35 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Pak, Ceraikan Aja Mamak Tiri itu!

Foto: Rano K Hutasoit/Metro Siantar/JPNN Maria Christina Pandjaitan menangis histeris, ketika ditemui di kediaman kakak sepupunya di Kelurahan Sarimatondang, Sidamanik, Simalungun, Sumatera Utara, Rabu (4/2).
Foto: Rano K Hutasoit/Metro Siantar/JPNN
Maria Christina Pandjaitan menangis histeris, ketika ditemui di kediaman kakak sepupunya di Kelurahan Sarimatondang, Sidamanik, Simalungun, Sumatera Utara, Rabu (4/2).

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – “Pak, ceraikan aja mamak tiri itu. Tak tahan aku disiksanya. Keluarga ini hancur karena ibu tiri. Penjarakan aja dia.” Inilah salah satu percakapan Maria Cristina Natalia Panjaitan (28), mengulang obrolan dengan ayahnya, Richard Panjaitan saat bersama menuju Siantar beberapa waktu lalu.

Maria mengatakan itu karena sudah tak tahan dengan kekejaman Setiana br Siahaan, ibu tirinya. Ditemui di rumah sepupunya, Diana Sagala, di Jl. Besar Sidamanik, Kel. Sarimatondang, Kec. Sidamanik, Rabu (4/2).

“Aku tidak pernah mengeluh sama Bapak kalau dia pulang dari Sibolga. Setiap kali aku mengadu, ayah dan ibu selalu berantam. Kasihan aku melihat bapak itu. Dan kalau berantam, maka bapak akan stres,” jelas Maria meneteskan air mata.

Tiap kali ayahnya ke Medan, Maria mengaku disuruh memakai baju lengan panjang untuk menutup luka. “Kepalaku, sering dipukul pakai batu ulekan, tangan kaki diikat dan dimasukkan ke kamar mandi serta tidak diberikan makan,” isak Maria, menegaskan siksaan seperti itu sudah menjadi rutinitas harian.

Akibat menangis, Maria tidak bisa meneruskan ceritanya. Kedua tangannya ditempelkan di dadanya seakan menahan rasa sakit dan sesak.

Melihat isak tangis Maria, sepupunya, Diana meminta Maria beristirahat dulu dan tidak perlu meneruskan ceritanya. “Biarlah dulu dia (Maria) istirahat. Sesak kali dirasanya. Kalau menangis memang rasa sakitnya itu semakin terasa,” pintanya.

Diana juga mengaku belum bisa pastikan apakah Maria mengalami luka benturan di bagian dada atau perutnya, sehingga saat terisak, rasa sesak terasa.

Tak hanya Maria, Diana juga geram dengan kelakuan Setiana. “Ini tidak manusiawi. Bagaimana dipukul pakai batu ulekan, disetrika, diikat tangan kaki, bahkan luka di lehernya itu disebut Maria akibat bekas dicekik. Dia mengaku setelah diikat pernah dimasukkan dalam air,” jelas Diana dengan geram.

Dengan nada tinggi, ia mengatakan keluarganya (pihak namboru/Bibi dari Maria) merasa keberatan dengan kejadian yang dialami Maria. “Jangankan orang lain. Kami saja tidak terima dengan hal ini,” jelas Diana mengungkapkan kekesalannya.

Tito, juga sepupu Maria, mengakui keluarga mereka tak tahu siksaan selama empat tahun yang dialami Maria. Sepengetahuan keluarga, ibu tiri Maria sudah bertobat dan tidak mengulangi perbuatannya seperti kejadian di Sibolga.

