SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Setelah kasus penyiksaan di Sibolga sekitar tahun 2007, Maria Cristina Natalia Panjaitan (28) bersama keluarga tinggal di Jalan Selam IV Mandala Medan. Ia tinggal serumah dengan aadiknya, Eko, ayah, serta ibu tirinya, Setiana br Siahaan. Juga dengan Yuni Panjaitan (adik kandung ketiga) dan Gohan Anugerah (adik tiri).
“Maria dan Yuni pernah berencana melarikan diri dari rumah di Jalan Selam Mandala Medan. Ketika itu, Yuni sedang kuliah di Universitas Medan. Tapi mengingat kejamnya ibu tirinya, Yuni memutuskan berhenti kuliah. Saat itu muncul rencana kabur dari rumah dengan modus Maria seakan membuang sampah. Tetapi hal itu batal karena Maria dibayangi ketakutan akan dimarahi ibu tirinya,” terang Diana.
Lanjut Diana, mengingat kekejaman ibu tirinya itu, Yuni memutuskan meninggalkan kuliahnya di Unimed dan berangkat ke Jakarta. Tiga tahun terakhir, yang tinggal di Medan itu hanya Maria, Eko dan Gohan serta Setiana Br Siahaan. Hal ini karena Richard Panjaitan tinggal di Sibolga.
Keluarga juga sangat menyesalkan karena saudara kandungnya (Eko) yang saat itu sudah dewasa dan sedang mengecap pendidikan sebagai mahasiswa, tidak pernah bercerita tentang kejadian yang menimpa Maria.
“Kita tidak habis pikir ketika Maria bercerita kalau si Eko itu ikut memukul dan bukan membela Maria. Dan kejadian ini berlangsung dalam selang waktu betahun-tahun. Demikian ayahnya yang tidak pernah bercerita akan hal ini. Sehingga ketika diantar kemari (Sidamanik), kami sempat marah padanya (Richard Panjaitan),” jelasnya.
Masih menurut cerita Diana, sesuai penuturan Maria, awal dari penganiayaan ini di Sibolga beberapa tahun lalu hanya karena persoalan sepele. Setiana yang kesal dengan Maria, tiba-tiba melempar Maria dengan batu gilingan, hingga Maria kesakitan dan terluka. “Iya bang, aku dilempar pake batu gilingan dulu,” kata Maria, menimpali. (ing/rah/lud/smg)