. Saat melihat kondisi keponakannya, pria berperawakan besar ini mengaku tak kuasa menahan tangis.

Albert bersumpah akan memperkarakan Richard Panjaitan (ayah), Setiana Br Siahaan (Ibu tiri), dan Eko Kaisar Panjaitan (adik kandung Maria).

“Mereka itu tidak bisa ditolerir karena ikut dan mengetahui serta membiarkan kejadian ini hingga bertahun-tahun. Memang ini dia milik marga Panjaitan tapi setengah badannya dan darahnya itu darah Nainggolan. Kejadian ini sangat kami kesalkan apalagi bukan yang pertama. Yang kami mau cuma satu, dia ditangkap,” ujarnya dengan nada kesal.

Dengan mata yang berkaca-kaca, Albert melanjutkan cerita, setelah terlebih dahulu menghela nafas. Dia mengaku, melihat sosok adiknya, dari paras Maria, keponakannya.

Molo huingot burjuni itoki, hera na diseati ate-ateku. Nakkin pe, tipak so lao tu Sidamanik, lao do ahu tu kuburanna. Tangis ahu di san, jalan hu sukkun, idia do begum ito? Ai naso diberengho do akka bereki? (Kalau kuingat baikknya itoku itu (adikku) maka ketika kulihat seperti ini hatiku terasa tersayat. Bahkan di makam nya sempat terucapku, dimana arwahmu mengapa tidak kau lihat anak-anak ini,” ungkap Albert dengan menatap tajam pada Maria seolah membayangkan Maria bayangan dari adiknya yang sudah almarhum.

Sebelumnya, di Jl. Perwira, Kelurahan Merdeka, kakek Maria, Benjamin Nainggolan (88), orangtua Albert Nainggolan, dan almarhum ibunya Lamria Br Nainggolan mengaku menyesalkan sikap menantunya. Karena tidak pernah lagi berkomunikasi bahkan mengenalkan cucunya untuk mengenal keluarga marga Nainggolan.

“Merinding aku mendengar dan mengingat putriku itu (Lamria Br Nainggolan). Tak cakap sombonglah, aku bangga dengan putriku dulu karena dimasanya ia sudah tamat kuliah dari IKIP Medan. Doktoranda gelarnya. Masih jarang orang tamat kuliah wqaktu itu. Di Unimed itu dia berkenalan dengan Richard Panjaitan. Sekarang sepeninggalan putriku ini semua jadi hancur. Tak kularang dia menikah lagi tapi kalau mau menghancurkan anak-anak untuk apa. Agoh…mardisir imbulu memereng perngoluanni pahompuku i dung ditinggalhon boruku i (Aduh…merinding bulu romaku melihat kehidupan cucuku itu sepeninggalan putriku itu),” jelas Benjamin, lantas memperlihatkan foto wisuda, dan foto pernikahan almarhum Lamria Nainggolan. (ing/rah/lud/smg)

 

Foto: Gibson/PM Maria Panjaitan, korban penyiksaan ibu tirinya, didampingi pamannya dari pihak ibu, Mangasa Nainggolan, saat mengadu ke Renakta Poldasu.
Foto: Gibson/PM
Maria Panjaitan, korban penyiksaan ibu tirinya, didampingi pamannya dari pihak ibu, Mangasa Nainggolan, saat mengadu ke Renakta Poldasu.

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Kabar penganiayaan yang menimpa Maria Cristina Natalia Panjaitan (28) ternyata sampai kepada keluarga besar almarhum ibundanya, Nainggolan Batuara di Pematangsiantar. Mereka mendapat informasi, setelah membaca pemberitaan di koran.

Informasi ini lantas menjadi awal pertemuan kembali keluarga besar ini, setelah terpisah belasan tahun, pasca meninggalnya ibunda Maria.

Na hujaha hami di koran. Tarjaha au ma, disurat disi goarni mendiang itoku. Baru sadar hami, hape bereku do! (Kami dapat informasinya dari baca berita koran. Tidak sengaja, kami baca nama adik saya, mendiang mamanya mereka. Kami sadar, bahwa ternyata yang diberitakan ini keponakan kami),” jelas Albert Nainggolan (53), paman Maria, ketika ditemui di kediamannya, di Jl. Rakkuta Sembiring Gg. Kenali, Siantar Martoba, kemarin petang.

Setelah mendapat infoirmasi tersebut, Albert yang kesehariannya berdagang di Pasar Dwikora Pematang Siantar ini mengaku berangkat ke Sidamanik, untuk menjemput keponakannya itu. Saat melihat kondisi keponakannya, pria berperawakan besar ini mengaku tak kuasa menahan tangis.

Albert bersumpah akan memperkarakan Richard Panjaitan (ayah), Setiana Br Siahaan (Ibu tiri), dan Eko Kaisar Panjaitan (adik kandung Maria).

“Mereka itu tidak bisa ditolerir karena ikut dan mengetahui serta membiarkan kejadian ini hingga bertahun-tahun. Memang ini dia milik marga Panjaitan tapi setengah badannya dan darahnya itu darah Nainggolan. Kejadian ini sangat kami kesalkan apalagi bukan yang pertama. Yang kami mau cuma satu, dia ditangkap,” ujarnya dengan nada kesal.

Dengan mata yang berkaca-kaca, Albert melanjutkan cerita, setelah terlebih dahulu menghela nafas. Dia mengaku, melihat sosok adiknya, dari paras Maria, keponakannya.

Molo huingot burjuni itoki, hera na diseati ate-ateku. Nakkin pe, tipak so lao tu Sidamanik, lao do ahu tu kuburanna. Tangis ahu di san, jalan hu sukkun, idia do begum ito? Ai naso diberengho do akka bereki? (Kalau kuingat baikknya itoku itu (adikku) maka ketika kulihat seperti ini hatiku terasa tersayat. Bahkan di makam nya sempat terucapku, dimana arwahmu mengapa tidak kau lihat anak-anak ini,” ungkap Albert dengan menatap tajam pada Maria seolah membayangkan Maria bayangan dari adiknya yang sudah almarhum.

Sebelumnya, di Jl. Perwira, Kelurahan Merdeka, kakek Maria, Benjamin Nainggolan (88), orangtua Albert Nainggolan, dan almarhum ibunya Lamria Br Nainggolan mengaku menyesalkan sikap menantunya. Karena tidak pernah lagi berkomunikasi bahkan mengenalkan cucunya untuk mengenal keluarga marga Nainggolan.

“Merinding aku mendengar dan mengingat putriku itu (Lamria Br Nainggolan). Tak cakap sombonglah, aku bangga dengan putriku dulu karena dimasanya ia sudah tamat kuliah dari IKIP Medan. Doktoranda gelarnya. Masih jarang orang tamat kuliah wqaktu itu. Di Unimed itu dia berkenalan dengan Richard Panjaitan. Sekarang sepeninggalan putriku ini semua jadi hancur. Tak kularang dia menikah lagi tapi kalau mau menghancurkan anak-anak untuk apa. Agoh…mardisir imbulu memereng perngoluanni pahompuku i dung ditinggalhon boruku i (Aduh…merinding bulu romaku melihat kehidupan cucuku itu sepeninggalan putriku itu),” jelas Benjamin, lantas memperlihatkan foto wisuda, dan foto pernikahan almarhum Lamria Nainggolan. (ing/rah/lud/smg)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/