26.7 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

PKS All Out, PDIP Solid

Sedangkan menurut Pengamat Politik dan Pemerintahan UMSU, Rio Affandi Siregar, kedua partai dimaksud memang teruji militan dalam beberapa kali pesta demokrasi. Bagaimana sosok tokoh yang dianggap baru dan belum begitu dikenal, maju di Pilkada, dapar diterima masyarakat dengan perolehan suara yang signifikan.

Melihat sosok Djarot yang tergolong pendatang baru, Rio mengatakan PDIP sudah dua kali mengusung kader dengan tingkat popularitas yang belum begitu meyakinkan. Meskipun tidak berhasil memenangkan pertarungan, dari segi perolehan suara, partai ini selalu menjadi terbanyak kedua, meskipun koalisi yang dibangun tergolong kecil atau sedikit. “Menurut saya Djarot ini biasa saja, tetapi dengan militansi kader PDIP, sosok yang baru bisa didongkrak popularitasnya melalui kekuatan basis massa dan kampanye media massa, media sosial yang menjadikan paslonnya diperhitungkan,” katanya.

Sedangkan untuk PKS, dirinya juga meyakini kekuatan basis militan partai bulan sabit kembar itu masih dapat dilihat. Berangkat dari berbagai kelompok entitas kecil, konsistensi kader yang melalui proses kaderisasi cukup matang menurutnya, sudah terbukti dapat memenangkan dua Pilgub di Sumut.

“Kali ini justru berbeda, kekuatan PKS ada di koalisi besar. Dan itu merupakan peluang bagi pasangan calon untuk bisa memenangkan pertarungan,” tambahnya.

Namun dari segi hitungan hasil, tentu bukan hal memuaskan bila perolehan suara nantinya, koalisi besar dengan total 60 kursi di DPRD Sumut dari 6 partai hanya memeroleh 40 persen suara dari pemilihan yang akan berlangsung 27 Juni mendatang. Sebab, meskipun memang, namun kondisi itu nantinya akan membuktikan bahwa efektivitas mesin partai pengusung dan pendukung paslon tidak berjalan baik.

“Diatas kertas tentu koalisi besar punya peluang. Tetapi jika mesin partai tidak berjalan, maka bukan tidak mungkin kondisi akan berbalik, dari sebelumnya PKS dianggap kuda hitam, sekarang malah PDIP yang bisa disebut begitu. Karenanya, partisipasi partai lain sebagai pengusung dan pendukung juga diuji pada Pilgub kali ini, jangan sampai memberikan ‘perahu bocor’ ke Paslon,” pungkasnya. (bal/adz)

Sedangkan menurut Pengamat Politik dan Pemerintahan UMSU, Rio Affandi Siregar, kedua partai dimaksud memang teruji militan dalam beberapa kali pesta demokrasi. Bagaimana sosok tokoh yang dianggap baru dan belum begitu dikenal, maju di Pilkada, dapar diterima masyarakat dengan perolehan suara yang signifikan.

Melihat sosok Djarot yang tergolong pendatang baru, Rio mengatakan PDIP sudah dua kali mengusung kader dengan tingkat popularitas yang belum begitu meyakinkan. Meskipun tidak berhasil memenangkan pertarungan, dari segi perolehan suara, partai ini selalu menjadi terbanyak kedua, meskipun koalisi yang dibangun tergolong kecil atau sedikit. “Menurut saya Djarot ini biasa saja, tetapi dengan militansi kader PDIP, sosok yang baru bisa didongkrak popularitasnya melalui kekuatan basis massa dan kampanye media massa, media sosial yang menjadikan paslonnya diperhitungkan,” katanya.

Sedangkan untuk PKS, dirinya juga meyakini kekuatan basis militan partai bulan sabit kembar itu masih dapat dilihat. Berangkat dari berbagai kelompok entitas kecil, konsistensi kader yang melalui proses kaderisasi cukup matang menurutnya, sudah terbukti dapat memenangkan dua Pilgub di Sumut.

“Kali ini justru berbeda, kekuatan PKS ada di koalisi besar. Dan itu merupakan peluang bagi pasangan calon untuk bisa memenangkan pertarungan,” tambahnya.

Namun dari segi hitungan hasil, tentu bukan hal memuaskan bila perolehan suara nantinya, koalisi besar dengan total 60 kursi di DPRD Sumut dari 6 partai hanya memeroleh 40 persen suara dari pemilihan yang akan berlangsung 27 Juni mendatang. Sebab, meskipun memang, namun kondisi itu nantinya akan membuktikan bahwa efektivitas mesin partai pengusung dan pendukung paslon tidak berjalan baik.

“Diatas kertas tentu koalisi besar punya peluang. Tetapi jika mesin partai tidak berjalan, maka bukan tidak mungkin kondisi akan berbalik, dari sebelumnya PKS dianggap kuda hitam, sekarang malah PDIP yang bisa disebut begitu. Karenanya, partisipasi partai lain sebagai pengusung dan pendukung juga diuji pada Pilgub kali ini, jangan sampai memberikan ‘perahu bocor’ ke Paslon,” pungkasnya. (bal/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/