Namun setelah mengetahui kondisi Maria itu, pihak keluarga sudah bersepakat dan memutuskan untuk melaporkan hal ini ke polisi. “Walau Maria dilarang untuk berbicara dan kami juga diminta tidak melapor ke polisi. Tetapi hal ini tidak bisa ditolerir lagi dan harus dilaporkan ke polisi. Ini sudah keterlaluan dan tidak manusiawi lagi,” jelasnya. (ing/rah/lud/smg)

Foto: Rano K Hutasoit/Metro Siantar/JPNN Maria Christina Pandjaitan menangis histeris, ketika ditemui di kediaman kakak sepupunya di Kelurahan Sarimatondang, Sidamanik, Simalungun, Sumatera Utara, Rabu (4/2).
Foto: Rano K Hutasoit/Metro Siantar/JPNN
Maria Christina Pandjaitan menangis histeris, ketika ditemui di kediaman kakak sepupunya di Kelurahan Sarimatondang, Sidamanik, Simalungun, Sumatera Utara, Rabu (4/2).

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – “Pak, ceraikan aja mamak tiri itu. Tak tahan aku disiksanya. Keluarga ini hancur karena ibu tiri. Penjarakan aja dia.” Inilah salah satu percakapan Maria Cristina Natalia Panjaitan (28), mengulang obrolan dengan ayahnya, Richard Panjaitan saat bersama menuju Siantar beberapa waktu lalu.

Maria mengatakan itu karena sudah tak tahan dengan kekejaman Setiana br Siahaan, ibu tirinya. Ditemui di rumah sepupunya, Diana Sagala, di Jl. Besar Sidamanik, Kel. Sarimatondang, Kec. Sidamanik, Rabu (4/2).

“Aku tidak pernah mengeluh sama Bapak kalau dia pulang dari Sibolga. Setiap kali aku mengadu, ayah dan ibu selalu berantam. Kasihan aku melihat bapak itu. Dan kalau berantam, maka bapak akan stres,” jelas Maria meneteskan air mata.

Tiap kali ayahnya ke Medan, Maria mengaku disuruh memakai baju lengan panjang untuk menutup luka. “Kepalaku, sering dipukul pakai batu ulekan, tangan kaki diikat dan dimasukkan ke kamar mandi serta tidak diberikan makan,” isak Maria, menegaskan siksaan seperti itu sudah menjadi rutinitas harian.

Akibat menangis, Maria tidak bisa meneruskan ceritanya. Kedua tangannya ditempelkan di dadanya seakan menahan rasa sakit dan sesak.

Melihat isak tangis Maria, sepupunya, Diana meminta Maria beristirahat dulu dan tidak perlu meneruskan ceritanya. “Biarlah dulu dia (Maria) istirahat. Sesak kali dirasanya. Kalau menangis memang rasa sakitnya itu semakin terasa,” pintanya.

Diana juga mengaku belum bisa pastikan apakah Maria mengalami luka benturan di bagian dada atau perutnya, sehingga saat terisak, rasa sesak terasa.

Tak hanya Maria, Diana juga geram dengan kelakuan Setiana. “Ini tidak manusiawi. Bagaimana dipukul pakai batu ulekan, disetrika, diikat tangan kaki, bahkan luka di lehernya itu disebut Maria akibat bekas dicekik. Dia mengaku setelah diikat pernah dimasukkan dalam air,” jelas Diana dengan geram.

Dengan nada tinggi, ia mengatakan keluarganya (pihak namboru/Bibi dari Maria) merasa keberatan dengan kejadian yang dialami Maria. “Jangankan orang lain. Kami saja tidak terima dengan hal ini,” jelas Diana mengungkapkan kekesalannya.

Tito, juga sepupu Maria, mengakui keluarga mereka tak tahu siksaan selama empat tahun yang dialami Maria. Sepengetahuan keluarga, ibu tiri Maria sudah bertobat dan tidak mengulangi perbuatannya seperti kejadian di Sibolga.

Namun setelah mengetahui kondisi Maria itu, pihak keluarga sudah bersepakat dan memutuskan untuk melaporkan hal ini ke polisi. “Walau Maria dilarang untuk berbicara dan kami juga diminta tidak melapor ke polisi. Tetapi hal ini tidak bisa ditolerir lagi dan harus dilaporkan ke polisi. Ini sudah keterlaluan dan tidak manusiawi lagi,” jelasnya. (ing/rah/lud/smg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/