MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mimik wajah mantan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Gatot Pujo Nugroho terlihat pasrah, saat mendengarkan pembacaan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (9/3). Gatot divonis 4 tahun penjara atas perkara suap terhadap pimpinan dan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 terkait penggagalan interplasi dan pengesahan APBD serta penerimaan Laporan Pertanggungjawaban.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntut Gatot selama tiga tahun kurungan. Tapi pada Kamis (9/3) sore, Majelis hakim yang diketuai Didik Setyo Handono memutuskan hukuman empat tahun kurungan badan dan wajib membayar denda Rp250 juta. Bila tak dibayar, maka diganti dengan hukuman kurangan enam bulan penjara.
“Terdakwa Gatot Pujo Nugroho terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwaan melakukan penyuapan terhadap Pimpinan dan Anggota DPRD Sumut. Dengan ini, menjatuhkan hukuman penjara selama 4 tahun penjara,” kata Didik Setyo Handono di ruang utama di Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Gatot disebut terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Penyuapan) sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana dengan melakukan penyuapan terhadap anggota DPRD periode 29-2014 dan 2014-2019 untuk tujuh item suap dengan total Rp61,8 miliar lebih.
Hakim Didik didampingi empat hakim lainnya yakni, Rosmina, Irwan Effendi, dan dua hakim ad hoc, Yusra dan Rodslowny L Tobing, dalam amar putusan tersebut menyebutkan tidak ada fakta persidangan yang dapat meringankan hukuman Gatot, sementara itu pembelaan penasihat hukum Gatot juga dinilai kurang tepat.
“Pembelaan penasihat hukum terdakwa yang menyebutkan terdakwa terpaksa mengabulkan keinginan anggota DPRD karena tertekan tidak beralasan. Pada kenyataannya terdakwa tidak tertekan karena mampu menjelaskan pemberian uang tersebut. Pemberian dana aspirasi juga tidak ada nomenklaturnya, lantaran penghasilan anggota DPRD sudah cukup banyak macamnya. Majelis hakim sepakat dengan penuntut umum,” kata Didik.
Di sisi lain, dalam amar putusannya, hakim meminta kepada KPK, agar kasus tersebut tidak berhenti pada Gatot saja, melainkan pemberi dan penerima suap yang lain untuk diproses hukum. Dengan ini, meminta penyidik KPK untuk membuka dan melanjuti proses penyidikan kasus penyuapan ini. Diantaranya yang melibatkan mantan Sekda Provinsi Sumut, Nurdin Lubis, mantan Sekretaris DPRD Sumut, Randiman Tarigan dan mantan Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut yang kini menjabat Kepala Dinas Pemuda dan Olah Raga (Kadispora) Sumut, Baharuddin Siagian. Nama-nama tersebut dalam amar putusan berperan sebagai pemberi dari pihak Pemprov Sumut ke DPRD Sumut.
“Saksi Nurdin Lubis, selaku Sekda, Randiman Tarigan selaku Sekretaris DPRD Sumut, Burhanuddin Siagian selaku Kabiro Keuangan, Ahmad Fuad Lubis selaku Kabiro keuangan menggantikan Burhanuddin, Hasban Ritonga selaku Sekda menggantikan Nurdin Lubis, Pandapotan Siregar, selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sumut merupakan pihak yang mengumpulkan uang dari SKPD dan diserahkan kepada pimpinan DPRD periode 2009-2014 dan periode 2014-2019,” sebut majelis hakim.