26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

JR Gugat KPU ke PT TUN

Diketahui, JR-Ance adalah pasangan cagub dan cawagub yang dicoret KPU Sumut karena keabsahan legalisir STTB nya tidak diakui. Pasangan yang diusung Demokrat, PKB dan PKPI ini kemudian menempuh jalur sengketa ke Bawaslu Sumut yang akhirnya mengabulkan sebagian permohonan mereka. Bawaslu memberi waktu 7 hari pada JR untuk melegalisir ulang ijazahnya.

Bawaslu sendiri belum dapat dikonfirmasi menyangkut banding JR ke PTTUN ini. Hingga berita ini dikirimkan ke redaksi, baik Ketua Bawaslu Syafrida Rasahan dan Anggota Herdi Munthe belum mau mengangkat sambungan telepon wartawan.

Sementara, sikap Bawaslu Sumut terkait proses pencalonan JR Saragih di Pilgub Sumut 2018 terkesan ambigu. Pasalnya, meski memberi peluang calon usungan Partai Demokrat, PKB dan PKPI itu untuk melegalisir ulang ijazah SMA-nya, namun Bawaslu juga memproses laporan masyarakat atas objek yang sama.

Pengamat politik asal Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Sohibul Anshor Siregar mengatakan, Bawaslu Sumut bisa saja melanjutkan laporan masyarakat, jika substansinya berbeda dengan apa yang diputuskan Bawaslu terkait sengketa pilkada antara JR-Ance dengan KPU Sumut. “Tapi kalau objek yang dilaporkan sama dengan yang sudah diputuskan, ya tidak perlu ditindaklanjuti,” ujarnya.

Terlepas dari itu, Sohibul justru bertanya-tanya tentang penghentian pemeriksaan laporan yang dibuat Hamdan Noor Manik tentang permasalahan ijazah Sihar Sitorus. “Itu sampai sekarang belum dibuka ke publik. Apa yang mendasari mereka menghentikan pemeriksaan itu? Harusnya, poin-poin yang membuat itu dibatalkan detail disampaikan ke masyarakat,” tegasnya.

Koordinator Kelompok Kerja Hubungan Masyarakat (Pokja Humas) Sumut Idrus Djunaidi mengaku sangat prihatin atas sikap penyelenggara Pemilu, baik KPU maupun Bawaslu Sumut, yang menurutnya ambigu dan nyata-nyata membingungkan masyarakat. Baginya, sikap dimaksud paradoks dengan tujuan pembentukan kedua lembaga negara tersebut.

“Kedua lembaga itu kan dibentuk untuk penegakan demokratisasi di negara ini. Tapi, apa yang terjadi di Sumut atas sikap kedua lembaga tersebut justru merusak demokrasi. Saya kira ada aktor di balik layar yang memaksakan kehendak atas proses demokratisasi di Sumut,” tukas Idrus. (prn/adz)

Diketahui, JR-Ance adalah pasangan cagub dan cawagub yang dicoret KPU Sumut karena keabsahan legalisir STTB nya tidak diakui. Pasangan yang diusung Demokrat, PKB dan PKPI ini kemudian menempuh jalur sengketa ke Bawaslu Sumut yang akhirnya mengabulkan sebagian permohonan mereka. Bawaslu memberi waktu 7 hari pada JR untuk melegalisir ulang ijazahnya.

Bawaslu sendiri belum dapat dikonfirmasi menyangkut banding JR ke PTTUN ini. Hingga berita ini dikirimkan ke redaksi, baik Ketua Bawaslu Syafrida Rasahan dan Anggota Herdi Munthe belum mau mengangkat sambungan telepon wartawan.

Sementara, sikap Bawaslu Sumut terkait proses pencalonan JR Saragih di Pilgub Sumut 2018 terkesan ambigu. Pasalnya, meski memberi peluang calon usungan Partai Demokrat, PKB dan PKPI itu untuk melegalisir ulang ijazah SMA-nya, namun Bawaslu juga memproses laporan masyarakat atas objek yang sama.

Pengamat politik asal Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Sohibul Anshor Siregar mengatakan, Bawaslu Sumut bisa saja melanjutkan laporan masyarakat, jika substansinya berbeda dengan apa yang diputuskan Bawaslu terkait sengketa pilkada antara JR-Ance dengan KPU Sumut. “Tapi kalau objek yang dilaporkan sama dengan yang sudah diputuskan, ya tidak perlu ditindaklanjuti,” ujarnya.

Terlepas dari itu, Sohibul justru bertanya-tanya tentang penghentian pemeriksaan laporan yang dibuat Hamdan Noor Manik tentang permasalahan ijazah Sihar Sitorus. “Itu sampai sekarang belum dibuka ke publik. Apa yang mendasari mereka menghentikan pemeriksaan itu? Harusnya, poin-poin yang membuat itu dibatalkan detail disampaikan ke masyarakat,” tegasnya.

Koordinator Kelompok Kerja Hubungan Masyarakat (Pokja Humas) Sumut Idrus Djunaidi mengaku sangat prihatin atas sikap penyelenggara Pemilu, baik KPU maupun Bawaslu Sumut, yang menurutnya ambigu dan nyata-nyata membingungkan masyarakat. Baginya, sikap dimaksud paradoks dengan tujuan pembentukan kedua lembaga negara tersebut.

“Kedua lembaga itu kan dibentuk untuk penegakan demokratisasi di negara ini. Tapi, apa yang terjadi di Sumut atas sikap kedua lembaga tersebut justru merusak demokrasi. Saya kira ada aktor di balik layar yang memaksakan kehendak atas proses demokratisasi di Sumut,” tukas Idrus. (prn/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/