25.6 C
Medan
Monday, May 6, 2024

Buruh Berharap Gaji Tidak Kena Pajak

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
UNJUK RASA_Puluhan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) berunjuk rasa di Medan, Selasa (8/8). Mereka menolak rencana pemerintah menurunkan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) karena dinilai akan semakin membebani rakyat berpenghasilan rendah dan buruh.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut berharap agar pemerintah melakukan kajian ulang terhadap rencana penurunan nilai pendapatan tidak kena pajak (PTKP). FSPMI juga merasa buruh dipaksa ikut membayar pajak. Sementara gaji mereka dinilai kecil.

Sekretaris FSMPI Sumut Tony Rikson Silalahi merasa khawatir jika pemerintah menjadikan upah minimum provinsi (UMP) sebagai patokan PTKP. Sebagaimana diketahui, Kementerian Keuangan saat ini memberlakukan PTKP sebesar Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun.

“Kita merasa heran, kenapa pemerintah ini terus mencekik leher pekerja buruh. Dengan dalih pengutipan pajak, buruh yang gajinya kecil dipaksa membayar pajak pada negara,” kata Rikson bersama puluhan buruh yang tergabung dalam FSPMI Sumut saat aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut, Selasa (8/8).

Dalam aksi ini FSMPI juga menyatakan sikap dengan menolak kebijakan pemerintah menerbitkan Perppu Ormas. Selain itu, mereka berharap agar DPR RI menolak membahas Perppu tersebut.

“Kami menolak Perppu ormas. Yang kami anggap sangat penting adalah darurat PHK, bukan darurat ormas. Apalagi secara bersamaan puluhan ribu buruh ritel, garmen, keramik dan pertambangan dipecat semena-mena,” cetusnya.

Kemudian buruh menolak kebijakan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla yang membuat kebijakan nilai upah industri padat karya di bawah nilai upah minimum. “Kami juga meminta pemerintah mencabut SK Gubernur Jawa Barat yang memberlakukan hak tersebut di empat kabupaten/kota meliputi Kabupaten Purwakarta, Bogor, Kota Depok dan Kota Bekasi,” serunya.

Tony juga mengatakan, buruh akan melakukan judicial review UU Pemilu. Khususnya pasal mengenai presidential threshold 20 persen yang mencederai demokrasi kedaulatan buruh dan rakyat

Sebelum menyambangi Gedung DPRD Sumut, massa FSPMI juga menggelar aksi unjuk rasa di luar gerbang Kantor Gubernur Sumut (Gubsu). Bahkan FSPMI sempat memblokir ruas Jalan Diponegoro, yang berada didepan kantor Gubsu. Pihak kepolisian sendiri terpaksa mengalihkan arus lalu lintas ke seputaran jalan lain diseputar lokasi tersebut.

“Kami mohon maaf kepada pengguna jalan karena kami mau menyampaikan tuntutan kami. Pak polisi mohon izin arus lalu lintas dialihkan, agar aksi ini berjalan baik,” kata Ketua Dewan Pimpinan Wilayah FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo melalui pengeras suara.

Selain persoalan PTKP, mereka juga menolak upah padat karya di bawah UMP. Buruh juga mendesak pemerintah menyelesaikan persoalan buruh di PT Girvi Mas Tanjungmorawa, PT NJP Namorambe, PT KDM Belawan, PT DKJM Medan Labuhan, Yayasan Kebidanan Darmo Medan, PT Starindo Prima Tanjungmorawa.

Aksi mereka diterima oleh Anggota DPRD Sumut Brilian Moktar, Aripay Tambunan dan Burhanuddin Siregar. Menurut Brilian Moktar, tuntutan kawan-kawan buruh masih wajar. Dan dalam waktu dekat akan menggelar RDP soal tuntutan buruh di Komisi E DPRD Sumut. (dik/bbs/yaa)

 

 

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
UNJUK RASA_Puluhan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) berunjuk rasa di Medan, Selasa (8/8). Mereka menolak rencana pemerintah menurunkan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) karena dinilai akan semakin membebani rakyat berpenghasilan rendah dan buruh.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut berharap agar pemerintah melakukan kajian ulang terhadap rencana penurunan nilai pendapatan tidak kena pajak (PTKP). FSPMI juga merasa buruh dipaksa ikut membayar pajak. Sementara gaji mereka dinilai kecil.

Sekretaris FSMPI Sumut Tony Rikson Silalahi merasa khawatir jika pemerintah menjadikan upah minimum provinsi (UMP) sebagai patokan PTKP. Sebagaimana diketahui, Kementerian Keuangan saat ini memberlakukan PTKP sebesar Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun.

“Kita merasa heran, kenapa pemerintah ini terus mencekik leher pekerja buruh. Dengan dalih pengutipan pajak, buruh yang gajinya kecil dipaksa membayar pajak pada negara,” kata Rikson bersama puluhan buruh yang tergabung dalam FSPMI Sumut saat aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut, Selasa (8/8).

Dalam aksi ini FSMPI juga menyatakan sikap dengan menolak kebijakan pemerintah menerbitkan Perppu Ormas. Selain itu, mereka berharap agar DPR RI menolak membahas Perppu tersebut.

“Kami menolak Perppu ormas. Yang kami anggap sangat penting adalah darurat PHK, bukan darurat ormas. Apalagi secara bersamaan puluhan ribu buruh ritel, garmen, keramik dan pertambangan dipecat semena-mena,” cetusnya.

Kemudian buruh menolak kebijakan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla yang membuat kebijakan nilai upah industri padat karya di bawah nilai upah minimum. “Kami juga meminta pemerintah mencabut SK Gubernur Jawa Barat yang memberlakukan hak tersebut di empat kabupaten/kota meliputi Kabupaten Purwakarta, Bogor, Kota Depok dan Kota Bekasi,” serunya.

Tony juga mengatakan, buruh akan melakukan judicial review UU Pemilu. Khususnya pasal mengenai presidential threshold 20 persen yang mencederai demokrasi kedaulatan buruh dan rakyat

Sebelum menyambangi Gedung DPRD Sumut, massa FSPMI juga menggelar aksi unjuk rasa di luar gerbang Kantor Gubernur Sumut (Gubsu). Bahkan FSPMI sempat memblokir ruas Jalan Diponegoro, yang berada didepan kantor Gubsu. Pihak kepolisian sendiri terpaksa mengalihkan arus lalu lintas ke seputaran jalan lain diseputar lokasi tersebut.

“Kami mohon maaf kepada pengguna jalan karena kami mau menyampaikan tuntutan kami. Pak polisi mohon izin arus lalu lintas dialihkan, agar aksi ini berjalan baik,” kata Ketua Dewan Pimpinan Wilayah FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo melalui pengeras suara.

Selain persoalan PTKP, mereka juga menolak upah padat karya di bawah UMP. Buruh juga mendesak pemerintah menyelesaikan persoalan buruh di PT Girvi Mas Tanjungmorawa, PT NJP Namorambe, PT KDM Belawan, PT DKJM Medan Labuhan, Yayasan Kebidanan Darmo Medan, PT Starindo Prima Tanjungmorawa.

Aksi mereka diterima oleh Anggota DPRD Sumut Brilian Moktar, Aripay Tambunan dan Burhanuddin Siregar. Menurut Brilian Moktar, tuntutan kawan-kawan buruh masih wajar. Dan dalam waktu dekat akan menggelar RDP soal tuntutan buruh di Komisi E DPRD Sumut. (dik/bbs/yaa)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/