30 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

2 Kali Divonis Mati, Toge Kembali Selundupkan Sabu

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Togiman alias Toge, terdakwa komplotan penyelundup narkotika jenis sabu seberat 25 kilogram mendengar sidang vonis dirinya di Pengadilan Negeri Medan, Desember 2017. Meski dua kali divonis mati, Toge masih saja mengendalikan sindikatnya dari penjara.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Status terpidana mati tidak membuat Togiman alias Toge taubat mengedarkan narkotika. Kemarin (7/2), Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkap penyelundupan 87,7 kg sabu dan 18 ribu pil ekstasi yang dilakukan Toge, terpidana yang divonis mati sebanyak dua kali karena menyelundupkan barang haram.

Kepala BNN Komjen Budi Waseso menjelaskan, ada sembilan orang kaki tangan Toge yang ditangkap karena menyelundupkan narkotika di Sumut. Mereka menjalankan bisnis sesuai dengan perintah Toge yang meringkuk di Lapas Tanjunggusta. ”Toge ini sudah dua kali divonis mati,” terangnya.

Bahkan, Toge ini juga pernah dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hasilnya, ada uang lebih dari Rp10 miliar yang merupakan hasil penjualan narkotika. ”Tapi, sekarang dia kembali menjalankan bisnisnya,” tuturnya.

Buwas-panggilan akrab Budi Waseso- mengatakan, dalam lapas Toge ini bahkan memiliki peralatan anti sadap. Sekaligus, ada fasilitas untuk bisa berganti-ganti nomor handphone. ”Kalau tidak ada oknum yang bantu, gak mungkin,” papar jenderal berbintang tiga tersebut.

Menurutnya, sebenarnya kondisi ini pernah terjadi pada Freddy Budiman. Dengan begitu dapat diketahui bahwa ada masalah dengan undang-undang narkotika saat ini. ”Apa yang kami kerjakan ini semua nantikan akan menjadi masukan untuk perubahan regulasi,” paparnya.

Khususnya terkait mekanisme banding, kasasi, peninjauan kembali dan grasi bagi bandar narkotika. Seharusnya narkotika yang merupakan kejahatan luar biasanya bisa diterapkan tanpa mekanisme tersebut. ”Mereka manusia yang mentalnya seperti binatang. Hanya berpikir keuntungan kendati banyak korban menderita,” jelasnya.

Terpidana mati yang berulang kali mengulangi perbuatannya mampu untuk menahan eksekusi mati dikarenakan proses yang berbelit-belit. Misalnya, saat mengajukan PK ini terpidana mati menunggu detik-detik akhir. ”Ya, biar bisa lama dan selamat dari eksekusi,” terangnya.

Sementara Anggota Komisi III Arteria Dahlan menuturkan, akan mendukung BNN dan Kemenkeu dalam memberantas narkotika. Tidak hanya soal memperbaiki regulasi, namun secara keseluruhan. ”BNN ini hanya ditarget selesaikan 120 kasus, tapi kasus yang diungkap bisa sampai seribu,” paparnya.

Perbaikan terhadap lapas juga penting dilakukan, apalagi pasca Komisi III melakukan inspeksi mendadak dan menemukan adanya narkotika di lapas. ”Ganja ditanam di lapas, lalu penanamnya tiap malam pulang ke rumah. Di penjara hanya siang hari,” jelasnya.

Perlu diketahui, BNN juga mengungkap dua kasus lain dengan barang bukti mencapai 22 kg di Aceh. Ada empat tersangka yang ditangkap dalam dua kasus tersebut. (idr)

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Togiman alias Toge, terdakwa komplotan penyelundup narkotika jenis sabu seberat 25 kilogram mendengar sidang vonis dirinya di Pengadilan Negeri Medan, Desember 2017. Meski dua kali divonis mati, Toge masih saja mengendalikan sindikatnya dari penjara.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Status terpidana mati tidak membuat Togiman alias Toge taubat mengedarkan narkotika. Kemarin (7/2), Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkap penyelundupan 87,7 kg sabu dan 18 ribu pil ekstasi yang dilakukan Toge, terpidana yang divonis mati sebanyak dua kali karena menyelundupkan barang haram.

Kepala BNN Komjen Budi Waseso menjelaskan, ada sembilan orang kaki tangan Toge yang ditangkap karena menyelundupkan narkotika di Sumut. Mereka menjalankan bisnis sesuai dengan perintah Toge yang meringkuk di Lapas Tanjunggusta. ”Toge ini sudah dua kali divonis mati,” terangnya.

Bahkan, Toge ini juga pernah dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hasilnya, ada uang lebih dari Rp10 miliar yang merupakan hasil penjualan narkotika. ”Tapi, sekarang dia kembali menjalankan bisnisnya,” tuturnya.

Buwas-panggilan akrab Budi Waseso- mengatakan, dalam lapas Toge ini bahkan memiliki peralatan anti sadap. Sekaligus, ada fasilitas untuk bisa berganti-ganti nomor handphone. ”Kalau tidak ada oknum yang bantu, gak mungkin,” papar jenderal berbintang tiga tersebut.

Menurutnya, sebenarnya kondisi ini pernah terjadi pada Freddy Budiman. Dengan begitu dapat diketahui bahwa ada masalah dengan undang-undang narkotika saat ini. ”Apa yang kami kerjakan ini semua nantikan akan menjadi masukan untuk perubahan regulasi,” paparnya.

Khususnya terkait mekanisme banding, kasasi, peninjauan kembali dan grasi bagi bandar narkotika. Seharusnya narkotika yang merupakan kejahatan luar biasanya bisa diterapkan tanpa mekanisme tersebut. ”Mereka manusia yang mentalnya seperti binatang. Hanya berpikir keuntungan kendati banyak korban menderita,” jelasnya.

Terpidana mati yang berulang kali mengulangi perbuatannya mampu untuk menahan eksekusi mati dikarenakan proses yang berbelit-belit. Misalnya, saat mengajukan PK ini terpidana mati menunggu detik-detik akhir. ”Ya, biar bisa lama dan selamat dari eksekusi,” terangnya.

Sementara Anggota Komisi III Arteria Dahlan menuturkan, akan mendukung BNN dan Kemenkeu dalam memberantas narkotika. Tidak hanya soal memperbaiki regulasi, namun secara keseluruhan. ”BNN ini hanya ditarget selesaikan 120 kasus, tapi kasus yang diungkap bisa sampai seribu,” paparnya.

Perbaikan terhadap lapas juga penting dilakukan, apalagi pasca Komisi III melakukan inspeksi mendadak dan menemukan adanya narkotika di lapas. ”Ganja ditanam di lapas, lalu penanamnya tiap malam pulang ke rumah. Di penjara hanya siang hari,” jelasnya.

Perlu diketahui, BNN juga mengungkap dua kasus lain dengan barang bukti mencapai 22 kg di Aceh. Ada empat tersangka yang ditangkap dalam dua kasus tersebut. (idr)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/